🍒 HAPPY READING🍒
***
Operasi mulai berjalan, dua orang kini di ruang operasi bersama dan di tangani oleh beberapa dokter dan suster.
Alen duduk gelisah, ia sangat berterima kasih kepada sang pendonor.
"Om."
Alen mendongakkan kepalanya ternyata yang memanggil nya Alenta. Alenta duduk di sebelah Alen.
"Ada yang mau Lenta bicarakan sama om. Ini berkaitan dengan mama," ucap Alenta.
Alen menaikan alisnya, sebagai tanta tanya.
"Mama tidak bahagia bersama papa, mama menjadi korban kekerasan rumah tangga. Dari aku kecil dan lahir nya Aurel yang tidak di anggap. Papa menyalahkan Aurel karena itu terjadi hanya sebuah kesalahan. Papa berusaha buat ngerebut perusahaan mama yang sudah mama bangun dari nol tetapi selalu gagal dan papa menyuruh ku untuk melanjutkan bisnis papa bukan bisnis mama. Tapi aku tidak mau dan aku pernah mendengar kalau aku bukan anak kandung mama dan papa."
"Aurel lahir, sebagai adik yang ku sayangi. Walaupun faktanya aku bukan kakak kandungnya tetapi kasih dan sayang ku sudah berada di diri Aurel. Aurel lahir karena kesalahan, saat papa pulang malam dengan keadaan mabuk langsung membawa mama ke kamar. Aku tak sengaja melihat papa pulang malam dengan keadaan mabuk dan menyeret mama ke kamar."
Alenta menghela nafas lalu ia melanjutkan perkataannya, "kemarin saat penculikan Alena, mama jatuh dari tangga. Kata bibi, mama di dorong sama papa karena berdebat. Akhirnya mama di bawa rumah sakit dan di fonis punya penyakit kanker otak dari 6 bulan yang lalu."
Alen yang sedari tadi setia sekarang ia mengeluarkan suara, "dimana Anggita?" tanya Alen.
"Di rumah sakit ini diruang bugenvil 4, mama akan di operasi sekitar jam 2. Kata dokter ada pendonor yang cocok buat mama. Aku tanya siapa pendonor itu tetapi dokter tidak memberitahu ku."
"Lakukan operasi mama mu, biar om yang mengurus administrasi nya," ucap Alen
Walaupun Alen donatur terbesar rumah sakit ini, namun ia juga bersikap seperti pasien pada umumnya. Seperti keadaan sekarang, ia bersikap seperti pasien pada umumnya membayar administrasi operasi dan perawatan.
***
"PAH!! PAPAH GILAA! KENAPA MENGIZINKAN DIA PAH!" bentak seorang pemuda kepada ayahnya.
Ayahnya menundukkan kepalanya, "papah yang salah. Papah juga udah kasih tau saudara mu tapi dia keras kepala. Papah tidak bisa menebus kesalahan papah. Walaupun papah di penjara papah masih merasa bersalah. Melukai seseorang yang tidak berkaitan dengan masalah papah. Papah ikhlas, papah sudah mencegah saudara mu. Tetapi semua ini kesalahan papah dan papah ikhlas," jelas sang ayah panjang.
Pemuda itu mengacak-acakan rambutnya. Lalu ia mendongak menatap ayahnya yang melanjutkan pembicaraan nya.
"Papah minta satu hal dari mu, berpura-pura lah menjadi saudara mu. Bahagiakan dia, saat kebahagiaan dia di renggut oleh papah. Tolong ikhlas kan saudara mu demi papah," ucap ayahnya.
"Maaf, waktu berkunjung telah habis."
Seorang polisi datang menengahi pembicaraan sang ayah dan pemuda.
"Jaga dia boy, jangan sampai ada yang nyakitiin dia setelah papah."
Sang ayah menepukan bahunya kepada sang pemuda. Lalu mengikuti langkah polisi yang membawa nya kembali ke sel tahanan.
***
Keesokan harinya, ketiga wanita itu berhasil di selamatkan. Dan keadaan nya yang masih koma. Belum ada tanda-tanda mereka bangun.
Alen, Alenta, Nicholas setia menunggu kabar baiknya. Menunggu ketiga wanita itu terbangun. Kakak dan iparnya pun sering berkunjung, dan ada juga beberapa rekan kerjanya.
Selama Alen di rumah sakit untuk menjaga ketiga wanita berharganya. Kantor dialihkan ke sekretaris nya untuk mengatur jalannya perusahaan.
Alen termenung bagaimana nasib nya jika tidak ada pendonor yang mendonorkan organnya untuk ketiga wanitanya? Ia akan kehilangan secara bersamaan. Namun sang pencipta mengabulkan doanya. Alen selalu berdoa agar ketiga wanita berharganya selamat dan bisa berkumpul lagi.
"Om."
Tepukan bahu membuat Alen tersadar dari lelamunya lalu ia menatap sang keponakan, Nicholas.
"Om istirahat dulu aja biar Nicho yang jaga Alena, di ruangan Tante Lenia sudah ada mama sama papa buat jaga dan di ruangan Tante Anggita ada Alenta yang jaga. Kasihan sama om, pasti kecapeaan," ucap Nicholas.
"Nggak perlu, boy. Biar om tetap disini menunggu mereka bangun," jawab Alen.
"Om, om butuh istirahat, istirahat di rumah dulu ya? Kalau om sakit nanti siapa yang jaga Alena, Tante Leni sama Tante Anggita?"
Alen menghela nafas, keponakan nya ini selalu memaksanya. Tetapi ia tau keponakan nya ini memaksa untuk hal baik. Ia akan beristirahat untuk mengambil pakaiannya dan juga makan lalu kembali lagi kesini.
"Baiklah, keponakan ku. Kalau ada apa-apa hubungi Om." Alen menepuk bahu Nicholas lalu menuju ranjang Alena yang terbaring dengan mata yang tertutup dibantu dengan alat pernafasan di hidungnya.
"Sayang, ayah pulang dulu yaa. Nanti ayah jaga Lena lagi, buka mata kamu saat ayah kembali ya sayang. Ayah kangen kamu, love you." Setelah mengucapkan itu Alen mengencup dahi Alena lama. Ia tak rela jika ia berjauhan dengan putrinya.
Lalu ia beranjak dan keluar dari ruangan Alena.
***
Alenta sekarang berada di ruangan sang mama. Mama yang terbaring di bankar dengan alat bantu pernapasan. Alenta tersenyum miris, matanya berkaca-kaca berjalan pelan menuju bankar sang mamah.
"Mah, ini Lenta. Cepat sembuh ya mah, Aurel butuh mamah, aku juga butuh mamah." Alenta memejamkan matanya, air matanya mengalir begitu saja.
Ceklek
Alenta menengok kebelakang melihat siapa yang datang.
"Mamah," Isak Aurel di gendongan Bi Siti.
Alenta menghampiri Aurel dan mengalihkan gendongannya. Alenta mengusap air mata Aurel dan membersihkan hidungnya yang merah akibat menangis.
"Sayang, jangan nangis."
"Mamah bang," Isak Aurel memeluk leher Alenta, dengan air matanya mengalir lagi. Alenta mengelus punggung Aurel menenangkan. Hatinya pun sama seperti yang dirasakan Aurel.
"Aurel udah makan belum?" tanya Alenta.
Aurel menggelengkan kepalanya sambil menatap mamahnya sendu.
"Makan dulu yuk, tubuh kamu butuh energi."
"Nggak mau abang, mamah aja nggak makan berarti aku juga gitu."
"Dengerin Abang." Alenta menarik dagu Aurel untuk menatap dirinya. "Mamah lagi sakit, mamah juga butuh di jagain. Kamu mau jagain mamah sakit sampai sembuh?" tanya Alenta di jawab anggukan kepala oleh Aurel.
"Adek, Abang ini harus sehat-sehat terus dong. Kalau Aurel sakit nanti yang jagain mamah?" tanya Alenta menaikan alisnya.
Aurel tampak berfikir lalu ia berkata, "Aurel makan banyak-banyak, bang. Biar bisa jagain mamah sampai sembuh," ucap Aurel semangat.
"Gitu dong." Alenta mencium kening Aurel dan kedua pipi Aurel. "Jangan nangis lagi, berdoa sama Allah semoga mamah cepat sembuh."
Aurel tersenyum menganggukkan kepalanya semangat.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Ragazza Segreta
Teen Fiction[on going] {Follow sebelum membaca, enjoy aja guys bacanya} Aku Bukan Mariposa diganti dengan Ragazza Segreta WAJIB FOLLOW, VOTE DAN COMENT! | Belum di revisi author lgi males revisi mohon maaf jika ada typo atau kesalahan | Follow Ig khtrh.fzh24_ a...