35. Apakah Berakhir?

3.2K 310 40
                                    

*Banyak Typo😥
Author-nya sendiri juga bingung 😕











Hembusan angin sedari tadi tak henti menyapu rambut lepek miliknya. Netra sayunya kini menjadi pemandangan indah yang melekat pada diri. Pandangannya lurus ke arah rerumputan yang mulai tumbuh.

Dia sendiri, memikirkan apa yang akan terjadi nanti di kehidupannya. Siapa lagi jika bukan Abian Erza Desmon, lelaki manis yang kini tengah bimbang dalam mengambil keputusan.
Ia sendiri tak tahu bagaiman takdir membawa langkahnya untuk pergi. Namun doa terbaik selalu terucap dari bibir merah muda itu.

Pagi tadi saat setelah sholat subuh, ia mulai berjalan menuju ruang rawat sang adik. Tanpa di sangka, sang Abang  sudah terlebih dahulu ada disana dan mengamati semua gerak-geriknya.

Dengan langkah yang sedikit pelan, Abian mulai mendekat. "Abang, kok udah disini?" Tanyanya.

Tatapan Arlo melembut mendengar pertanyaan adiknya, "Iya, tadi kebangun tapi Lo udah nggak ada. Makanya gue kesini karena gue kira Lo udah disini. Darimana aja?"

"Sholat." Singkat jawabnya dan membuat Arlo tampak terkejut.

"Hah? Jam segini? Ini udah jam 8 Dek, dan Lo baru sholat subuh?"

Abian kikuk, sebenarnya yang lama bukan sholatnya melainkan melamun di serambi musholla-nya. "Hmm... Eh. Tadi sempet mampir ke kantin dulu buat makan, makanya lama."

Arlo tak langsung percaya karena adiknya itu akan akan susah makan jika sedang dilanda masalah. "Beneran?"

"Iya Bang. Udah deh, minggir jangan di depan pintu kek gitu. Gue mau masuk." Pinta Abian sedikit canggung karena sudah berbohong.

"Ehh, jangan dulu. Adek Lo belum bangun, ayah sama bunda juga lagi istirahat. Ikut Gue dulu Lo." Tanpa aba-aba Arlo dengan cepat mencekal lengan sang adik.

"Ish, ngapain sih bang! Mau kemana coba!" Ia masih berusaha melepas cekalan dari abangnya walau ia tahu jika itu sia-sia.

Meski terus menggerutu dalam hati namun Abian tetap mengikuti kemauan abangnya yang satu ini. Lagian dia sudah lama tidak jalan berdua gini.

Tidak sampai 5 menit, akhirnya mereka sampai di tempat yang dituju Arlo. Kantin, iya kantin. Arlo memaksa Abian untuk ikut dengannya ke kantin. Entahlah mungkin abangnya tahu jika ia berbohong.

Arlo menarik pelan kursi kantin setelah itu ia menoleh pada adiknya yang tengah mengamati, "Duduk!" Perintahnya.

Abian menurut saja, "Tumben perhatian lu." Sisir Abian sambil terkekeh.

Belum sempat sang kakak menimpali, seorang pelayan datang membawa dua mangkuk bubur yang masih mengeluarkan asap.

"Iyain deh, biar seneng adek gue. Lagian kalau gue udah pergi pasti kangen dah Lu. Bahlul!!" Jari yang lebih tua dengan gemas menyentil jidat Abian. Ia gemas sekaligus membuat momen indah sebelum ia pergi.

"Aw... Sakit Bang, main sentil nggak pakek permisi. Ini lagian ngapa bubur sih makanannya."

"Makan aja sih, udah mending gue bayarin. Gue tahu Lo bohong." Tutur Arlo membuat Abian bergeming seketika.

Tak butuh waktu lama mangkuk berisi bubur itu sudah habis, menyisakan Abian yang tengah memakan sisa kerupuk bubur.

Arlo berdehem, "Dek, Lo izinin gue buat pergi?" Tanyanya dengan nada lembut.

"Emang gue punya hak buat ngelarang Lo?" Jawabnya dengan ekspresi santai.

"Lo adek gue."

Abian mulai menatap sang kakak, "karena gue cuma adek Lo, gue nggak berhak ngelarang keinginan Lo. Lagian ayah dan bunda juga dukung kan. Yaudah sih nggak usah pikirin gue."

Untuk Senja ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang