Pertemuan Yang Sesungguhnya

483 67 4
                                    

~||~

Disiang hari yang cerah disebuah kampus terdapat seorang pria dan wanita sedang mengobrol dengan riang seakan tidak ada beban sedikitpun dihatinya. Tay dan Reni adalah kedua orang sedang mengobrol riang dikorido kampus tersebut. Saat asik mengobrol datang kedua temannya yang lain dengan membawa sebuah skripsi.

"Tay kau mendapatkan B+. Sialan akan sangat iri" ujar teman wanita yang baru sampai itu.

"Benarkah Sin?? Padahal kemarin aku mengumpulkan paling terakhir" jawab Tay dengan tawanya.

"Jangan dengarkan Sintia dia memang suka iri dan dengki" ujar pria yang berdiri disamping Sintia.

"Diam kau Nando" ketus Sintia.

"Jangan bertengkar dihadapanku" ucap Reni dengan garangnya.

"Maaf Ren.. " ujar Nando dan Sintia.

Tay hanya tersenyum menanggapi kelakuan ketiga temannya, momen ini yang sudah dia tunggu sejak lama. Semenjak kepergian Dinda untuk selamanya membuat mereka berempat terlihat murung bahkan sama sekali tidak ada semangat untuk menjalani kehidupan. Dinda adalah teman mereka sejak sekolah dasar jadi wajar saja rasa kehilangan sangat terasa apalagi kabar meninggalnya Dinda terkesan mendadak.

"Ahh iya Tay dosen menitipkan ini kepadaku" ujar Sintia berhasil memecahkan lamunan Tay dengan menyerahkan satu skripsi lagi.

"Ini milik Dinda, Tay. Dia adalah orang yang pertama kali mengumpulkan tugasnya" lanjutnya.

Dengan perasaan tak karuan Tay mengambil skripsi milik Dinda tersebut dari tangan Sintia. Tay menatap skripsi tersebut dengan pandangan dalam, matanya memanas dan memerah seketika. Bukan hanya Tay tapi ketiga temannya yang lain juga merasakan sedih mengingat Dinda adalah teman mereka.

"Dinda itu pintar, dia mendapatkan nilai A+" ucap Reni yang duduk disamping Tay.

Tay menganggukkan kepalanya dengan air mata yang mulai menetes dari pelupuk matanya.

"Dia pintar" tangis Tay semakin menjadi jadi dengan memandang nanar skripsi yang berada ditangannya kini.

"Dia beneran pintar" racau Tay dengan sesenggukan.

Ketiga temannya yang lain hanya menatap Tay dengan perasaan sedih. Diantara mereka berempat Tay lah yang paling dekat dengan Dinda bahkan banyak yang menggosipkan mereka sedang menjalani hubungan tapi nyatanya mereka berdua hanyalah teman dan tak lebih dari itu.

"Dia ingin mendapatkan gelar kehormatan. Dia bilang dia ingin membuat orang tuanya bangga. Aku tidak bisa mempercayainya, aku tidak punya kesempatan untuk melihatnya lagi" ujar Tay masih menangis sesenggukan.

Reni lantas memeluk Tay dan mengusap punggungnya dengan lembut untuk menyalurkan rasa nyaman dan semangat. Melihat terpuruknya Tay atas kepergian Dinda membuat Nando dan Sintia juga menitihkan air matanya.

"Ini menyakitkan. Dia adalah sahabatku, aku bahkan tidak tahu penyebab kematiannya. Aku bahkan tidak pergi ke pemakamannya, aku tidak sempat mengucapkan selamat tinggal" racau Tay dengan tangis yang semakin menjadi bahkan air mata yang semakin keluar deras.

Reni masih memeluk Tay dengan lebih erat untuk menenangkannya. Tangis ini benar benar memilukan untuk Tay, bahkan ketiga temannya juga bisa merasakan bagaimana rasa sakit yang dialami Tay atas kepergian Dinda.

"Apa kalian pikir dia sedang stress?? Aku khawatir dia stress" tanya Tay setelah Reni melepaskan pelukannya karena Reni merasakan Tay sudah mulai tenang.

"Aku yakin dia tidak merasakan demikian, dia akan memberitahu kita kalau dia stress" ucap Nando menatap Tay sangat yakin.

Tay mengangguk pelan dengan air mata masih saja keluar dari kedua matanya. Reni yang sedari tadi menahan air matanya kini ikut menyerah, air matanya lolos begitu saja membasahi pipinya. Tapi dengan cepat Reni menghapus air matanya sendiri dan kembali menekatkan dirinya sendiri untuk tidak terlihat lemah dihadapan teman temannya, disaat seperti ini Reni bertekat untuk memberikan ketiga temannya semangat bukannya ikut larut dalam kesedihan walaupun dia juga sangat merasakan kehilangan sosok Dinda.

Red Thread Of Destiny || Leslar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang