4. Mengungkap Lara

4.5K 586 22
                                    

" Senyuman bukan berarti bahagia. Air mata juga bukan berarti lara. Jika air mata dapat menyembuhkan duka. Maka menangislah untuk bahagia."

~Abian Erza Desmon

🌚🌚🌚🌚🌚🌚🌚

Kini seluruh anggota keluarga Desmon tengah menikmati makan malamnya (minus Abian). Rama selaku kepala keluarga tengah bahagia merayakan pencapaian anak-anaknya.

Ailen telah sukses membuat ayahnya bangga dengan menyabet peringkat 1 olimpiade matematika hari ini, dan Ilen akan berlanjut ke tingkat provinsi.

Ayah mana sih yang nggk bangga saat anaknya sukses!??
Ditambah lagi mas Aarav yang lulus tes, Bang Arlo yang sukses dengan ujiannya serta mendapat nilai terbaik, tanpa terkecuali Ian yang juga meraih juara meskipun hanya juara 2, tapi kan itu sudah luar biasa. Bayangkan saja melawan siswa terbaik dari sekolah-sekolah elit, kalo bukan karena kerja keras mana bisa dia sampai sejauh ini dan itu perlu di apresiasi Bukan!??

"Ayah bangga sama kalian semua, nanti lebih ditingkatkan lagi ya sayang" ucap Rama mengapresiasi kerja keras anak-anak nya.

"Bunda juga bangga sama kalian, jangan besar kepala ya anak bunda" lanjut Laura dengan mencium satu persatu kening putranya.

"Ayah...bunda...apa kalian lupa kalau masih ada anak kalian yang belum pulang" monolog Ian dalam hatinya.

Tak ada pembahasan menarik malam ini. Malam semakin gelap dan jam telah menunjukan pukul 21.00. Aarav yang merasa khawatir dengan adik tengah nya itu segera menghubungi Bian dan langsung melajukan kendaraannya menuju kampus adiknya.

🌚🌚🌚🌚🌚🌚🌚

Sekitar 20 menit perjalan akhirnya mobil sport mewah Aarav berhenti di garasi mewah rumahnya.
Tampa basa basi Bian langsung turun dan memasuki rumah mewah itu.
Rencananya dia akan makan malam dan langsung istirahat. Sungguh sangat lelah dia hari ini, hari yang panjang dan penuh tuntutan.

"Assalamualaikum....Bian pulang"
Salam Abian tanpa ada yang menyahut.

"Sepi amat ni rumah gue!! Pada kemana sih.. nggk biasanya. Apa lagi belajar semua ya? Tapi besok kan libur??" Tanyanya pada diri sendiri.

"Dek Lo masuk kamar ya..habis itu makan. Tadi semua udah pada makan malam" perintah Aarav disertai langkah kaki yang menaiki tangga.

" Ehh..mas!! Pada kemana sih semua orang, kok sepi banget?"

"Ayah, bunda, Arlo,Ian sama Ailen baru aja berangkat ke rumah Oma"

" Lho kok nggk bilang gue sih..ngapain sih ke rumah Oma malem-malem gini ??!!!"

" Mau ngerayain kemenangan adek. Lo tau kan tadi adek dapet juara semua. Sama besok itu katanya ada acara makanya berangkat malam ini"jawab Aarav dengan nada datar

"Trus Lo ngapain masih disini? Nggk ikut juga? Sekalian aja nggk usah pulang" cuek Bian pada Aarav

" Besok gue ada kerjaan. Dah lah nggk usah ngambek. Sana masuk trus makan. Ntar kalo Lo sakit gue juga yang repot" pungkas Aarav dan langsung berlalu meninggalkan adiknya yang masih terdiam.

" Huhhhh....berat juga hidup gue." Monolog Bian.

Setelah percakapan singkat dengan masnya Abian langsung memasuki kamarnya. Tubuhnya kini sangat lelah ditambah perutnya telah memberontak untuk diberi makan.
Tak ada niat untuk melakukan apapun, dia hanya diam ditempat merenung membayangkan bagaimana bahagianya Abian yang dulu.

Untuk Senja ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang