28-seandainya bulan bisa berbicara

56 36 31
                                    

PART YANG CUKUP PANJANG + ROMANCE + SAD : bercampur menjadi satu <33

<>

pukul sembilan. tak terasa waktu berhasil menyita banyak waktu sepasang kekasih itu berboncengan di gelapnya langit malam, tetapi tidak dengan hati lelaki itu. terlebih sekarang tepat di jok belakang scoopy nya sudah tidak ada kekasihnya.

isi kepalanya terlalu berisik. antara moment yang memaksa untuk kembali diingat dan merasa bersalah karena pikirannya justru berlari jauh ke belakang.

di antara dinginnya malam, kulit-kulitnya seperti tertusuk angin malam. seolah mengatakan pesan bahwa ada seorang gadis yang menitipkan pesan pada sang rembulan bahwa gadis itu telah cemburu kepada kembarannya. berkali-kalu lelaki itu merutuki dirinya sendiri, apa yang gue pikirin? ; pede banget gue dia cemburuin gue sama kinara? ; apa mungkin?

kepalanya menengadah dengan mata yang ikut bersinar indah. di antara bisingnya kota jakarta, maka milo tahu tempat dimana keberisikan jauh sekali dari sana. yang terasa hanya hiliran angin yang mampu membuat kulitnya menggigil, seperti rindu yang ditahan supaya cepat membeku. maka seperti itulah rasanya.

dia meninggalkan motornya dan menitipnya di warteg yang tak jauh dari sana. menaiki tiap-tiap tangga hingga sampai ke atas. di tiap langkahnya, tiba-tiba memori itu mengeluarkan sebuah cuplikan indah dengan suara dan senyum yang tak pernah bisa terlupakan.

"lo tahu tempat ini dari mana?"

"dari medit, temen smp gue dulu. dulu dia sering ngajak gue cabut kesini, tapi seumur hidup sekali-kali gue cabut dan setuju aja diajakin cabut ama itu anak. awalnya, gue kira dia beneran ngajak gue balik karena dia bilang buku pr nya ketinggalan, tapi justru dia bohong, dia malah bawa gue kesini."

"terus lo nggak masuk?"

"ya enggak. mau masuk juga udah telat, daripada kena sanksi, yaudah mau gimana lagi."

"terus itu namanya beneran medit?"

lelaki itu tertawa. matanya menyipit dengan tawaan nyaring yang menggema. mendengar milo ketawa, gadis itu ikut nyengir.

"lo tahu nggak kenapa dia dipanggilnya medit?"

"karena pelit?"

"bener! dia itu kalau jajan nggak pernah mau jajanin uangnya, jadi selalu nebeng pake duit temen, udah gitu kalau ditagih alesannya nggak ada receh, padahal aslinya sayang duitnya."

"duit lo pernah dipake?"

"nggak untungnya, karena orang pertama yang tahu kepelitan dia itu gue, re. tapi syukurnya nih, dia nggak kayak gitu ke gue. ya baik-baik aja sih."

gadis itu ngangguk-ngangguk. hingga mereka sampai di atas gadis itu menghentikan langkahnya, kepalanya menatap langit-langit malam disertai dengan sepotong rembulan. terlihat sangat dekat seolah-olah astrea segera ingin menggapainya. dalam sekejap bibir gadis itu terangkat, bentuknya mirip sekali dengan sabit yang sedang dilihatnya sekarang.

milo menoleh, di dapatinya seorang gadis yang sudah ia cintai tiga puluh bulan lamanya itu tengah tersenyum. parasnya cantik sekali. kulitnya putih bening alami kontras dengan polesan lipstik cokelat.

sempurna, kata lelaki itu.

"lo suka?"

gadis itu menoleh. "banget."

matanya berbinar ketika di hadapannya benar-benar sepotong rembulan. di bola mata hitamnya, terdapat sepotong bulan yang sudah disimpan rapi di dalam kepalanya. dia menengadah, langkahnya perlahan-lahan maju, ditambah dengan rambut terurainya yang dikibaskan oleh angin malam. telapak tangan kanannya mengusap lembut lengan kirinya, seolah menunjukan bahwa angin membuat kulit-kulitnya kedinginan.

someone like you | HAECHAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang