8. Akan Tiba Saatnya

3.6K 473 19
                                    

* Typo mohon dimaafkan ya friends 🥺
.
.

" Jika nanti aku pergi, tolong buatlah senyuman indah dibibir kecilmu itu"

~______

🌚🌚🌚🌚🌚🌚

" Dingin banget deh cuaca malem ini" monolog seseorang yang berdiri di balkon kamarnya.

" Kalau malem-malem gini enaknya lihat bulan, kasian bulannya kesepian nggk ada yang nemenin kayak gue" lanjutannya lagi.

Beberapa saat kemudian bulan yang ia nantikan telah muncul, bukan purnama tapi sabit yang terlihat tajam. Tak lama setelah itu ia berjalan menyusuri kamar, dipandanginya beberapa foto dan dipeluk erat selayaknya ia tak ingin kehilangan hal paling berharga.

Kakinya terus berputar mengelilingi apa yang jarang ia gunakan, meja yang jarang ia sentuh pun kini ia raba. Dibuka nya satu persatu laci, tangannya terus mencari-cari sesuatu. Dan dilaci paling bawah ia mendapatkannya.

Benda tajam nan berbahaya tengah digenggamnya erat sambil menyusuri ruangan gelap dan suram. Cairan merah pekat berbau anyir terus menetes dari telapak tangannya, semakin lama semakin banyak. Tak ada teriakan kesakitan yang terdengar hanya sedikit kekehan kecil dari mulut pemuda itu.

"Braakkk" suara pintu terbuka dengan paksa menampilkan seseorang terengah-engah dengan manik menyala. Tak terbesit dipikiran nya menyaksikan hal serupa, apa ini? Mengapa semua terlihat sangat kacau!.

Kakinya perlahan mulai memasuki ruangan. sang empunya hanya terdiam tak berkutik dengan pandangan kosong serta cairan merah yang mendominasi. Saat raganya sudah didepan sang pemilik manik lembut itu, tangannya terulur untuk memeluk. Namun naas benda tajam itu menggores sang empunya.

"Sreeett"

"Jangan!!!!Lo ngapain??gila Lo???" Pekiknya sembari menopang tubuh tak berdaya itu.

" Kalo ada masalah cerita jangan gini!!!pliisss bangun!!!" Pintanya lagi namun tak ada respon.

"Bang!!Abang bangun!!jangan bikin Ilen Takut!!" Seru Ilen yang menyaksikan sang kakak menangis dalam tidurnya.

"Abang!!!!bangun bangg!!!" Namun tak ada jawaban

"Hhhoossshh...hhoosshh...hhoosshh" Bian mulai terbangun dengan nafas yang masih terengah-engah.

"Abang!!ini minum dulu!" Perlahan air minum yang disodorkan Ilen terkuras habis.

"Abang kenapa?? Mimpi buruk ya?"

"Emang tadi Abang kenapa dek?" Tanyanya gugup, dirinya belum sadar betul apa yang terjadi.

"Abang tadi tidur sambil nangis, jadi Ilen bangunin. Ilen takut Abang kenapa-kenapa hikss..Hiks."

"Greep" satu dekapan hangat didapatkan Ilen, perlahan Abian mengusap Surai sang adik. Ia takut jika yang berada di mimpi nya adalah Ilen, menyadari di nakas dekat kasur terdapat benda tajam dalam mimpinya.

" Itu apa dek?" Menunjuk benda diatas nakas.

" Oohhh enggak bang, itu tadi buat ngupas buah. Belum sempet aku pakek Abang duluan nangis jadi nggk sempet deh"

"Ohhhh, yaudah tidur lagi yuk!! Masih gelap juga. Besok kita main bareng ya!" anggukan dan senyuman merekah menjawab seruan Abian.

Ditariknya Ilen ke atas kasur, dipeluknya erat dan  di kecup Surai legamnya. Mengisyaratkan betapa ia tak ingin kehilangan sang adik. Sebenarnya dia sedikit ragu dengan jawaban Ilen tentang pisau itu melihat tak ada satupun buah dinakas dan ini masih petang. masa dia mau makan dini hari seperti ini?.

Untuk Senja ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang