🐇39. Ancaman

120 12 5
                                    

Yeay, setelah seminggu menghilang akhirnya aku up cerita ini lagi!

Yang kangen Juna minimal habsyen dulu ga sih? 👉

Jangan lupa vote komennya, Kakak!

Happy reading 🐇 😋

Happy reading 🐇 😋

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐇🐇🐇

"Shana, bangunlah."

Aku membuka mata secara perlahan saat mendengar suara Juna, juga tangannya yang menepuk pelan pipiku. Setelah mataku terbuka, yang pertama kali aku lihat adalah Juna yang duduk di sampingku yang sedang bersandar di sebuah pohon. Kami berada di tengah hutan. Meski sudah pagi dan langit terlihat cerah, di sini tampak gelap karena banyak pepohonan yang lebat.

Wajah juna tampak cemas menatapku. Aku bisa melihat dari binar matanya. "Shana ...." Juna memelukku dengan erat. Aku jadi bingung apa yang terjadi.

"Kau kenapa?" Aku kebingungan di pelukan Juna.

Juna melepaskan pelukannya ini. "Tadi para pengawal mengantarkan lukisan kita tempo hari. Salah satu dari mereka bilang kalau ia melihatmu tergeletak di hutan. Dengan cepat aku langsung kemari. Jadi, apa yang terjadi padamu?"

Mendengar pertanyaan Juna barusan membuat kepalaku sedikit sakit. Aku memegangi kepalaku yang pusing karena sedang mengingat-ingat apa yang terjadi padaku.

Seingatku semalam aku bertemu dengan Wulan, kemudian kami naik sapi terbang, dan ... bertemu dengan Van! Ya, itu yang aku ingat sekarang! Tapi di mana Wulan dan Van sekarang? batinku sambil celingukan mencari dua orang itu. Nihil, hanya ada Juna di sini.

"Aku ...." Aku bingung harus mengatakan apa pada Juna. Mana mungkin aku mengatakan yang sebenarnya.

"Tak apa kalau tidak ingat. Sekarang kita pulang, ya."

Untungnya Juna tidak terlalu menuntut jawaban dariku. Dia membantuku berdiri. Mengalungkan tanganku di bahunya. Juna lalu membantuku berjalan.

Sekarang yang membuatku heran adalah kenapa Wulan pergi begitu saja saat aku sudah meminjamkan tubuhku untuknya, dia malah pergi entah ke mana. Apakah ia kabur dan mengingkari janjinya? Argh, sial! Harusnya aku tak percaya begitu saja dengan gadis itu. Dia mungkin licik, sebab Wulan adalah bangsa penyihir.

Di depan sudah terlihat jalan setapak. Ada kereta kuda juga. Mungkin, Juna yang membawanya. Juna kemudian menuntunku memasuki kerta kuda, sedangkan ia yang mengendalikan kudanya sebagai kusir.

Di perjalanan, kepalaku masuk pusing. Kira-kira ke mana Wulan sekarang? Saat ini aku sudah tahu, kenapa Van selalu bergumam menyebutku sebagai Wulan. Lalu, bagaimana caraku menyikapinya nanti ketika kami bertemu? Van pasti tetap saja menganggapku sebagai Wulan.

Behind The Choice [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang