Mohon maaf, typo-nya berlebihan 🙏
Mentari telah menyelesaikan tugas hari ini, kini sang bulan siap menggantikannya. Hadirnya bulan serta bintang menambah keindahan malam, termasuk keceriaan sebuah keluarga yang dulu sempat hilang.
Siapa sangka aksi Aarav mengungkapkan segala keluh kesah selama ini sedikit mampu menghilangkan rasa sakit yang mereka rasakan. Dan untuk pertama kalinya setelah beberapa lama akhirnya mereka melakukan ibadah salat magrib bersama. Bahkan dulu saat masih damai sejahtera salat magrib hanya beberapa saja yang ikut berjamaah.
Namun, masih ada hal perlu di selesaikan, yaitu hati dan perasaan. Mungkin untuk sesaat mereka terhanyut dalam kebahagiaan, tapi dalam hati masih mengganjal berbagai rasa perih yang berkecambuk dalam dada.
Kini Abian masih termenung di dalam kamar setelah melaksanakan ibadah bersama. Bukannya dia tak senang jika keluarganya utuh lagi, namun rasanya masih canggung. Mengingat sore tadi ia memaki dan berteriak kepada sang ayah. Malu pasti, rasa salah pun juga tak terelakkan.
Ia masih setia menatap langit malam beserta kawannya. Melintasi pikiran yang entah sendang berbuat apa. Sejenak ia lupakan dulu tentang Raiden karena memang Papinya akan sampai di Indonesia besok siang. Tadi sang ayah mengatakan telah menghubungi papi dari sahabatnya, orang yang telah berjasa merawat serta menafkahi Raiden setelah kecelakaan itu terjadi.
"Gini amat ya hidup di bumi." Monolog Abian yang sedari tadi tak lepas pandangan dari gemerlapnya angkasa.
Setalah bermonolog ria, akhirnya ia ingat akan satu hal. "Gue kok nethink banget sih! ah sial!! Bego Lo Bi!!."
Tiba-tiba saja isi kepalanya berisi tentang Raiden, "Bian Lo liat deh Raiden yang udah nggak punya siapa-siapa. Lo yang punya ortu lengkap malah di sia-siain. Dasar bego banget Lu Bi!" Ucapnya pada diri sendiri.
Setelah cukup lama terdiam, akhirnya ia kembali bersuara pada dirinya sendiri.
"Ehh, Raiden gimana ya kabarnya sekarang? Nggak kebayang kalau gue yang di tinggal adek gue. Mana belum sempet minta maaf, boro-boro minta maaf tau kakaknya hidup aja enggak. Kasian juga sih. Tapi... Aakkhhhhh! Sial otak gue!"
Abian sudah tak tahan dengan pikirannya sendiri, hingga memutuskan untuk turun ke lantai dasar. Pasti semua orang ada disana, dugaannya saja.
Langkah kaki bergerak menuruni tangga, netranya kembali melihat pemandangan yang dulu sempat hilang.
Ia berhenti sejenak mengamati apa yang keluarganya lakukan. Lihat, semua tengah berkumpul di ruang keluarga, walau tanpa adanya pembicaraan namun semua terlihat indah dalam penglihatan.
"Abian sini nak, kita kumpul bareng sebelum Abangmu lembur lagi." Panggil sang ayah sambil bercanda kepada putra sulungnya.
Sedang anak yang di panggil tak menyahut, ia mempercepat jalannya dan duduk diantara Abang dan ayahnya. "Yah..."
"Hmm?" Rama menatap putranya.
"Ayah udah ikhlas aku kuliah di jurusan aku yang sekarang?"
"Ikhlas, kenapa dek?" Tanya Rama sambil mengernyitkan alisnya.
"Engghh... Enggak. Cuma tanya aja." Jawabnya kikuk.
Sedang semua menatap geli interaksi itu. Abian yang di kenal ceria namun pendiam kini mulai bermanja. Benar saja hal tersebut membuat Arlo terkekeh tak jelas.
*Flashback
Rama dan Aarav masih pada posisi saling merengkuh. Sang ayah mengusap pelan punggung Aarav yang bergetar pelan. Anak sulungnya itu memang sudah untuk mengungkapkan perasaan makanya ia dengan telaten mengajaknya berbicara agar mau mengungkapkan apa yang dirasakan saat ini sebagai dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Senja ✓
Fanfiction[DIBUKUKAN] "Senja itu indah tapi ia mengisyaratkan perpisahan, perpisahan yang indah dan layak untuk bahagia" Seperti kebanyakan keluarga lainnya Keluarga Desmon adakah keluarga yang harmonis. Tapi tanpa sadar mereka telah melukai salah satu pange...