2.)ASING

4.5K 446 547
                                    

Aku malu pada mereka soal pertanyaan "mengapa dua manusia serupa, diperlakukan berbeda? "
-Nataya chandara

Haii

•Happy reading•
-
-
-

"Bundaa Nata pulang!" ia lalu menghampiri sang bunda dan memeluk beliau dengan eratnya, meskipun Soraya tak pernah membalas pelukan dari putrinya itu.

Melihat sepasang anak dan ayah sedang bersenda gurau di meja makan, sesekali anak itu tertawa lepas kala sang ayah bercerita hal yang lucu. Saat itu juga, Nataya merasakan sesak di dadanya. Seakan-akan untuk bernafas saja rasanya menyakitkan sekali. Ia ingin juga merasakan hal seperti itu dengan ayahnya. Meskipun, hanya sekali saja dalam hidupnya.

Tapi, lagi-lagi ia harus di pukul mundur oleh kenyataan bahwa ia tak akan pernah merasakan hal indah seperti itu.

Apa itu kebahagiaan? Selama ia hidup, hanya lukalah yang mendewasakannya.

Nataya menghembuskan nafas kasar lalu menghampiri Bram dan Naraya, kembarnya.

"Ayah pulang cepet ya, hari ini? " tanyanya.

"Iya."

"Kenapa?" ia kembali bertanya.

Bram terus memandang Nara tanpa melihat sedikitpun kearah Nata. Diperlakukan seperti itu sudah hal biasa baginya.

Tapi...perasaan juga tidak bisa berbohong bahwa itu tetap sakit.

Bram menatap wajah Nara tanpa berkedip. "Ayah rindu Nara" jawabnya seraya mengukir senyum di wajahnya.

Mendengar jawaban dari Bram, Nataya mengangguk paham. 'Naraya lagi, lagi, dan lagi. Kapan baru Nataya?' gumamnya.

"Nata, ganti baju kamu!" titah Soraya.

"Siap bundaa."

Tak mau menunggu teguran dari Bundanya lagi, Nataya kemudian bergegas mengganti seragamnya di kamar.

Rumahnya terdiri dari dua lantai, kamar Nataya berada di lantai atas berdekatan dengan kamar Naraya.

Setelah ia mengganti pakaian, dan melaksanakan sholat. Nataya kembali ke meja makan untuk mengisi perutnya yang sudah lama bersuara. di sana masih ada Orang tuanya dan Naraya yang sedang berbincang seru.

Ah seperti keluarga yang sempurna.

"Bunda gak masak hari ini? " tanya Nata menatap kosong meja makan.

"Ayah kamu beli bakso," jawab Sora sambil menyisir rambut Nara yang sedikit berantakan.

Mata Nataya seketika berbinar ketika menangkap beberapa kantong plastik di atas kulkas.

Ia sangat menyukai makanan yang satu itu. Selain bakso, ia juga sangat menyukai permen.

Ia lalu mengambil kantong tersebut. Bahunya menyorot lesu, wajahnya menampakkan raut kekecewaan. "Cuma ada tiga bungkus?" tanya Nataya yang hanya di balas anggukan dari Soraya.

"Trus,makanan buat Nata?"

"Makan sisa semalam."

Nataya menunduk. "Udah basi bunda... "

"JANGAN MANJA!" ucap Soraya meninggikan suara.

Bentakan dari Soraya membuat Nataya kaget dan sesak. Ada trauma tersendiri baginya.

Baru saja ia melangkah pergi, sebuah tangan menyentuh ujung bajunya, yang membuat langkah gadis itu terhenti.

"Nata..." panggil Nara lembut.

"Iya?" beo Nata sebisa mungkin menahan isak tangis.

"Ayo makan berdua, aku tau kamu sangat suka bakso." tawar Nara yang hanya memandang lurus ke depan.

"Serius Nar? " matanya kembali berbinar.

Dengan senyum yang mengembang, Naraya kemudian mengaggukkan kepala pelan.

"YEAYYY! maacii Naraa!!" riang Nata.

Nara memang selalu menjadi malaikat jika seisi rumah membencinya. Ia juga salah satu alasan Nata untuk tetap hidup.

Jika ia tidak ada, lalu siapa lagi yang akan menjadi mata buat Nara?

Dengan raut wajah yang senang, Nata kembali menarik kursi yang ia duduki tadi, lalu mendekat kesamping Nara untuk menyantap makanan bersama.

Ketika satu suapan siap di masukkan kemulutnya, tiba-tiba....

Brakk!!

Soraya memukul keras meja membuat semua orang diam ketakutan. Terutama Nataya.

"NATA!" bentaknya.

Nata melihat tatapan Soraya kepadanya. Bukan, bukan tatapan seorang ibu kepada anaknya. Melainkan tatapan harimau yang siap menerkam mangsanya. Sudah dapat ia pastikan kalau Soraya sangat marah kepadanya.

Apakah semarah itu hanya karena Nara berbagi makanan kepadanya?

Perlahan, Nata menaruh kembali sendok yang hampir masuk kedalam mulutnya. Matanya menatap sendu makanan itu. 'Yah, gak jadi makan bakso deh... ' ia lalu menatap wajah Soraya.

"Maaf Bun---"

Plakk

Satu tamparan berhasil dilayangkan di pipi Nataya. Membuat kepala gadis itu menoleh ke samping, pipinya terasa panas dan perih. Sebisa mungkin ia menahan tangis, tapi akhirnya cairan bening itu pun lolos keluar dari netra hitamnya.

Bukan karena sakit dari tamparan itu, tetapi rasa sakit di dalam batinnya yang tak bisa ia tahan pedihnya.

Tidak sampai di situ, Soraya kemudian manarik kasar tubuh Nataya lalu melemparnya kedalam gudang dan memukul tubuh kecil itu tanpa dosa.

Nata hanya menatap wanita paruh baya itu memohon. "Bunda...luka yang kemarin belum sembuh."

Alih-alih berhenti, Soraya semakin menatapnya tajam.

Belum puas dengan itu, Soraya pun menyiraminya dengan air kotor, menyeratnya seperti pel lantai ke dalam toilet, dan sesekali menenggelamkan kepala putrinya di dalam bak mandi.

Jeritan tangis, permohonan, bahkan Nataya mencium kakinya pun masih tak ada rasa kasihan bagi Soraya untuknya.

Rasa amarahnya membuat Soraya lupa bahwa ia adalah seorang ibu.

"Bundaa... Sssakitt"

"Nata... Ssesakkk" ucap Nata disela-sela siksaan Soraya.

"Ini hukuman buat kamu karena sudah berani membangkang perkataan bunda, Nata." ucap Soraya sebelum meninggalkan Nata yang masih duduk bersimpuh di dalam kamar mandi, baju yang sudah basah kuyup,mata yang memerah, dan bibir yang sudah membiru.

"Nata cape." ucap gadis itu sebelum semuanya menjadi gelap.

Bagaimana part ini?

Jangan lupa vote+komen yaa^^

Thank you guys<3

AIR MATA DARI SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang