33.) RAHASIA

1.7K 116 8
                                    

Dulu, rasamu seperti hujan deras. Sangat deras. Namun, aku lupa bahwa sederas-derasnya hujan, ia akan reda.
____________________

"Assalamualaikum...bundaa Nata pulang!" Teriak gadis itu setelah membuka pintu rumahnya.

Di ruang tamu sudah ada Bram yang sedang sibuk dengan laptopnya, dan Soraya yang menghiasi kuku-kuku di jari tangannya.

"Waalaikumsalam..." respon Bram dan juga Soraya bersamaan.

Nata kemudian berjalan menuju tangga untuk sampai ke kamarnya. Di sekolah cukup melelahkan untuknya sehingga ingin cepat mengistirahatkan tubuhnya.

"Nara mana?" tanya Soraya yang berhasil menghentikan langkah Nata.

Gadis itu membalikkan badannya. "Nara belum pulang? Nata kira bunda sudah menjemputnya."

"Kamu tidak ingat apa kata bunda? Setiap pulang sekolah kamu harus ke sekolah Nara untuk mastiin dia sudah pulang atau tidak!" tekan Soraya dengan nada bicara yang sedikit meninggi.

"Ma--af bunda, Nata lupa. Kan biasanya juga dijemput."

"Diam kamu! Sekarang, pergi dan susul Nara di sekolah. Cepat!" Bentak Soraya emosi takut Nara kenapa-kenapa.

Nata segera berlari membuka pintu untuk mencari kembarannya. Ia tidak ingin lagi kejadian kemarin lalu terjadi kepada Nara.
Setelah sampai di depan pintu, Nata menahan langkah kakinya ketika melihat Nara pulang dalam keadaan mengenaskan. Wajahnya yang sudah dipenuhi darah segar telah mengalir banyak hingga menodai seragamnya.

Nara tersenyum, kemudian menghamburkan tubuhnya ke pelukan Nata. Detik itu juga ia kehilangan kesadarannya.

Soraya dan Bram dengan cepat melarikan putrinya ke rumah sakit. Dan Nata? Gadis itu tidak mampu bersuara. Hanya air matanya yang terus mengalir tanpa henti.

🦋🦋

"Tidak ada luka yang serius, hanya sobekan kecil di kepalanya. Dia akan cepat sadar,jadi tidak perlu khawatir." ucap seorang Dokter yang telah menangani Naraya.

"Beneran,Dok? Tapi darahnya banyak sekali."  beo Nata cemas.

Wanita paruh baya itu tersenyum hangat, mengerti akan ke khawatiran Nata saat ini.

"Yang luka itu kepalanya, jadi wajar mengeluarkan darah yang banyak walau hanya sobekan kecil. Tapi tidak apa-apa,kok."

Nata menghembuskan napas lega. "Syukurlah...makasi banyak Dok." Ucapnya tersenyum lebar yang hanya dibalas anggukan dari Sang empunya.

Setelah Nara tersadar, ia meminta untuk dipulangkan saja. Karena ia tidak suka bau rumah sakit. Walau Nata terus memaksanya untuk tetap tinggal, apa dirinya boleh buat. Tetap saja Nata akan mengalah.

"Nar, ceritain kenapa kamu jadi begini." ucap Nata ketika berada dalam taxi.

Kepala Nara yang masih dibaluti perban putih itu perlahan menoleh ke arah sumber suara yang mengajaknya berbicara.

"Ohh ini, tadi pas jalan pulang aku diserempet motor, hehe." jawabnya seraya menunjukan barisan giginya.

"Tadi aku udah coba teriak tolong. Tapi mungkin gada yang dengar karena jalannya sepi. Ya, sengaja sih aku pilih jalanan yang kurang kendaraan biar gampang jalannya. Alih-alih nolongin aku, orang yang nyerempet aja langsung kabur. Aku pikir darahnya tidak sebanyak itu, jadi tetap jalan ke rumah walau agak pusing." Jelasnya.

Air mata Nata lolos begitu saja setelah mendengar penjelasan dari kembarnya itu. "Udah aku bilangin, kalau belum ada yang jemput jangan beraniin pulang sendiri. Kamu dengerin aku bisa ga sih Nar!" Nata terisak.

AIR MATA DARI SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang