dulu milo pernah berpikir, aku butuh angin untuk mendinginkan apinya. justru semua itu berbalik ketika dia mulai menyadari bahwa perkataan yang pernah dia ucapkan justru kesalahan besar. lantas, pikirannya berubah menjadi ; api membara yang diterpa angin justru semakin menyala tanpa kunjung dingin.
dan pada saat itu pula hidupnya seperti jembatan yang rapuh, dan milo di tengah-tengahnya. kenyataan membuat dia harus memilih antara terus berjalan atau kembali pulang. karena pada dasarnya, keduanya sama-sama mempunyai konsekuensinya. antara mati atau hidup tapi tak hidup. seperti itulah kira-kira gambarannya.
malam itu, bulan tahu betul bagaimana hancurnya perasaannya. bagaimana semrawutnya wajahnya dan semana berantakannya dirinya. dia telah kehilangan kepercayaan kedua orang tua kekasihnya sendiri, ditambah ancaman tegas dari hendrik wijaya pada saat dia sampai dirumah sakit kala itu.
"untuk apa kamu datang?"
cara hendrik memandang, cara hendrik menegur, cara hendik berbicara, dan nada hendrik bersuara sudah sangat jelas perbedaannya. matanya menyorot kesedihan yang mendalam kala lelaki dengan mata kemerahan itu juga sama menatapnya. berharap bahwa papa astrea mau mendengarkan segala penjelasannya.
tetapi hancur sudah harapannya ketika tak jauh dari sana didapatinya cilo sedang duduk di sisi ningsih. berharap suara yang keluar dari mulutnya dan usapan-usapan lembutnya mampu menenangkan rasa khawatir seorang ibu yang sudah melahirkan anaknya.
matanya kembali menghadap hendrik yang sedang menatapnya dengan mata panasnya.
"lelaki tidak bertanggung jawab! habis sudah rasa percaya saya pada kamu. saya tak akan pernah membiarkan rea dekat-dekat dengan lelaki yang tak mencintainya,"
"pa, saya bisa menjelaskan semuanya. saya menc-"
hendrik dengan cepat membantahnya. "jangan sebut cinta-cinta! kalau cinta dimana kamu disaat kejadian? kalau cinta mungkin anak saya nggak akan kayak gini! bahkan kamu baru datang sekarang dan lelaki lain yang justru membawa anak saya kesini! dimana kamu?!"
kepalanya menoleh ke kanan. didapatinya sebuah gadis berbaring lemah dengan mata terpejam dan pelipis di perban. ditambah selang infusan yang menempel di tangannya. matanya mengembang hampir ingin menangis.
"s-saya saya..."
"sebaiknya kamu pulang atau saya panggilkan satpam!" titahnya dengan lirihan kecil. lalu hendrik meninggalkan milo sendirian.
milo menarik napas panjang. membiarkan matanya memerah dengan diri yang berpasrah. tak ada harapan-harapan lagi karena mulai sekarang harapan itu sudah mati dan dia sudah tak bisa mendapatkannya lagi.
dan untuk detik-detik terakhir kalinya, dia ratapi dengan penuh kasih sayang kekasihnya yang sedang berbaring dengan jarak jauh. dia berharap astrea segera bangun dan sadar lalu menerima kenyataannya.
lelaki itu berlirih dalam hati sembari menghapus air mata yang berdiam di pinggiran kelopak matanya, mungkin bukti cinta gue ke lo sekarang cuma dengan hati yang lapang. karena nggak mungkin gue ngelawan perintah orang tua lo, re. ridho allah adalah ridho-nya mereka. gue bahkan nggak bisa ngebayangin ketika lo sadar nanti, dan semuanya udah nggak lagi sama. hilang gitu aja.
lalu langkah lelaki itu berbalik. meski rasa-rasanya berat sekali. seperti ada setan yang menggelendoti kakinya, seperti itulah rasanya. pergi dengan rasa sakit hati yang harus segera diobati. pada dasarnya, di antara rasa sedihnya, ada secuil rasa curiga pada adiknya sendiri.
seseorang yang dia percaya nggak akan menghancurkan segalanya, justru sudah melenyapkan kebahagiaannya. lalu sembari berjalan di lorong rumah sakit, isi kepala lelaki itu menyangkal ;
nggak. gue nggak mungkin curigai adik gue sendiri. dia boleh benci gue, tapi gue nggak bisa menjadikan dia sebagai dalangnya.
mungkin ini salah gue yang lengah dalam menjaganya. dan ya, papa hendrik bener, harusnya gue nggak semudah itu bilang cinta kalau gue nggak ngerti maksud dari cinta itu apa. buktinya, gue nggak secepat adik gue buat nolongin kekasih gue sendiri.
goblok banget bangsat!
mungkin bulan yang lo sukai juga bakal kecewa sama gue. dia jadi saksi atas kebodohan gue sendiri, dan kehancuran gue yang abadi. kalaupun hubungan kita harus berakhir, mungkin lo adalah manusia paling indah yang pernah gue miliki.
KAMU SEDANG MEMBACA
someone like you | HAECHAN [END]
Romance"ra, lo nggak perlu jadi astrea untuk jadi sempurna. di mata gue, lo sempurna dengan kinara yang apa adanya." "tapi-, astrea itu indah untuk dikenang kan, mil? bahkan lo aja nggak mampu buat lupain dia dari hidup lo." .... "gue berharap lo liat lang...