23. Malam Terbaik

2.6K 336 10
                                    

"Kalau malam dipenuhi bulan dan bintang, maka aku dipenuhi mimpi dan harapan."

~UntukSenja

.
.
🌚🌚🌚🌚
.
.

Sepi terasa saat matahari mulai menenggelamkan diri. Cahaya jingga yang menyorot permukaan terlihat indah bersama berlalunya lamunan. Kini jingga telah berganti gelap. Mentari telah menyelesaikan tugasnya, dan saatnya bulan yang menjaga semesta.

Malam ini tepat purnama datang, bersama para bintang ia membawa segenap harapan. Saat ini pun Abian terbiasa tenggelam dalam rasa. Entah apa yang dipikirkan, yang jelas jiwa pendiam muncul begitu saja.

Langkah kaki mulai menyusuri ujung kamar, seketika jari-jemari menelisik mencari sesuatu. Netranya menatap ke satu benda. Novel milik sang adik yang sejak kemarin selalu menjadi pikiran.

"Apa Lo ngelakuin sesuatu hal yang salah dek?" Monolog Abian yang sedari tadi terpaku pada buku tersebut.

"Abang harap Lo nggak ngelakuin hal bodoh ya," sambungnya lalu pergi membawa semua rasa di dada.

🌚🌚🌚🌚

Malam ini mungkin saat yang tepat untuk berbagi rasa, entah bagaimana caranya ia sebagai kakak harus mengayomi dan berperilaku adil kepada adik-adiknya. Meski tetap saja ada yang salah di mata mereka.

Ia berada di kamar adik pertamanya, dengan merebahkan diri di kasur Abian memulai pembicaraan.

Ian yang belum siap akan pertanyaan tersebut segera menghentikan aktivitas, menetralkan nafas agar tak terlihat gugup. Rasanya seperti diintrogasi, padahal dirinya tak melakukan kesalahan.

"Dek, maksudnya ini apa." Ucap Abian sambil menyodorkan ponsel miliknya.

Netra Ian  membelalak tak percaya jika Abang Abiannya itu menemukan tulisan tersebut. Dalam hati terus berujar semoga sang kakak tak mengerti maksud tulisan itu.

Dalam layar ponsel milik Abian  terdapat gambar dengan tulisan.

"Yang berperilaku buruk pantas mendapat balasan yang buruk pula."

"Dek, kamu nggak aneh-aneh kan?" Tanya sang kakak dengan tatapan tajam.

Ini adalah kali pertama bagi Ian melihat abangnya dengan tatapan tajam setelah sekitar 5 tahun yang lalu ia hanya melihat tatapan lembut milik Abian.

"Apa-apaan sih Bang, cuma tulisan kek gitu aja ngapain dibuat repot." Balas sang adik santai, meski jantungnya terasa ingin jatuh.

"Lo nggak nge-bully orang kan?" Tanya Abian lagi.

"Lo itu kenapa sih Bang, gue kan bilang kalau itu cuma kata-kata biasa. Nggak usah dibuat ribet kali!"

"Kok Lo nyolot dek? Apa bener Lo nge-bully hah!!!" Nada bicara Abian yang semakin tinggi membuat Ian sedikit takut.

"ENGGAK!!! GUE NGGAK NGELAKUIN ITU!!" balasnya dengan nafas sedikit tersengal.

Segera Ian menutup laptop kemudian beranjak dari hadapan sang kakak, dan jangan lupakan suara dentuman keras dari pintu yang ditutup dengan emosi.

Untuk Senja ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang