🐇11. Perjamuan Makan Malam

346 35 55
                                    

🐇🐇🐇

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐇🐇🐇

Yang benar saja si Juna. Maunya apa, sih? Apa maksudnya mengajakku makan malam bersama keluarganya?Bahkan tadinya setelah mandi aku ingin langsung pulang saja. "Katakan, di mana Juna?!" bentakku pada mereka.

"Hei, Nona! Kau tidak sopan sekali! Jaga bicaramu, panggil ia pangeran karena dia memang pangeran di sini. Aku tak tahu dari mana datangnya kau, tapi kau ini termasuk beruntung, Nona," jawabnya yang juga tak ingin kalah. Lalu, apa tadi katanya? Beruntung? Yang ada aku malah akan buntung jika terus-terusan berada di sini!

"Beruntung bagaimana maksudmu?" Eh? Aku merasakan ada yang aneh dari diriku. Namun, entah apa.

"Pangeran Juna itu tak pernah membawa perempuan ke istana. Maka dari itu kami tak tahu siapa gadis pujaannya. Kau adalah perempuan pertama yang ia ajak ke sini. Tak seperti kakak-kakaknya yang bisa dibilang gila perempuan, Pangeran Juna berbeda," ucapnya.

"Juna punya Kakak? Berapa?" tanyaku lagi.

"Tiga. Mereka berempat beda Ibu. Pangeran Juna adalah anak terakhir."

"Betul, entah wanita mana nanti yang beruntung mendapatkannya. Andai saja orang itu adalah aku, aku sudah lama menyukai pangeran Juna," jelas dayang satunya yang menyisir rambutku. Kurasa posisiku satu tingkat lebih jauh dari gadis desa yang Juna suka.

"Jelas. Itu karena Juna banyak berhutang budi padaku." Mereka saling pandang setelah aku menjawab. Hei, apa ada yang salah dengan jawabannya?

Mereka kompak melihat tubuhku dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Nona, apa kau ... sudah menjual tubuhmu padanya?" tanya salah satu dayang tanpa sungkan sedikit pun. Beraninya ia!

"Hei, apa yang kau katakan barusan, hah?! Kau pikir aku jalang? Sudahlah, tempat ini memang tak cocok untukku, Bye!" Puas aku memarahinya, aku langsung keluar dari ruangan ini. Mereka pikir mereka siapa, menuduhku begitu? Dasar dayang-dayang julid!

Sampai di depan pintu ruangan, aku hampir saja menabrak Juna yang ingin masuk. Ia terlihat sudah berganti baju ala kerajaan berwarna navy dengan bordir benang warna kuning emas. Ia menatapku heran. "Hei, kau mau ke mana Shana? Apa dayang-dayang itu sudah menyampaikan ajakanku padamu?"

"Cih, menyampaikan ajakan sekaligus bergosip yang tidak-tidak! Aku ingin pulang!" Aku hendak berjalan keluar, tetapi Juna meregangkan tangannya untuk menghalangi jalanku.

"Katakan, apa yang mereka bilang padamu?" tanyanya.

"Mereka bilang aku sudah menjual tubuhku padamu. Untung saja tidak aku potong lidah mereka!" Aku emosi sampai-sampai hampir meremas lengan Juna.

"Ck, kurang ajar sekali! Dayang, cepat ke sini!"

Kedua dayang itu langsung berlari menuju ke sini saat Juna memanggil mereka dengan sangat keras. Keduanya tampak menunduk setelah sampai di hadapan kami. "Apa yang kalian katakan pada Shana, hah?!" bentak Juna pada mereka. Mereka terlihat semakin menunduk. Cih, giliran dimarahi majikan saja nyalinya langsung ciut!

Behind The Choice [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang