Luka itu tercipta dari orang-orang terdekat yang kuanggap tak akan pernah menyakiti.
-Nataya chandaraHaii
•Happy reading•
-
-
-Cahaya matahari pagi sudah menerangi sudut dinding kamar anak gadis berusia 16 tahun. Dengan seragam putih abu-abu di badannya, dan rambut sebahu yang ia biarkan tergerai tanpa ada riasan apapun di wajahnya.
"Nataya, senyum. Lo harus kuat untuk apapun hari ini." ucapnya pada diri sendiri di depan cermin. Terkesan aneh, tapi itulah ritual seorang Nataya Chandara setiap paginya untuk memulai hari. Ia tak akan pernah mau menunjukkan sedihnya pada dunia.
Baru saja melangkah keluar dari kamarnya, ia sudah mendengar keributan yang tak lagi asing.
Prang!!
Suara benda pecah yang di jatuhkan oleh seseorang dengan penuh amarah yang sudah melebihi batas.
"KAMU HARUS MENERIMA KENYATAAN SORAYA! KALAU TIDAK, AKU AKAN MENINGGALKANMU DAN MEMBAWA NARA PERGI!" tutup Bram lalu melangkah pergi dari hadapan Soraya yang sudah diam tak berkutik.
Entah masalah apa lagi yang membuat orang tuanya itu selalu berdebat dan bertengkar setiap harinya. Barang-barang di banting, suara bentakan, itu sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Nataya. Sialnya, ia selalu ketakutan meski kejadian itu sudah seperti boomerang di hidupnya. Trauma. Ya, itulah jawaban yg paling tepat.
Tapi tunggu, membawa Nara saja? lantas Nata bagaimana? sebegitu tidak berartinyakah dia?
Dengan langkah yang tertatih,badan yang sudah bergemetar, Nataya lalu menghampiri Soraya.
"Bunda..." panggilnya parau.
"Pergi!"
Nata menggelengkan kepala pelan."Nata akan pergi setelah melihat senyum bunda." ucapnya dengan sudut bibir yang terangkat.
"Keras kepala," Soraya tersenyum miring. Lalu menyeret tangan Nataya dengan kasar. "Ikut Bunda!"
Saat itu juga Soraya memukulnya dan membenturkan kepalanya ke dinding tanpa henti dan tanpa belas kasihan.
"Akhhh!"
"Ssakitt..."
"Ampun, bundaa hikss... "
"Maafin Nata..." lirihnya menahan sakit.
Setelah puas melampiaskan amarahnya ke Nataya, Soraya tanpa perasaan bersalah pergi meninggalkannya. Nata duduk tak berdaya di atas lantai dingin itu, cairan merah kental perlahan menetes dari hidungnya akibat benturan yang cukup keras tadi.
"Bundaa..." panggil Nata menahan sakit.
Mendengar panggilan lemah dari sang anak, Soraya menghentikan langkahnya lalu membalikkan badan melihat putrinya yang sudah tak terbentuk.
Nataya kembali mengukir senyum tulus di wajahnya.
"Aku ingin melihat senyum bunda."
Soraya lalu tersenyum singkat dan pergi begitu saja dari hadapan Nataya.
"Bunda cantik," ucapnya.
Naraya menuntut ilmu di sekolah yang khusus untuk anak sepertinya. Itu sebabnya, ia jarang berangkat kesekolah bersama Nataya, kembarnya. Lagian juga ia selalu di antar tiap pagi oleh Soraya, tapi tidak dengan Nataya. Entah kenapa,padahal sekolah keduanya sejalur. Bahkan, sangat dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
AIR MATA DARI SEMESTA
Teen Fiction"Aku yang berdarah, dia yang kau rawat dengan cinta. Mengapa?" 🦋🦋 "Nata selalu ingin menjadi Nara, agar bunda dan ayah lihat." Start------->30 september 2021