"Kalau kamu kangen, kenapa kamu gak nyusul aja bunda kamu? Supaya kangen kamu hilang!""Itu udah takdir, pa. Kalau ada pilihan, aku bakal biarin diri aku aja yang ditabrak."
~~~
"Gue udah pernah bilang kan ke lo, jangan terlalu percaya sama seseorang. Termasuk sahabat lo sendiri."
"Lo tega, Viona. Gue bener-bener gak nyangka."
~~~
"Jadi sekarang hubungan kita kayak gimana, Ga?"
"Kamu pantes dapetin cowok yang lebih baik dari aku, Sha."
~~~
"Raf, gue mohon lo tetap bertahan ya."
"Senyum dulu dong! Gue mau liat untuk terakhir kalinya senyum manis lo."
~~~
*
*
*
Kejadian dua tahun yang lalu, di mana adalah hari yang menyedihkan bagi Nesha, hari yang tidak Nesha sangka-sangka akan terjadi peristiwa yang membuatnya kehilangan seseorang untuk selamanya. Karena kekeras kepalaannya membuat wanita yang sangat berarti dan mengurusnya dari kecil sampai sekarang harus kehilangan nyawanya.
Mobil yang mereka tumpangi berhenti, karena Ferdy harus mengangkat telepon dari rekan bisnisnya yang sangat penting.
"Bentar ya, papa angkat telepon dulu." Ucap Ferdy, dan wanita yang duduk di sebelahnya mengangguk.
Nesha yang duduk di jok tengah menoleh ke samping tepatnya di seberang jalan yang terdapat tempat yang akan ia kunjungi.
Sebuah tempat yang luas di mana terdapat beberapa wahana di dalamnya yang mampu membuat orang-orang yang berkunjung ke sana akan terhibur.
"Bunda, papa nelponnya lama ya?"
"Tunggu sebentar ya, sayang."
"Bunda, Sasha pergi duluan aja deh."
"Sasha, tunggu papa selesai telpon dulu, baru kita masuk ya." Tutur Kirana lembut.
"Sasha udah pengen cepet ke sana bund." Ucap Nesha yang sudah tidak sabar ingin masuk ke kawasan wahana bermain itu.
"Nanti bahaya sayang kalau kamu nyebrang sendirian. Papa kamu pasti juga gak izinin kamu."
"Sasha bisa nyebrang sendiri kok bunda, Sasha udah lulus SMP. Nanti papa sama bunda nyusul ya, Sasha nungguinnya di sana." Setelah mengucapkan itu, Nesha langsung keluar tanpa menghiraukan panggilan dari bundanya.
"Mas, aku nyusul Sasha dulu ya." Ucap Kirana sedikit pelan.
Ferdy menggelengkan kepalanya, mengisyaratkan jika ia tidak mengizinkan. Ia menoleh sesaat ke arah Nesha. Ia juga sempat khawatir, tapi sekarang Nesha sudah berada di seberang jalan.
"Aku gak mau Nesha kenapa-napa. Nanti kamu nyusul kalau udah telponan."
Kirana merasa lega saat melihat putrinya sudah di sana, tapi ia tetap akan menyusul putri satu-satunya itu. Ia pun keluar, tak menghiraukan cekalan tangan dari suaminya yang menahannya.
"Sasha, tunggu bunda di situ sayang." Teriak Kirana setelah keluar.
Nesha berbalik, mendapati bundanya yang hendak menyebrang. Nesha berdiri menunggu bundanya. Namun di tengah bundanya menyebrang tiba-tiba sebuah mobil melaju dengan kecepatan di atas rata-rata.
Brak...
"Bunda!!" Teriak Nesha.
"Kirana!!"
Wanita itu terlempar cukup jauh dari posisi sebelumnya. Jantung Nesha berdetak kencang, napasnya juga sudah tidak beraturan. Seakan dunianya lenyap begitu saja saat melihat wanita yang sangat berarti di hidupnya tertabrak mobil tepat di di depan matanya sendiri. Nesha masih diam mematung di tempatnya. Matanya menatap lurus ke arah posisi bundanya berada sebelummya.
Sementara papanya di seberang jalan menjatuhkan ponselnya, dan memutuskan panggilan sepihak begitu saja. Ia langsung keluar dari mobil lalu berlari cepat menghampiri Kirana.
Jantung lelaki itu berdetak kencang, napasnya juga sudah tidak beraturan. Di hadapannya sekarang tergeletak wanita yang sangat dicintainya, wanita yang selalu ada untuknya, kini berlumuran darah segar.
"Kirana." Suara serak yang begitu pilu memanggil nama istrinya. Air mata lelaki itu langsung luruh.
Dengan kasar Nesha menyelonong masuk ke kerumunan orang-orang yang berkumpul di dekat bundanya.
"Bunda." Suara yang begitu pilu keluar dari mulut Nesha. Ia menangis tersedu-sedu.
"Pa, ayok cepet bawah bunda ke rumah sakit!"
"Bunda kamu sudah tidak tertolong." Ucap salah satu bapak-bapak yang sempat memeriksa denyut nadi Kirana yang sudah tak terasa.
"Bohong. Om jangan ngomong sembarangan ya."
"Bunda kamu sudah meninggal, kamu yang sabar ya."
"Pa, om ini ngaco pa. Ayok pa, bawa bunda ke rumah sakit."
"Kirana sudah meninggal. Dan..." Jeda Ferdy berusaha berbicara.
"Kenapa pa?" Tanya Nesha dengan lirih.
"Kamu penyebabnya!" Seketika suara dingin dan tatapan nyalang yang Ferdy keluarkan kepada Nesha membuat hati Nesha semakin hancur.
Nesha menggelengkan kepalanya. "Pa, Sasha--"
Tangan Ferdy langsung naik, mengisyaratkan agar Nesha jangan bersuara.
"Maafin Sasha, bunda."
***
Jangan lupa vote dan komennya♡
Jangan stuck di prolog aja ya.
Jangan lupa untuk follow my akun.
Jangan lupa juga follow instagram cast dari cerita ini dan juga instagram aku.
@gneshatiwi
@nisaul98__Fyi, cerita ini ada perubahan setelah aku unpublish.
Aku ubah judulnya, dan sedikit
perubahan alur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Takdir Nesha (TERBIT)
Teen Fiction"Kalau kamu kangen, kenapa kamu gak nyusul aja bunda kamu? Supaya kangen kamu hilang!" "Itu udah takdir, pa. Kalau ada pilihan, Nesha bakal membiarkan Nesha aja yang di tabrak." "Gue udah pernah bilang kan ke lo, jangan terlalu percaya sama seseoran...