17. "Cuma"

2.5K 273 40
                                    


"

Jangan terlalu berharap pada siapapun di dunia ini, karena bayanganmu saja akan meninggalkanmu disaat gelap."

_Ibnu Taimiyah_
.
.
.
Happy Reading♡︎
Enjoy Our Imaginationシ︎
.
.
.

Kenzian menatap pantulan dirinya lewat cermin dihadapannya. Menarik seulas senyum tipis tuk mengawali hari senin yang cerah ini.

"Jian emang ganteng sih. Valid no debat, no kecot. Gak usah diragukan lagi," ujarnya dengan kepercayaan diri tingkat nasional.

"Kenzian Rafasya Bimantara. Putra bungsu dari pasangan, Ka- Ka- ihh, nama papa siapa, sih?" Kenzi menyatukan alisnya bingung, bagaimana bisa dia lupa nama papanya sendiri? Sungguh durjana sekali:).

"Kahfi? Kav, apa sih? Kavan? Eh, astaghfirullah! Kok malah kayak kain kafan? Kavin- Ka- hmmm...," Kenzi menggaruk garuk dagunya yang tak gatal, dan sedetik kemudian membelalakkan matanya lebar. "KAVIANNNN! Ish, susah amat. Iya, nama papa tuh KAVIAN, bukan Kavan. Untung ga ada papa, bisa dipites kamu Jian!" omelnya pada pantulan dirinya sendiri.

"Udah inget! ayo, ulangi lagi." Kenzi menegakkan tubuhnya. Merapikan kerah baju dan menggerakkan tangannya seolah olah merapikan jas ghaib yang ia pakai.

"Kenzian Rafasya Bimantara.  Putra bungsu dari pasangan Kavian Narendra Bimantara dan Raisha Ameera Bimantara, telah dinominasikan sebagai remaja paling tampan se-planet pluto," ujarnya tersenyum bangga.

"Duh, pasti banyak nih yang suka sama Jian. Secara, kan, Jian keren gini. Masa iya ga ada yang suka." Tetap pada kegiatan memuji diri sendiri, Kenzi semakin cengar cengir tak jelas di depan cermin besar itu.

Dia tak sedang kerasukan kan? Jadi ragu sendiri ☺︎

 
'Tes'

Senyuman yang sedari tadi tercetak jelas dibibir kecilnya, kini hilang bersamaan cairan berwarna merah yang tiba tiba datang tak diundang seperti jelangkung, yang menetes dari hidung runcing Kenzian.

"Ck, kok mimisan lagi, sih? Jadi ga estetik nih," keluhnya segera menyalakan air kran guna membersihkan cairan merah tersebut.

Terlalu sering melihatnya membuat Kenzi tak setakut dulu terhadap cairan bernamakan darah itu.

"Ini sebenernya kenapa sih? Jian ga ngapa ngapain, kenapa sering mimisan gini, ya? Ini juga, padahal Jian ga berantem. Tapi kok lebam gini." Heran Kenzi menatap tangannya yang muncul ruam keunguan tanpa sebab.

"Jian ga bakal mati secepet itu, kan, Ma?" ujarnya lirih. Otaknya sudah dipenuhi dengan pertanyaan serta pernyataan negatif.

Kenzi menggelengkan kepalanya, "Gak, lah. Mama masih mau Jian bahagia bareng papa sama kakak kakak, kan. Jadi, mama ga bakal jemput Jian sekarang. Lagian gini doang, paling cuma ke bentur doang nih. Pasti Jian nya aja yang ga sadar," monolognya.

"Dah, dah, skip. Skuyy kita berangkattt," ujarnya kembali riang meninggalkan kamar mandi besarnya.

Kenzi menyambar tas yang berada di bangku meja belajarnya dan segera keluar dari kamarnya menuju lantai bawah.

Saat menuruni beberapa anak tangga, Sepi. Kata itulah yang pantas didefinisikan untuk keadaan rumahnya di pagi ini.

Tak ada kakak kakak yang bercengkerama, tak ada papa yang akan mengomeli mereka.

KenZian [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang