27. Hari Yang Panjang

2.2K 288 10
                                    

* Typo bertebaran, belum revisi🙏🙏

Sudah tiga hari lamanya Raiden di rawat, dan selama itu pula Abian dan Bagas tak pernah pergi dari sisinya. Mungkin bagi sebagian orang merasa risih jika terlalu di perhatikan tapi ia berbeda, Raiden sangat suka di manja hanya malu untuk meminta.

Kini mereka tengah bersiap untuk pulang, untuk sementara waktu Raiden akan tinggal di rumah Abian. Karena Raiden adalah tipe orang yang bodo amat, oleh karena itu Aarav mengizinkan pulang dengan syarat harus tinggal bersamanya, itung-itung sebagai uang ganti rugi selama di rumah sakit katanya.

"Udah siap nih semua." Ucap Bagas yang baru saja selesai membereskan semua keperluan sang sahabat selama di RS.

Di ruang rawat ini hanya ada dia dan Raiden, sedangkan Abian masih ada urusan dengan Aarav.

Ckek...

Suara pintu terbuka membuat atensi mereka tertuju pada seseorang yang ada di baliknya. Orang itu adalah Arlo, kakak dari Abian yang memiliki tatapan tajam. Bagi siapapun yang belum kenal pasti akan mengira jika Arlo adalah sosok kakak yang kejam. Tapi bagi mereka yang sudah akrab dia adalah sosok kakak yang pengertian dan penyayang.

"Assalamualaikum." Sapanya dengan langkah yang kian mendekat.

Mendengar hal itu mereka langsung menjawab salam tak lupa di bumbui senyuman. "Waalaikumsalam Bang."

"Udah siap semua nih?" Jawab mereka menganggukkan kepala.

"Yaudah kita ke mobil sekarang ya, nanti Abian nyusul." Tuturnya sambil mengangkat Raiden dan hendak di dudukan di kursi roda.

"Eh bang, aku jalan aja deh. Udah kuat kok." Sela Raiden kaget dengan perlakuan tiba-tiba Arlo.

"Enggak, kamu aja masih pucet gitu. Entar kalau pingsan mau di rawat lagi?"

"Enggak bakal pingsan kali Bang, kan udah sehat juga. Pucet mah emang udah dari sananya." Terangnya dengan yakin.

Sementara Bagas hanya jengah, dia tahu betul jika sahabatnya itu tak mau di pandang lemah. "Huh, cocok jadi saudaranya Bian ini mah" kesalnya dalam hati.

"Udahlah, nggak usah sok kuat dulu. Orang 3 hari di rawat aja udah tinggal tulang doang. Kena angin juga ikut Lo mah." Bagas angkat suara.

Akhirnya Raiden hanya menerima perlakuan itu. Dia menyusuri lorong di bantu dorongan dari Arlo. Sungguh saat ini ia rindu sang kakak yang dulu selalu ada untuknya.

"Rai..." Raiden tersentak dengan panggilan Arlo, entah mengapa ia melamun dan kini sudah sampai di depan mobil.

"Eh, iya. Apa bang?"

"Kok ngelamun? Apa yang lagi di pikirin?" Lembut ia bertanya.

"Emm, enggak kok bang. Cuma mau cepet istirahat aja, capek." Untung saja alibinya dapat Arlo percaya.

"Ohh, yaudah nanti kamu tidur aja. Kalau udah sampai Abang bangunin. Kita tunggu Abian sama Mas Aarav bentar ya." Balasnya sambil membantu Raiden masuk ke dalam mobil.

Senja mulai menyapa jalan yang mereka lalui, tanpa ada senda gurau mereka larut dalam lamunannya masing-masing. Aarav yang duduk di depan bersama Arlo tengah sibuk bermain ponsel sedang adik pertamanya fokus menyetir. Dibelakang ada Raiden dan Bagas yang tengah berkelana di alam mimpi. Tak lupa Abian yang tengah sibuk memandang indahnya langit sore.

Tak butuh waktu lama kini mereka sampai di pekarangan rumah keluarga Desmon, yang kini tak lagi ada kepala keluarga tersebut. Lembut Abian membangunkan teman-temannya. Dan untuk Raiden, Mas Aarav menginstruksi untuk tetap menggunakan kursi roda karena mungkin saja tekanan darahnya kembali turun dan bisa pingsan kembali. Sangat overprotektif bukan?

Untuk Senja ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang