13.) PERTENGKARAN

2.4K 235 270
                                    

Aneh itu, pas kita lagi bahagia, ada saja kesedihan yang datang. Ini saya memang tidak pantas bahagia, atau gimana?

___~~____

Haii

•Happy reading•
-
-
-

"Dasar brengsek!"

"Pergi kamu!"

"Kau yang seharusnya pergi!"

"INI RUMAH SAYA!"

Bram mendekati istrinya, Soraya. Lalu mendorong tubuh wanita itu hingga membentur tembok dengan keras.

"Akhhh! sakit, sialan!"

Bram kemudian mencekiknya hingga ia kesulitan bernafas. "Saya suamimu Sora!" ucap Bram tambah emosi. "Kau seharusnya bisa menghargaiku!" sambungnya kemudian melepas tangannya dari leher Soraya kasar hingga kepala wanita itu menoleh ke samping dengan nafas yang tak beraturan.

"Kau, tidak pantas di sebut suami!" lawannya penuh penekanan yang membuat Bram semakin di butakan oleh amarah.

Di atas sana, Nataya yang baru saja mengistirahatkan tubuh setelah seharian dengan Dewa, kaget mendengar keributan di bawah sana. Sudah dipastikan bahwa itu adalah Orangtuanya. Memangnya siapa lagi?

Gadis itu bergegas ingin melerai keributan keduanya. Karena, ketika mereka bertengkar, Soraya akan di siksa oleh Bram. Hal itu membuat Nata tidak tega. Meskipun, ia sendiri takut dan harus melawan traumanya.
Tapi tak apa, ia akan melakukan apa saja untuk melindungi Bundanya.

Ketika ia ingin melangkah menuruni tangga, suara tongkat Nara berbunyi. Tongkat yang terbuat dari besi itu Nara gunakan untuk berjalan sendiri mengenali tiap-tiap benda disekitarnya.

"Nata... di bawah ada apa?" tanyanya berusaha mendekat ke arah Nata. Tangannya yang menerpa-nerpa angin, pandangannya menatap kosong ke depan, dan tongkat di tangan kanannya yang selalu setia menemani. "Mereka, bertengkar lagi ya?"

Nata segera menghampiri kembarannya. Dengan cepat, ia memegang kedua bahu Nara supaya gadis itu menghentikan langkahnya.

"Lo masuk kamar aja ya? tidur gih, udah malam banget ini. Besok kan, lo sekolah." bukannya menjawab, Nata malah menyuruhnya untuk tidur.

"Tapi, di bawah itu ada apa?" tanyanya kembali.

"Bukan apa-apa kok. Suara televisi,mungkin. Ayah kalau nonton tv, suka lupa matiin hehe" Nata menyengir.

Nara hanya menghembuskan napas pasrah. Nata memang ahli dalam berbohong. Jelas sekali itu suara keributan Orangtuanya. 'aku cuma buta, Nara. Bukan tuli.'

"Sini gue anter ke kamar," Nata kemudian merangkul tangan Nara. Menuntunnya berjalan ke kamar.

Setelah merebahkan tubuh gadis itu, Nata kemudian menyelimutinya agar Nara tidak kedinginan.

"Nar, maafin gue udah ngebentak lo kemarin lalu ya?" ucapnya merasa bersalah. Semarah apapun ia, seharusnya Nata selalu menjaga omongannya agar Nara tidak sakit hati. Bukan keinginan Nara juga untuk terlahir dengan mata yang tidak bisa melihat.

AIR MATA DARI SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang