32. Mulai Lagi

2.2K 283 30
                                    

Nggak ada revisi kata atau typo ya gess! Karena ini file lama, nggak aku ubah, kalau mau yang udah di revisi ada di versi book nya.

"Bang, kenapa disini?"

"Dek, tenang ya. Kalau kamu nggak kuat Abang gendong aja ya." Abian menggeleng. Namun kakinya kembali melangkah.

Sesampainya di area parkir, Aarav segera membawa Raiden ke dalam mobil kemudian ia kembali keluar mencoba menenangkan suasana yang kian panas. Bagas yang sedari tadi merengkuh dua bungsu juga segera membawa mereka masuk, namun mendapat penolakan. Akhirnya mereka masih setia disana, bedanya Ian sudah dalam dekapan sang kakak pertama.

"Ayah mau apa kesini?" Sarkas Ian memberanikan diri menatap ayahnya.

"Bunda juga ngapain satu mobil sama ayah?" Ia kembali berucap dengan nada tinggi, meski mendapat tatapan tajam dari kakak-kakaknya.

Laura tersentak mendengar hal tersebut, "sayang..." Lembut ucapannya, ia mendekati putra ke empatnya namun Ian semakin mendorong tubuhnya untuk mundur.

"Maafin ayah ya dek..." Rama juga mencoba mendekati Abian, namun anaknya semakin menjauh.

Aarav masih berusaha menahan tubuh adiknya agar tak semakin menjauh. Tapi tatapan mata Abian lekat memandangnya penuh pertanyaan.

"Dek, tenang dulu ya. Kita bicara baik-baik."

"Sebaiknya kita pulang terlebih dahulu. Mas mau antar Rai ke RS biar Bagas yang jaga." Pinta Aarav mencoba menyelesaikan kecanggungan ini.

🌚🌚🌚🌚

Sesampainya di rumah, mereka masih setia dalam keheningan. Aarav juga sudah sedia obat penenang dalam dalam bentuk cair dengan suntikan untuk jaga-jaga jika Abian berulah. Dan beberapa oksigen portabel untuk Ian jika sewaktu-waktu kembali kambuh. Ia sengaja duduk di dekat si bungsu karena tak ingin Ilen merasa tak di perhatikan.

"Dek, ayah minta maaf atas semua kesalahan ayah sama kalian. Ayah nyesel udah buat kalian trauma.
Terlebih Abian dan Ian. Ayah minta maaf ya. Mau kan maafin Ayah?" Rama berucap penuh harap, semoga mendapat maaf dari dua buah hatinya.

"NGGAK!!nggak mau!! Ayah jahat!!" Ia meronta dalam pelukan Aarav seperti seperti kesetanan.

Semua tegang seketika melihat ia yang seperti itu. Namun dengan bantuan Aarav, sang adik dapat kembali tenang tanpa bantuan obat.

"Dek, tenang ya. Kita bicarakan baik-baik."

Sang ayah mendekat, mencoba merengkuh Ian yang butuh sandaran.
Ia tertegun dalam pelukan Rama, entah mengapa, pikirannya seperti kosong. Ada rasa aman dan tenang di dalamnya. Tapi egonya terlalu tinggi untuk membalas pelukan itu.

"Yah, tolong jelasin ke adek-adek apa yang sebenarnya terjadi." Pinta Arlo segera membawa kembali adiknya.

Mendengar hal tersebut, Rama menatap netra putra keduanya. Ia tahu jika ia yang memulai, maka dirinya lah yang mengakhiri. "Ayah akan jelaskan semuanya ke kalian. Tapi Ayah mohon, jangan potong penjelasan Ayah, Ya?"

Mereka semua setuju, tapi tetap dalam formasi bergandengan entah tangan atau rengkuhan. "Sebenarnya Ayah dan Bunda selama ini tidak cerai, kami hanya memenangkan diri. Dan untuk kejadian saat ayah menampar Bunda itu memang kesalahan ayah, saat itu ayah nggak bisa mengontrol emosi dan berakhir seperti yang kalian lihat saat itu."

Untuk Senja ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang