🐇16. Rosalind itu Gadis Baik

306 33 22
                                    

🐇🐇🐇

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐇🐇🐇

Sebenarnya siapa gadis yang bersama Juna ini? Suaranya sangat lembut. Apa aku panggil saja, ya, agar aku bisa melihat wajahnya. Rasa penasaranku juga sudah kepalang tanggung. "Jun?!" teriakku seolah-olah aku baru saja berdiri di tempat ini.

Juna yang tadinya menatap wanita itu serius, langsung menoleh padaku, wanita itu juga. Juna mengelus pelan pundak wanita itu. "Sebentar, ya," ucap Juna. Sedangkan, wanita itu hanya mengangguk sambil tersenyum. Juna berjalan ke arahku. "Sudah?" tanyanya padaku.

"Sudah. Kau mau berbincang dulu dengannya? Aku akan menunggu di kereta kuda," tawarku. Siapa tahu urusan Juna dengan wanita ini belum selesai.

"Tidak. Aku pun akan mengganti bajuku karena tadi sudah membeli baju yang baru. Kau tunggu saja di sini. Aku hanya sebentar, setelah itu kita pulang," ucapnya lalu pergi ke ruang ganti.

Aku berbalik badan dan hendak berjalan ke depan kios saja untuk menunggu Juna. Namun, langkahku dihentikan oleh panggilan dari wanita tadi. "Nona, tunggu."

"Ya?" tanyaku bingung.

"Aku ingin berbicara sebentar padamu. Apakah kau berkenan?" tanya pelan. Astaga, apakah ia akan memarahiku? Dengan ragu aku mengangguk. Semoga saja ia masih tetap jadi wanita yang kalem dan anggun. "Kita bicara di sana saja," tunjuknya ke bawah pohon mangga. Oh, apa ia mau mengajakku maling mangga? Tidak, Shana, kau kalau jodoh jangan dibawa ke dunia ini juga!

Kami berdua lalu berjalan ke pohon mangga yang letaknya tak jauh. Mungkin hanya dua ratus meter. "Ada apa?" tanyaku tegas. Aku tak bermaksud tidak ramah, hanya saja bersiap siaga jika nanti wanita ini marah-marah.

"Apa kau yang bernama Shana?" tanya wanita ini yang membuatku terkejut. Eh? Apa dia mengenalku? Apakah aku sudah seterkenal itu di lingkungan kerajaan?

"Bagaimana kau tahu?" tanyaku yang sangat kebingungan. Jelas aku bingunglah jika tiba-tiba ada orang asing yang ternyata mengenalku.

Dia tersenyum manis kemudian mengulurkan tangannya. "Aku Rosalind," ucapnya singkat, tetapi mampu membuatku terdiam. J-jadi dia ini adalah kekasih Juna? Ralat, maksudku mantan kekasih. "Kau pasti bingung kenapa aku bisa mengenalmu." Ucapannya itu membuatku semakin bingung dan penasaran. "Begini, Shana. Ayahku adalah salah satu prajurit di Phrysona. Berita menggemparkan itu menyebar di area kerajaan. Bahkan, seluruh desa sekarang sedang membicarakanmu dan Juna," ucapnya tanpa jeda. Berita menggemparkan apa yang ia maksud?

"Maksudnya?"

"Pernikahanmu dengan Juna. Kabar itu telah sampai pada seluruh orang di desaku," jawabnya. Astaga, aku bahkan tidak menyangka jika berita itu cepat sekali menyebar. Bahkan, mereka tak tahu saja jika pernikahan itu batal.

"Aku ... aku tak bermaksud merebut Juna darimu, Rosalind. Aku hanya ...." Dia mengelus pundakku hingga aku tak bisa melanjutkan kata-kataku. Aku tahu ia sakit hati mendengar kabar itu. Apa lagi ia mendengarnya tidak langsung dari mulut Juna. Namun, kurasa Juna yang lebih sakit sebab ditinggal menikah oleh Rosalind.

"Tak mengapa. Tadinya aku memang tidak ikhlas. Namun, setelah melihatmu, kurasa Juna akan lebih bahagia jika menikah dengan wanita baik sepertimu," ucapnya seolah tulus melepas Juna. Ah, mau bagaimanapun dia harus ikhlas.

"Kau ... tak akan memarahiku?" tanyaku pelan. Jika aku jadi Rosalind, mungkin sudah aku jambak sampai botak wanita yang akan dinikahi pacarku.

"Untuk apa? Shana, aku tak ada waktu untuk marah padamu. Aku hanya punya waktu untuk belajar ikhlas," ucapnya yang membuatku takjub. Gadis ini benar-benar manusia baik. Jika saja status sosial di antara mereka bukan jadi penghalang, mungkin mereka sudah menikah dan hidup bahagia. Kurasa, Juna sangat beruntung karena dicintai gadis sebaik Rosalind, pun sebaliknya.

"Apa kau tak ingin kembali padanya?" tanyaku. Dia diam sejenak, kemudian kembali tersenyum.

"Juna sekarang adalah milikmu. Aku sudah memilih menikah dengan orang yang saat ini menjadi suamiku. Tak ada niat sedikit pun untuk mencintai laki-laki lain." Astaga, jawaban darinya ini membuatku semakin kagum pada Rosalind.

"Sebenarnya apa yang terjadi padamu? Maksudku ... pada hubungan kalian?" tanyaku. Padahal aku sudah tahu kenapa Rosalind meninggalkan Juna, tetapi aku ingin dengar langsung dari mulutnya.

"Juna menghilang berminggu-minggu entah ke mana. Di satu sisi, ayahku memiliki hutang yang sangat banyak pada juragan beras di desaku. Tidak ada pilihan lain, aku harus menikah dengan anak juragan beras itu untuk melunasi hutang ayahku, Shana. Di sisi lain, aku mencintai Juna. Namun, apalah dayaku, kami terpaut status sosial yang tak setara sama sekali. Juna adalah pangeran pewaris kerajaan ayahnya, sedangkan aku hanyalah gadis desa yang kadang makan pun sehari sekali. Aku dan Juna bagai langit dan bumi," ucapnya kemudian meneteskan air mata. Aku langsung kaget mendengar cerita sebenarnya, karena jika aku di posisi Rosalind, aku belum tentu bisa menghadapi masalah setegar ia.

"Bukanlah kalian saling mencintai?"

"Cinta pun tak ada artinya jika status sosial yang berbicara, Shana. Mungkin, kami memang berjodoh sampai sini. Takdirnya bukan aku, tapi kau." Ada rasa sesak di dadaku mendengar setiap kalimat yang Rosalind ucapkan. "Berbahagialah bersama Juna. Juna itu laki-laki baik," ucapnya kemudian langsung memelukku. Pelukan erat yang diiringi tangisan Rosalind. Aku tahu hatinya hancur saat mengucapkan kalimat itu.

"Baik, kupastikan kami akan saling membahagiakan. Aku tak akan membiarkan Juna mencintaiku sendirian."

"Dan berjanjilah untuk membuat Juna melupakanku, Shana. Dengan begitu, aku bisa lebih lega menjalani rumah tanggaku," lanjutnya. Kami masih berpelukan jika saja suara dari Juna tak mengejutkan kami.

"Khem, apa ... aku mengganggu kalian?" tanya Juna yang datang tiba-tiba. Aku langsung melepaskan pelukan singkat ini. Rosalind tampak kaget karena memang Juna datang dari belakangnya. Dia berbalik badan, menghadap ke Juna dan mengusap air matanya.

"Tidak. Kalau begitu, aku permisi dulu. Sepertinya suamiku sudah menunggu." Rosalind benar-benar pergi setelah mengatakan itu.

"Kau berbicara apa dengannya?" tanya Juna yang baru saja memperhatikan kepergian Rosalind. Hei, nada bicara Juna terkesan menuduh, bukan bertanya. Apa ia kira aku mengancam Rosalind?

"Hanya urusan wanita. Jangan bertanya jika kau adalah laki-laki."
...

Di kereta kuda aku hanya diam lagi. Selain memikirkan kalimat yang Rosalind ucapkan tadi, pikiranku kalut karena bingung setelah ini aku harus apa. Apa aku akan terjebak dalam dunia ini selamanya? Astaga, aku bingung. Rasanya otakku tak bisa berpikir lagi. Lagi pula bisa-bisanya Rosalind percaya Juna dan aku akan menikah.

"Apa yang kau pikirkan, Shana?" tanya Juna yang membuat pikiran kalut ini buyar. "Sampai-sampai aku menoleh berulang kali kau tetap saja melamun," ucapnya yang masih fokus mengemudikan kereta kuda.

"Aku hanya bingung, setelah ini apa yang harus kulakukan," ucapku sambil memandangi satu titik. Apa setelah ini aku akan jadi dayang di istana Juna? Atau yang lebih parah, aku akan jadi gelandangan karena tak memiliki rumah. Terlebih lagi aku kemarin sudah menolak pinangan anggota kerajaan.

"Kan, aku sudah bilang. Menikahlah denganku, tawaran itu akan berlaku sampai kapan pun."

🐇🐇🐇

🐇🐇🐇

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Behind The Choice [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang