*typo mohon diingatkan 🥺
Play musiknya saat ada aba-aba, okey??✌️
.
.
.
.🌚🌚🌚🌚
"Semua akan membaik seiring berjalannya waktu. Untuk kamu, selamat menjalani pedihnya kehidupan."
~Untuk Senja
.
.
.
.🌚🌚🌚🌚🌚
Suasana sunyi begitu mendominasi kala kaki ketiga bujang itu menyusuri lorong tak berpenghuni. Langkahnya terus berjalan sampai berhenti di sebuah kelas yang sudah dipenuhi mahasiswa.
Setelah beberapa menit berdiam diri, akhirnya Abian mulai membuka buku. Semua rasa dalam dada berkecambuk menjadi satu. Entah bagaimana dirinya saat ini yang pasti keringat dingin terus mengucur tak henti.
" Eh..Bro, Lo nggkpapa kan?" Cemas Raiden menyadari ada yang tak beres dengan Abian.
"Gila!!Jantung gue kaya mau meledak" balas Bian diiringi kekehan tak berarti.
" Yang bener aja Lo, masih kuat nggk? Gue anter ke ruang kesehatan aja deh!" Tawaran Raiden tersebut tak ditanggapi Abian. Bingung rasanya mengapa saat-saat seperti ini raganya tak mendukung untuk lebih berguna.
"Ya Allah, sekali ini aja biarin hamba berjuang untuk mimpi hamba Ya Allah" panjatan doa terus mengalun dalam dada.
Masih bisa bertahan, dirinya tak ingin lebih membebankan. Untuk sementara biarlah diri sendiri yang menanggung beban.
Langit kian terang hawa panas juga mulai menyerang. Tak lama dosen memasuki kelas dan memulai pembelajaran. Para mahasiswa lain sudah silih berganti maju untuk presentasi. Dan ini adalah saat yang paling ditakuti. Abian tahu kelemahannya sendiri, bahkan Raiden dan Bagaspun tahu. Ingin melarang tapi pendirian Abian sudah terlalu sulit dirobohkan.
Langkah kaki telah sampai tepat di depan dosen. Netranya tak henti-henti mengedar ke penjuru ruangan. Semua nampak menunggu dirinya memulai pembicaraan. Namun siapa sangka di dalam dada memberontak tak karuan. Tangan yang semula baik-baik saja kini mulai bergetar tak terkendali. Semakin lama kakinya mulai melemas, dan akhirnya kegelapan mengambil alih raganya.
"Abian!!" Pekik serentak mahasiswa di dalam kelas.
" Bawa ke ruang kesehatan!!" Titah sang dosen. Semuanya kalut, terlebih Raiden dan Bagas. Perasaan bersalah mulai menyerang, anak itu sungguh keras kepala.
Tubuh lemas dan mata terpejam menjadi pemandangan mengerikan Bagas dan Raiden. Sudah 2 jam lebih netra manis itu belum terbuka. Rencananya jika dalam 3 jam ini belum membuka mata, maka jalan satu-satunya adalah membawa Abian ke rumah sakit. Jangan pikirkan untuk menghubungi keluarga Abian karena dia pasti akan sangat marah jika memberitahu semua yang terjadi.
Detik demi detik berlalu begitu saja. Dan kini kendaraan mewah Raiden telah terparkir di depan ruang kesehatan. Ada beberapa mahasiswa lain yang sudah bersiap menggotong tubuh Abian untuk masuk ke dalam mobil. Sudah tak bisa lagi menunggu kini pilihan sudah ditentukan.
"Makasih ya mas" tutur Bagas pada beberapa orang yang telah membatu menggotong tubuh Abian. Kini Abian telah berada dipangkuan Bagas. Tak bisa dipungkiri jika warna wajah Abian kian memudar, tangan yang semula hangat telah berganti dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Senja ✓
Fiksi Penggemar[DIBUKUKAN] "Senja itu indah tapi ia mengisyaratkan perpisahan, perpisahan yang indah dan layak untuk bahagia" Seperti kebanyakan keluarga lainnya Keluarga Desmon adakah keluarga yang harmonis. Tapi tanpa sadar mereka telah melukai salah satu pange...