pukul dua belas tiga puluh, jakarta di guyur hujan deras. padahal langit tampak cerah, awan putih mengkilat, sinar matahari tampak memantul di jendela mushola. rambutnya yang basah karena air wudhu tak mungkin tambah basah cuma gara-gara dia harus ngelewatin hujan deras ini bebarengan sama junet.
jangan tanya mark sama janu kemana, udah pasti itu anak lagi nongkrong di kantin sembari nungguin milo dan junet selesai sholat. tetapi jauh dari sana, justru hujan itu tak kunjung deras. mungkin karena semesta tahu betul apa yang dirasakannya hari ini, sakit yang menderu karena cemburu.
siapa yang tidak cemburu jika seorang kekasihnya diberikan sesuatu oleh lelaki lain entah siapa namanya dan sehebat apa dia. jika memang cemburu, tak perlu ditutupi oleh omong kosong seolah baik-baik saja. bagi milo, disakiti saja sudah cukup menyesakkan dada, bagaimana dengan menahan semua rasa itu dan berlindung dibalik kata baik-baik saja?
yang seharusnya mark bilang benar, tak sepatutnya lelaki itu mendiamkan kinara. tetapi memang begitulah milo, apa yang dilihat di depan mata, cukup membuatnya mendera. hampir satu jam hujan sudah mulai mereda, meninggalkan becekan yang mengembang di bawah sana, juga pohon-pohon yang basah karena airnya. menyisakkan langit yang cerah kemudian, tetapi masih turun gerimis kecil-kecil.
dan di antara sepinya fakultas kantin, seorang lelaki sedang menarik lengan perempuan itu melewati mushola bawah sana. membuat milo berdecak, dan junet yang juga melihat hal itu, seakan mengerti apa yang akan dilakukan temannya selanjutnya.
"gue harus kesana, lo duluan aja, net,"
junet mengacungkan jempol. "siap! tapi selesaikan semuanya pakai otak dingin, nggak semua masalah bisa di atasi pakai cek-cok."
milo menimang-nimang sampai akhirnya dia pergi meninggalkan junet sendirian. tak jauh dari sana milo tahu bahwa lelaki yang dia sangat kenal itu tengah menuju ke markas, tak lama milo berhasil mendekat dan ngebuat cilo noleh dengan geram. sedangkan astrea, gadis itu tampak ketakutan.
"mau bawa anak orang kemana lo?"
"bukan urusan lo, bang!"
lagi dan lagi tingkah cilo sangat menyebalkan. seandainya milo bermulut ember, dia sudah pasti memotret dan mengadu kepada bunda bagaimana kelakukan adiknya di kampus. tetapi tidak seperti itu, milo hanya tidak ingin bunda ikut pusing antara urusan milo dan cilo yang tak pernah selesai itu.
"lo ngapain bawa cewek ke markas, hah? sampah tahu nggak!"
"maksud lo apaan ya, bang? apanya yang sampah?"
cilo dengan sengaja menunjuk-nunjuk milo dengan telunjuknya. juga menatap abangnya itu kesal setengah mati.
"maksud lo apaan bang!" kesal cilo sembari berteriak.
milo cuma geleng-geleng kepala. kini tatapan matanya berpusat pada rea, gadis pucat yang sedang menggigil kedinginan.
"lo juga kenapa diem aja? lo bilang lo bisa jaga diri?"
"gue lagi nggak enak badan, cilo maksa gue buat tidur di markasnya. dan buangin semua botol minumannya," ucap gadis itu.
milo menyipit. "gue masih nggak yakin,"
cilo mendelik. kemudian kembali memegang erat pergelangan tangan mantan kekasih abangnya itu.
"gue nggak bodoh buat rusakin nama gue di kampus sendiri. gue tahu gue harus bagaimana ke siapa, dan apa resikonya," ujar cilo pada akhirnya. tetapi matanya berubah berpusat pada belakang milo dan astrea. yang terdapat seorang gadis yang barusaja tiba memperhatikan mereka.
"lo urusin aja hubungan lo sama kinara. dia lagi merhatiin lo sekarang."
baru ingin menoleh, astrea memilih untuk terus jalan ke depan. membiarkan cilo menggandengnya dan membiarkan dirinya berbaring di markasnya. seiring dengan kepergian cilo, lelaki itu balik arah dan mendapati kinara yang barusaja pergi. menyisakkan helai kardigan yang sempat terlihat sebelum berlari dibalik dinding lorong kantin.
tak jauh dari sana lelaki itu berlari. dia harus segera meluruskan semua ini. kalau tidak bertindak, apakah diam akan menyisakkan kehilangan yang tak akan pernah disuarakan? atau dia akan kehilangan kinara tanpa kata dan tiba-tiba - selamanya.
di antara keramaian, lelaki itu berhasil meraih lengan kinara. ditatapnya dalam-dalam, lalu dibawanya ke sebuah kelas kosong. dengan pintu sedikit tertutup, keduanya sama-sama diam.
sampai akhirnya milo memilih untuk membuka suara. didapatinya wajah kinara yang berpaling menatap lain, matanya seperti ingin menangis.
"tadi pagi gue liat lo sama cowok lain di depan kampus."
kinara segera menoleh. gantian, di dapatinya milo yang menunduk termenung. dadanya terisak, lalu muncul sebuah pikiran, sakit dibalas sakit?
gadis itu mendekat.
"kak bara, dulu gue naksir dia. tapi sekarang nggak. nggak tau tiba-tiba nelepon udah di depan kampus. nggak enak juga kalau nggak di samperin. dateng jauh-jauh dari bandung cuma buat ke jakarta, tau banget jauhnya gimana."
milo memejamkan matanya, menarik napas dalam dan berharap sakit di dadanya akan terasa ringan. tetapi di dalam kepalanya justru ada secercah rasa bersalah, mungkin selama ini gue yang terlalu banyak nyakitin lo.
"setiap manusia itu punya alasan kenapa melakukan ini dan itu. kalau aja sebuah tindakan dilakukan tanpa perasaan, hanya untuk membuat keadaan jadi baik. nggak salah, kan? sama seperti gue yang mati-matian berusaha selalu mengizinkan lo membela astrea, mil. demi kebaikan semuanya, kan? meskipun mata lo nggak bisa bohong kalau masih ada rasa sama dia."
benar. mungkin dia yang seharusnya meminta maaf, atau justru mereka sama-sama salah karena rasa sakit yang tidak di utarakan, lalu membuahkan tindakan yang tidak seharusnya. misalnya sebuah balasan, secara tidak sengaja kinara sudah menyakitinya. sesering dia menyakiti kinara tanpa sengaja pula. karena mereka, sama-sama punya alasannya.
lelaki itu berusaha mendinginkan kepalanya. menerima kenyataan bahwa dia dan kinara hanyalah manusia. dan manusia tak sempurna, itu sebab kenapa mereka bisa melakukan hal yang membuat mereka sama-sama sakit.
"ra, kalau itu alasan lo ya nggak apa-apa. manusia bisa begini, manusia bisa begitu, mungkin karena selama ini yang lo dapet dari gue kebanyakan sakitnya. secara nggak sengaja, kita ini cuma manusia yang kapan aja bisa saling menyakiti. kalau sekarang hati gue sakit karena lo, tetapi justru hati lo lebih banyak sakitnya."
air matanya mengembang. sekali saja gadis itu berkedip, maka hancur sudah pertahanannya. karena pada akhirnya, sebuah harapan berujung pada kemustahilan. gadis itu bersuara dalam benak,
"jawab, mil!" rintih gadis itu sembari menghapus bercak di pelipis matanya.
"jawab buat pertanyaan yang mana, ra?"
"di hati lo masih tertinggal rasa buat mantan lo itu, kan?"
milo diam. dan kinara menunggu jawabannya. jika diam adalah jawabannya, maka detik itu pula kinara berhenti pada sebuah tindakan penungguan itu.
"berarti jawabannya iya."
gadis itu berkata dengan tampak kesal, lalu berlari keluar kelas dengan membawa luka. meninggalkan jejak air mata yang sempat menetes di atas lantai. dan pada saat itu pula milo berhenti, berhenti untuk mengejar kinara karena tak ada lagi penjelasan-penjelasan. karena semua yang gadis itu pikirkan, jawaban yang belum sempat dia benarkan sudah di lontarkan. dan seperti itulah jawabannya.
im not okay and dont tell me why
KAMU SEDANG MEMBACA
someone like you | HAECHAN [END]
Romansa"ra, lo nggak perlu jadi astrea untuk jadi sempurna. di mata gue, lo sempurna dengan kinara yang apa adanya." "tapi-, astrea itu indah untuk dikenang kan, mil? bahkan lo aja nggak mampu buat lupain dia dari hidup lo." .... "gue berharap lo liat lang...