26.) PENERIMAAN RAPORT

1.5K 122 2
                                    

Pada dasarnya, takdir Allah itu selalu baik. Walau terkadang, perlu air mata untuk menerimanya.
-Umar Bin Khattab

_____________

Ayahku, adalah luka pertamaku.
-Nataya
_____________

Seminggu sudah berita tentang kematian Guntur telah menggemparkan SMA Cakrabinaya. Dari kejadian itu, satu hal yang semua orang pelajari. Bahwa mereka harus berhati-hati terhadap orang yang selalu nampak ceria. Karena bisa saja, tawanya palsu, senyumnya menipu.

Sebuah luka yang dikemas rapih dalam bentuk gelak tawa. Di dalamnya, ia kerap kali mengadu tentang betapa sakitnya hidup ini.

Hari ini, SMA Cakrabinaya kembali dibuka setelah seminggu lamanya memberi libur untuk mengenang kematian Guntur Andara Aksa. Yang merupakan anak bungsu dari kepala sekolah tersebut. Anak yang dikenal periang, Biangkerok, dan sering mengundang amarah para Guru itu sudah tiada lagi. Kematiannya banyak menguras air mata, dan tanda tanya.

Setelah turun dari motor milik Dewa, Nata melihat banyak sekali orang tua murid yang berdatangan sembari tersenyum hangat ke anaknya. Ia lupa, hari ini adalah penerimaan raport. Pantas saja.

Dewa yang melihat kekasihnya itu menghembuskan napas kasar pun mengerti. "Tenang aja, cintaku. Kamu gak sendiri, kok. Aku juga gak bawa mamah. " ucapnya tersenyum sembari mengelus lembut kepala Nata.

"Harusnya kamu bawa mama Dera aja. Aku gapapa kok, beneran. " Nata memandang Dewa merasa bersalah.

ia memang tidak apa-apa, karena hal seperti itu sudah biasa baginya. Sejak SMP, Nata selalu menerima raport tanpa Wali. Ia selalu sendiri di saat teman sekolahnya memamerkan hasil raport mereka kepada orang tuanya. Setiap waktu itu, ia harus berusaha mengabaikan rasa sakitnya agar ia tidak menangis. Para Gurunya bahkan heran, karena Nata masih memiliki orangtua yang lengkap, tapi anak itu seperti yatim piatu.

Dewa menggenggam erat tangan Nata. "Sekarang, kamu ada aku. " ucap pria itu kemudian mengajak gadisnya berjalan menuju kelas.

Nata hanya tersenyum di setiap langkahnya. "Terimakasih. " sebutir air mata gadis itu jatuh tanpa Dewa ketahui.

"Assalamualaikum Nata, Dewa! " seorang wanita cantik dengan jilbab putih abu-abu di kepalanya itu menyapa dua sejoli yang sedang berjalan bergadengan di koridor sekolah.

Nata dan Dewa membalikkan badan dan menoleh ke arah sumber suara itu. Suara yang keduanya sangat kenali siapa pemiliknya.

"Waalaikumsalam... " Nata membulatkan matanya ketika melihat siapa sosok itu.

"Maa syaa Allah! Mona? Lo, pake jilbab? " Histeris Nata tak menyangka.

Mona memutar bola matanya malas. "Bukan. Ini gue pake susuk, Na. " Nata memang suka bertanya yang ia sendiri sudah tahu jawabannya. Dan Mona adalah tipekal orang yang gampang emosi. Perpaduan yang pas memang.

Nata kemudian memutar-mutar tubuh Mona seperti gasing. Memastikan bahwa itu benar-benar Mona, temannya. Ia juga menepuk-nepuk pipinya memastikan ia tidak bermimpi. Dan kemudian memeluk Mona terharu dan bangga. Ia bahkan ingin menangis rasanya.

"Gimana? Gue cantik gak pake jilbab? " tanya Mona dengan tatapan yang berbinar.

Nata tersenyum lalu menjawab. "Cantik banget Monaa! Gue sampai gak ngenalin lu tadi! Ihh kok bisa cantik banget sii? " lebay Nata gemas sendiri.

Mona tersipu malu menahan salting akibat pujian Nata yang berlebihan menurutnya.

Nata tidak bohong ataupun melebih-lebihkan. Mona memang terlihat sangat cantik tanpa make up, dan wajahnya yang bercampur Arab itu semakin cocok jika dibungkusi hijab. Orang-orang bahkan memandang Mona terpesona dan takjub. Bahkan sudah ada yang ingin mengajaknya berta'aruf.

AIR MATA DARI SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang