Bagian 31 ||Pendonor||

71 9 5
                                    

🍒 HAPPY READING 🍒

***

Dering hp Alenta berbunyi, ia mengangkat nya dan memlebarkan matanya. "Den, nyonya jatuh dari tangga."

Tutt

Alenta segera berpamitan kepada Alen untuk segera pulang. Alen sempat ingin ikut tetapi Alenta cegah untuk tetap menjaga Alena dan juga tantenya.

***

Alenta turun dari mobil ia langsung berlari ke dalam rumahnya. Melihat sang bibi sedang berusaha membangunkan Anggita yang pingsan.

"Mahhh." Alenta mendekati Anggita, lalu ia bawa Anggita dengan gendongan bridal style. Membawa ke rumah sakit.

Kondisi Anggita yang pingsan dengan beberapa luka di tubuhnya.

***

Seseorang pria remaja duduk dihadapan dokter. Dan memaksa untuk mendonorkan salah satu organnya.

"Dok, ambil saja organ saya. Saya mohon ini demi orang yang saya sayangi dok. Saya nggak mau kalau dia nggak ada dok. Ambil saja nyawa saya, kalau perlu ambil organ saya buat orang yang lebih membutuhkan."

Dokter menghela nafas gusar, bimbang untuk mengambil keputusan.

"Kamu harus berkonfirmasi dengan keluarga mu dulu. Apa kah mereka mengizinkan mu, ini bukan tentang orang yang akan berikan donor itu. Tetapi nyawa kamu, dan juga orang yang sayang sama kamu bisa kehilangan kamu juga. Saya tau kedua pasien saya sekarang mengalami masa kritis. Tetapi kami tidak gegabah untuk mengambil keputusan tanpa ada konfirmasi tentang keluarga pendonor."

Pria remaja itu menghela nafas mengacak-acak rambut nya.

"Dok, ada pasien baru di UGD," ucap seorang suster tiba-tiba.

"Baik saya kesana sekarang," ucap dokter bangkit dari duduknya sebelum beranjak ia berbicara dengan pria remaja itu. "Saya pamit dulu untuk mengurus pasien saya. Pikirkan lagi keputusan mu itu, ini bukan masalah yang gampang, tapi ini tentang kamu yang menyerahkan nyawa."

Lalu sang dokter keluar dari ruangan nya secara terburu-buru. Ia harus segera menangani pasiennya.

Pria remaja itu menghela nafas, berusaha mengambil keputusan yang tepat. Ia bangkit dari duduknya dan keluar dari ruangan sang dokter.

***

Pria remaja itu berjalan ke lorong rumah sakit. Ia tak sengaja melewati ruang UGD. Ia mendengar suara yang ia kenal. Ia bersembunyi dibalik tembok mendengarkan apa yang mereka bicarakan dengan dokter.

"Bagaimana kondisi mama saya dok?" tanya pria itu.

"Kondisi ibu anda sedang kritis. Akibat luka di tubuhnya mungkin korban kekerasan dan ia juga membutuhkan donor otak. Karena beliau mengalami kanker otak stadium lanjut."

"Terimakasih dok. Saya harus mencari donor otak berapa hari dok?"

"Mungkin sekitar 4/5 hari."

Pria di balik tembok hanya mendengar kan apa yang pria yang berbicara dengan dokter. Ia bisa melihat dokter melenggang pergi. Lalu ia bergumam, "3 orang kritis diwaktu yang sama. Kekacauan ini pasti gara-gara papah."

Ragazza SegretaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang