Jika datangmu hanya mengusir rasa bosan dan penasaran, maka pergilah. Aku sedang malas berkawan dengan harapan.
_____________Lengkap belum tentu bahagia.
-Nataya
_________Sore itu, anak gadis yang berusia 16 tahun dengan dungarees yang melekat di tubuhnya, Rambutnya yang lumayan panjang ia biarkan tergerai begitu saja, serta sepatu berwarna putih yang terpasang dengan sempurna di kaki mungilnya itu.
Nata berjalan menuruni tangga dengan semangat, senyumnya yang manis selalu terlukis indah di wajahnya. Ia mengamati setiap sudut rumanya, tetap kosong. Sama seperti awal ia pulang ke rumah waktu lalu.
Langkah Nata terhenti ketika melihat ayah, bundanya, dan Nara pulang dengan tawa bahagia yang membuat hati Nata perih jika mendengarnya.
"Kalian dari mana? " tanya Nata lalu menghampiri mereka.
"Kita tadi ke pantai Nat, seru banget! " senyum Nara tertarik sempurna. Sepertinya Nara senang sekali.
"Ke pantai, ya? " Nata tersenyum miris.
Bram berdehem. "Ayah sama bunda ga sempat ajak kamu, karna--"
"Gapapa ayah!" potong Nata dengan senyuman yang melebar, namun matanya tidak pernah berbohong. Terlihat dari mata gadis itu ingin sekali meneteskan air mata, tapi ia tahan. Ia tidak perlu mendengar penjelasan apapun lagi. Baginya, itu hanyalah omong kosong dan penjelasan yang sama. Jadi, ia tidak perlu mendengarnya lagi.
"Mau kemana kamu? " Soraya melihat pakaian Nata yang rapi. Tidak mungkin Nata berpakaian seperti ini jika di rumah saja.
"Nata mau main ke cafe, bun. "
"sama siapa? "
"Dewa sama Sagara. " jawab Nata membuat Soraya mengangguk acuh.
"Bentar lagi malam, jangan pergi. Kalian kan sekelas, mainnya nanti aja kalau di sekolah. " larang Bram.
Nata menyipitkan matanya heran. "Sejak kapan ayah jadi posesif gini sama Nata? "
"Ayah gak posesif, tapi ayah khawatir kamu kenapa-kenapa. Apalagi kamu anak cewe, Nataya. " jelas Bram membuat Nata semakin memandangnya aneh.
"Sejak kapan juga Ayah perhatian sama aku? " tanya Nata seperti ada yang aneh dari ayahnya.
"Ah, terserah! Kamu itu memang tidak pernah dengerin saya! padahal itu demi kebaikanmu, karena ayah peduli!" ucap Bram meninggikan nada suara tepat di hadapan Nata.
Nata tertawa mengejek. "Ayah tidak pernah peduli sama Nata. Yang kalian peduliin itu cuma Nara, Nara, dan Nara! "
Nata tersenyun miris. "Nata iri sama semua temen-temen Nata yang didampingi orangtuanya pada saat penerimaan raport, Nata ingin sekali ngerasain itu walau hanya sebentar aja. " suaranya bergetar, perlahan air matanya jatuh membasahi pipi.
"Tapi kenapa susah sekali? " lanjutnya terisak sakit.
"Nata bingung! Nata tidak tahu harus mengatakan apa jika ada orang yang bertanya mengapa aku selalu sendiri." Nata menandang tiga orang di depannya itu.
"Apa kalian tau rasanya seperti apa? "
ia menghapus kasar air matanya."Saat Nata pulang tadi, Nata berharap di rumah ada satu orang saja yang bisa Nata ajak berbicara, supaya Nata bisa pamerin nilai raport layaknya anak seumuranku di luar sana. " ia kembali terisak.
"Tapi, apakah kalian tau? Di rumah ini tidak ada siapa-siapa selain diriku sendiri, haha! Lucu, bukan? "
"Minggir, ayah. Maaf, aku memang bukan anak yang mendengarkan," ucap Nata lalu berlari keluar dari rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AIR MATA DARI SEMESTA
Teen Fiction"Aku yang berdarah, dia yang kau rawat dengan cinta. Mengapa?" 🦋🦋 "Nata selalu ingin menjadi Nara, agar bunda dan ayah lihat." Start------->30 september 2021