🐇🐇🐇
Aku menaruh sendok ke piring karena telah selesai makan. Adab di kerajaan ini memang sangat tertata. Saat makan tak ada satu pun orang yang berbicara. Mereka juga minum hanya boleh setelah makanan habis. Itu, sih, aku enggak bisa. Untung saja makanan yang disajikan tidak pedas. "Kau sudah selesai, Shana?" tanya raja yang juga sudah selesai makan. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. "Kalau begitu, tidurlah. Juna, antarkan Shana ke kamarnya."
Juna yang sedang makan langsung meletakkan sendoknya saat sang ayah menyuruhnya barusan. "Apa? Jadi, gadis ini akan bermalam di sini? Kau kenapa tidak minta persetujuanku terlebih dulu?" protes Ibu Orla pada suaminya. Ah, sekarang keluar, kan, sisi antagonis dari permaisuri ini.
"Kenapa aku harus meminta pendapatmu? Jelas-jelas di sini akulah pemimpinnya." Ibu Orla langsung diam saat mendapat jawaban yang membuatnya tak bisa lagi berkutik. Bagus, jangan mau disetir istri!
"Baik, Paduka, saya permisi." Aku keluar dari tempat dudukku lalu berjalan menjauhi ruangan dengan di dampingi Juna yang berjalan di sebelahku.
Kami ternyata kembali menaiki anak tangga seperti tadi. Kamar yang akan ditempati rupanya adalah kamar yang tadi aku gunakan untuk berhias. Jika begini, aku tak perlu diantar Juna pun aku sudah tahu. "Tidurlah, Shana. Kalau kau butuh apa-apa, panggil saja aku. Kamarku hanya selisih dua ruangan dari kamarmu," kata Juna.
"Makasih, Jun. Ah, Jun ..." Aku memanggilnya saat ia baru saja berbalik badan hendak melangkah pergi.
"Ya? Kau ... perlu sesuatu?" tanyanya.
"Ada yang ingin aku tanyakan. Ibu Orla itu bukan Ibumu?" tanyaku.
"Bukan, dia adalah istri pertama ayahku dan sekaligus permaisuri di istana ini. Dia ibu dari Van," jelas. Ah, tadinya kukira ia adalah ibunya Juna.
"Kau tadi mengatakan jika mereka semua adalah ibu tirimu. Jadi, di mana ibumu?" tanyaku tambah penasaran. Bukannya menjawab, Juna malah tertunduk seakan sedih. Apa pertanyaanku menyakitinya?
"Ibuku meninggal saat melahirkanku karena itu adalah konsekuensi jika bangsanya berani jatuh cinta apa lagi menikah dengan anggota kerajaan, aku ... belum pernah melihat wajah ibuku." Aku kaget mendengar jawaban darinya. Kasihan Juna, ia pasti tak punya tempat untuk bercerita. Namun, apa tadi katanya? Bangsa? Memangnya ibunya itu sebangsa apa?
"Baik, istirahatlah, Shana. Selamat malam," ucapnya lalu berjalan pergi dan masuk ke kamarnya. Shana bodoh! Kau bisa-bisanya membuat orang lain bersedih! Bodoh, Shana, bodoh! Aku terus-terusan memaki diriku sendiri dalam hati. Mulut kenapa tidak bisa direm, sih?!
Tak mau berlarut pusing, aku segera masuk ke dalam. Merebahkan diri di ranjang. Di meja rias ternyata ada segelas air hangat, mungkin dayang-dayang tadi yang menyiapkan. Tak apalah, lagi pula aku sudah minum tadi. Mungkin besok akan kuminum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Choice [END]
Fantasy[STORY 4] GENRE: FANTASI - ROMANCE Shana adalah mahasiswa yang hidup sebatang kara serta terbiasa hidup mandiri. Sejak kecil ia hidup di panti asuhan. Sampai akhirnya, menyewa rumah untuk ia tinggali adalah keputusan tepat karena dirinya tak menyuka...