*Typo dan lain hal mohon dimaafkan 🥺
.
.
.
."Kamu akan tau bagaimana akhirnya jika kamu mau bertahan sampai akhir".
~Untuk Senja
.
.
🌚🌚🌚🌚🌚
.
."Eeuhh..." suara erangan terucap lirih dari mulut Ian, rasa lemas sekujur tubuhnya tak terelakkan terasa tak nyaman.
Perlahan netranya mulai mengerjap menghilangkan buram, setelah dirasa cukup jelas netranya kembali menatap sekeliling ruangan. Diantara jelas dan tidak Ian merasa sesuatu yyabg janggal, apakah itu kakaknya? Tapi kok bisa.
dari pandangan Ian terlihat Abian dan Aarav yang tengah duduk di depan jendela yang menghadap pusat kota. Namun anehnya Abang tengahnya sudah tak mengenakan pakaian pasien, malah terlihat sudah sehat dibandingkan kemarin.
"Aahh..." Suara itu kembali dilontarkan kala Ian mencoba untuk merubah posisinya. Rasa sakit tak hanya menyerang pergelangan kaki namun juga pusing luar biasa saat ini.
"Dek, jangan banyak gerak dulu" pinta Aarav refleks saat mendengar erangan dari sang adik.
Kini posisinya telah berganti, Abian yang kemarin terlihat menyedihkan di ranjang pesakitan sekarang telah lebih baik keadaannya malah dirinya yang terlihat tidak baik-baik saja. Baju pasien dan selang infuse menjadi pemandangan yang sangat jelas terlihat pada Ian, tak lupa pula nasal canula yang bertengger manis di hidung. Ditambah warna tubuhnya yang kian pudar menambah rasa iba pada dirinya sendiri.
"Mas, gue kenapa?" Tanya Ian lembut yang membuat kedua kakaknya menghela napas.
Tak menyangka adiknya bertanya seperti itu, setelah kejadian yang membuat semua orang kalut setengah mati. Sampai-sampai Aarav yang notabene-nya sebagai dokter pun tak bisa berfikir jernih. Tiba-tiba ditengah malam yang dingin anak nomer empat itu kesulitan bernapas dan suhu tubuh yang kian menurun. siapa coba yang tak kalut jika dalam posisi seperti itu.
Maka dari itu membuat semua orang rela begadang bergantian menjaga, karena jika tidak diawasi Ian akan melepas masker oksigen yang ia kenakan dalam tidurnya. Sungguh, bagi siapapun malam itu adalah malam yang sangat menyiksa batin.
Tak ada lagi rasa sakit yang tertinggal pada tubuh Abian, semua telah hilang kala mendengar rintihan sang adik. Mungkin ia terlalu sayang sampai lupa jika yang paling bungsu juga memerlukan dirinya walau hanya sekedar berbagi cerita.
"Mas?" Tanyanya lagi kala tak mendapat jawaban apapun. Tangannya mulai mengulur saat merasa hal aneh yang bertengger di hidungnya. Namun belum sempat menyentuh, gerakan cepat Aarav menghentikan Ian.
"Dek, sejak kapan kamu ngerasain sesak napas?" Pertanyaan Aarav saat ini mengubah atensi Ian. dirinya tak berani menatap sang kakak. Memilih untuk terus terdiam sampai jari jemari Abian mulai menelangkup wajahnya.
"Dek... Bilang ya! Jangan diam aja, diam kamu nggk akan menyelesaikan masalah." Tuturnya lembut yang langsung dibalas tatapan sayu sang adik.
"Bang, maaf... Hiks... Hiks... Maaf... Ah...hahh..ask..." Belum sempat selesai Ian berbicara namun kini terdengar isakan yang mulai bercampur sesak.
"Dek, udah jangan nangis nanti tambah sakit dadanya"
"Saa... Kiitt... Askk..mas... Ahh.. hiks... Hiks..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Senja ✓
Fanfiction[DIBUKUKAN] "Senja itu indah tapi ia mengisyaratkan perpisahan, perpisahan yang indah dan layak untuk bahagia" Seperti kebanyakan keluarga lainnya Keluarga Desmon adakah keluarga yang harmonis. Tapi tanpa sadar mereka telah melukai salah satu pange...