🐇4. Laki-laki Asing

501 76 44
                                    

🐇🐇🐇

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐇🐇🐇

"Yang bener aja kamu! Ospek sedang berjalan, kamu malah aneh-aneh pake bawa kelinci segala. Item banget lagi kelincinya. Abis kecebur got apa gimana ini?!" Kak Hasan malah memarahiku saat aku baru saja masuk barisan.

Saat ini para mahasiswa baru sedang dikumpulkan untuk kegiatan ospek seanjutnya. Aku yang hanya terlambat lima menit karena tadi sempat memandikan Juna dan mengeringkan bulu-bulunya dulu. Tadi juga aku sempat mampir ke kafe sebentar untuk izin cuti ke ayahnya Mey. Syukurlah beliau memperbolehkanku cuti sampai masa ospek selesai.

Begitu sampai di kampus, aku langsung masuk ke barisan. Dengan membawa Juna yang aku masukkan ke kandang, membuat semua mata tertuju padaku. "E-nggak, Kak." Aku hanya bisa menjawab dengan nada gugup.

Lagian bisa-bisanya Juna diejek habis tercebur got. Padahal, warna bulunya hitam pekat ini sangatlah eksotis. "Kenapa bawa kelinci?" tanya Kak Hasan dengan nada tinggi yang membuatku kaget.

"Di rumah nggak ada orang, Kak. Jadi saya bawa ke sini," jawabku yang masih menunduk. Suasana jadi hening. Aku hanya bisa menunduk dan memejamkan mata. Tanganku yang memegang kandang Juna sudah gemetar sejak tadi.

"Oke, saya maafin. Sekarang taruh kelincinya di bawah pohon, saat kegiatan ini nggak boleh bawa-bawa hewan peliharaan!"

Aku segera berlari ke bawah pohon beringin yang letaknya tak jauh dari lapangan. Di bawah pohon itu pun ada tukang bersih-bersih kampus yang sedang menyapu dedaunan kering. "Pak, nitip kelinci saya, ya?"

"Siap, Mbak. Bapak jagain. Aman, kok, di sini." Bapak tukang bersih-bersih itu mengangkat satu jempolnya.

Aku menunduk ke kandang Juna yang sudah kutaruh di rerumputan. "Juna di sini dulu, ya? Aku tinggal ospek bentar." Sambil mengelus bulunya yang lembut, aku memberikan pengertian pada Juna lalu kembali berlari dan masuk ke barisan.

Ternyata agenda hari ini adalah memperkenalkan lingkungan kampus. Sekitar satu jam kami diajak berkeliling kampus dan diberi tahu ruangan-ruangan seperti laboratorium, ruang baca, training center, ruang workshop, ruang rapat, kelas, dan masih banyak lagi.

Setelah pengenalan lingkungan selesai, kami diberi waktu lima belas menit untuk istirahat. Aku sekarang duduk bersama Rangga di bawah pohon tempatku menaruh Juna tadi.
"Ini, sih, kelinci bagus, Na. Kok, bisa-bisanya dijual murah, sih?" tanya Rangga yang sedang meminum sekotak susu.

"Nggak tahu, makanya gue beli, ya, karena murah," jawabku yang masih menyendok nasi karena makanan yang tiba-tiba saja muncul tadi pagi masih sangat banyak, aku membawanya sebagai bekal makan siang.
....

Sore ini setelah aku makan siang tadi, ospek terpaksa dihentikan karena hujan lebat turun tiba-tiba.

"Makasih, Ga," ucapku pada Rangga. Ia mengantarkan aku dan Juna sampai rumah.

"Yoi, gue duluan, ya." Lalu ia melajukan motornya lagi. Aku segera masuk membawa Juna yang sudah basah kuyup. Kasihan, dia pasti lelah karena menungguku ospek sekaligus hujan-hujanan.

Aku mengeluarkan Juna dari kandang, ia malah langsung berlari kencang ke tempat tidur. Setelah kukejar, Juna ternyata tidur di handuk yang semalam aku gelar untuk alas tidurnya. Mungkin ia lebih nyaman di sini. Aku mengambil handuk lalu mengelap bulu-bulu Juna yang basah. Padahal aku sendiri pun masih basah kuyup. "Juna, kamu lebih nyaman di sini, ya? Tapi nanti malem kayaknya kita enggak bisa tidur bareng lagi. Kamu, kan, udah punya kandang, Jun." Layaknya hewan, Juna hanya diam saja saat aku mengatakan itu.

Aku bergegas mandi dan membersihkan badan. Setelah selesai, aku dan Juna pergi makan malam bersama. Juna begitu lahap makan dengan wortel yang aku belikan. Makanan tadi pagi masih ada beberapa potong ikan yang aku masukkan ke kulkas. Lalu aku panaskan lagi, lumayan untuk lauk makan malam. "Jun, kira-kira siapa, ya, orang baik yang udah kirim makanan ini? Mana makanannya enak banget lagi," tanyaku ke Juna. Ia masih sibuk melahap wortelnya. Juna makan di atas meja. Kami makan malam bersama.

Selesai makan, aku memberikan Juna minum lalu memasukkannya ke dalam kandang. Juna tidak aku ajak tidur di kamar lagi malam ini. Ia aku taruh di dalam kandang dan di bawah meja makan. Di kandangnya sudah aku sediakan makanan dan minuman, juga kasur kecil untuknya tidur. "Selamat malam, Juna. Juna boboknya di sini dulu, ya!" Aku melakukan kiss bye padanya. Juna si kelinci kemudian tidur seolah tahu akan aku tinggal.

Aku akan tidur lebih cepat malam ini. Selain ingin menyimpan tenaga untuk ospek besok, aku juga sudah kekenyangan karena mengabiskan makanan tadi. Aku baru ingat jika masih punya satu bungkus mie instan di lemari makanan, itu akan aku makan untuk sarapan besok.

Aku mematikan lampu ruang tamu dan dapur, lalu menutup pintu kamar. Segera berbaring dan menarik selimut karena rasanya badanku pegal. Huh, selamat malam dunia!
...

"Huam ...." Aku menguap sambil meregangkan tubuhku. Sinar matahari sudah menembus lewat celah-celah fentilasi jendela. Hari ini ospek dilanjutkan jam sembilan pagi. Itu artinya masih ada waktu satu jam untukku bersiap-siap.

Aku berjalan menuju dapur untuk menyiapkan sarapan. Mie instan menjadi tujuanku. Entah nanti siang sampai malam mau makan apa, itu aku pikir nanti saja yang penting sekarang perut terisi sebelum melakukan kegiatan, apa lagi ospek.

Dengan tangan yang masih mengucek mata, aku berjalan ke lemari makanan. Lemari yang tingginya setara denganku ini biasa menjadi tempatku menyimpan makanan kering.

Saat aku membuka salah satu pintu, betapa terkejutnya aku saat melihat yang ada di lemariku bukanlah mie instan, melainkan seorang laki-laki yang sedang tertidur.

"Aaa ...!" Aku berteriak karena kaget. Laki-laki yang memakai baju aneh ala jaman kerajaan itu juga langsung bangun. Mungkin karena mendengar teriakanku. "Siapa lo?! Mau maling, hah?!"

Ia keluar dari lemari dengan hati-hati. Laki-laki tinggi dengan kulit yang lumayan putih itu menatapku sambil celingukan. "Tenang, ini aku, Juna!" Ucapannya seakan menenangkanku.

"Juna siapa? Tukang gorengan depan kompleks?" tanyaku. Untuk berjaga-jaga, aku mundur perlahan. Namun laki-laki ini malah terus mendekatiku.

"Apa yang kau bicarakan? Ini Juna, kelinci hitammu," jawabnya. Aku masih mencerna apa yang ia katakn.

"Mas, jangan aneh-aneh, deh. Udah nyusup ke rumah orang, pake baju aneh kayak mau karnaval, ngomong nggak jelas lagi! Ayo sekarang ngaku, lo mau ngapain di rumah gue?! Mau gue teriakin maling biar digebukin warga, hah?!" Aku mencecarnya agar mau mengaku. Namun, bukannya menjawab, ia malah terlihat semakin bingung.

"Ini Juna. Aku bahkan tahu kalau namamu Shana. Aku Juna, si kelinci hitam milikmu." Nah, kan, ia malah bersikeras mengaku jika dirinya Juna si kelinci hitam. Aku yang tidak percaya, langsung melihat ke bawah meja makan untuk mengecek Juna di kandangnya.

I-ini tidak mungkin, Juna hilang?!


🐇🐇🐇

🐇🐇🐇

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Behind The Choice [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang