🐇49. Pupus

59 7 2
                                    

Haloo! Maaf menghilang cukup lama. Ada yang kangen Juna?

Pencet bintangnya sekarang biar ga lupa!

Happy reading 🐇💗

Happy reading 🐇💗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐇🐇🐇

"Shana, dimakan makanannya. Jangan hanya diaduk begitu. Ibu masakkan ikan bakar, karena kata Wulan, kau tidak suka daging serigala. Ayo, makan. Kau belum makan dari pagi," tegur Ibu yang melihatku hanya mengaduk-aduk makanan sejak tadi. Pikiranku kalut, jadi tidak bisa makan dengan lahap.

"Sudah, Shana. Jangan dipikirkan. Makanlah." Wulan ikut menyuruhku untuk makan. Dari sekian banyaknya makanan pun, semuanya tampak hambar di mulutku.

"Aku ke kamar dulu, Ibu, Wulan." Aku berdiri dan segera naik ke atas. Ya, tepatnya di kamar yang aku dan Juna tempati kemarin, kini menjadi kamarku.

Aku melihat hujan dari balik jendela bulat ini. Yang terlihat hanyalah atap rumah pada penyihir yang basah oleh air hujan dan juga awan-awan hitam yang terlihat sangat dekat dari sini. Juna ... sedang apa dia sekarang, ya? Salahku juga dari awal mempercayai Juna. Harusnya aku langsung bertemu dengan Wulan saja.

Siapa yang sangka jika aku selama ini tinggal dengan manusia antagonis yang sesungguhnya. Harusnya aku bersembunyi darinya, malah aku sudah terlanjur jatuh cinta. Dunia ini lucu, ya? Begitu semua telah terjadi, baru ada penyesalan.

Aku memejamkan mataku. Semuanya terasa melelahkan. Jadi ini nyata? Aku akan tinggal di tengah-tengah bangsa penyihir? Astaga, bahkan itu tidak terpikir olehku sebelumnya. "Shana? Buka." Suara Wulan diiringi ketukan pintu dengan ritme yang pelan itu membuyarkan fokusku. Padahal aku sudah bilang kalau aku tidak mau makan. Apa dia datang membawakan makanan untukku?

Aku membukakan pintu untuk Wulan. Nyatanya dia tidak membawa makanan, hanya berdiri di depan pintu. "Ada apa, Wulan? Kalau tidak penting, aku ingin tidur saja. Aku sedikit pusing."

"Ada teman-temanmu di depan." Ucapan Wulan membuatku sedikit bertanya-tanya. Teman-teman siapa? Aku tidak punya banyak teman padahal. Bagaimana bisa Wulan menyebutnya teman-teman?

"Siapa?" tanyaku.

"Grace, Alethea, Hans, dan Lyyn."

Aku tentu saja tambah terkejut. Untuk apa mereka ke sini? Lagipula mereka tahu dari mana kalau aku di sini? "Ada Van juga?" tanyaku. Aku yakin Van sudah tahu sejak aku membongkar kenyataan tentang kejahatan ibunya di pesta malam itu. Wulan perlahan mengangguk, itu artinya ia hanya ragu untuk menyebutkan nama Van. "Aku akan temui mereka. Kau buatkan minum untuk mereka, ya?"

Aku kemudian berlalu meninggalkan Wulan dan berjalan ke ruang tamu. Tahu-tahu mereka sudah duduk di kursi. Alethea dan Grace segera berdiri, menghampiri, dan memelukku. "Shana, kau tak apa?" tanya Grace begitu lemah lembut.

Behind The Choice [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang