Aku adalah aksara tanpa makna, dan kamu adalah metafora yang fana. Layaknya bagaskara dan bentala,kita adalah dua atma yang tak diizinkan semesta untuk bersama.
_____________________
______________Nara mengernyitkan dahinya setelah mendengar nama yang dipanggil ayahnya tadi. "Anjani? Jadi,dokter ini adalah ibu kandungnya Nata?" Batinnya.
Mona dan Kelvin memandang satu sama lain. Mereka tidak mengerti mengapa Bram mengenali dokter yang ada di depannya ini.
Anjani tersenyum haru ketika takdir mempertemukan ia dengan Bram. "Selama ini aku berusaha mencari kalian, Mas. Setelah kembali ke Indonesia, aku langsung mengunjungi rumahmu yang dulu. Namun, bukan kalian lagi yang menempatinya."
Bram mengingat-ingat rumahnya yang beberapa tahun lalu ia jualkan ke orang lain dan membeli rumah baru yang berdekatan dengan tempat kerjanya. "Maaf tidak memberitahumu soal itu. Saya benar-benar sudah lama kehilangan kontakmu, Anjani."
"Tak apa mas, salahku juga yang saat itu sengaja menghilang untuk sementara waktu." Ucapnya sangat merasa bersalah. Namun tak ada jalan lain selain itu untuk menyembuhkan traumanya sendiri dari kejadian yang menimpanya.
Anjani kemudian memandangi gadis yang ada di dekat Bram. Sedangkan Bram yang mengerti tatapan itu langsung memegang kedua pundak putrinya. "Ini Naraya, anakku dan Sora." Ucap Bram langsung.
Nara kemudian membungkukkan badannya dengan rasa hormat. Melihat itu, Anjani membalas dengan mengusap lembut kepala Nara. Tanpa ia bertanya pun, sudah pasti ia tau bahwa Nara tidak bisa melihat.
"Anakku di mana, Mas? Kenapa kalian ada di sini? Memangnya siapa yang sakit?" Tanya Anjani cemas. Berusaha menyingkirkan pikiran-pikiran bodoh yang ada di dalam otaknya.
Bram terdiam beberapa saat. Begitupun dengan Nara.
"Tolong kasi tau aku, siapa anak yang sakit itu?!" Ia mengguncang tubuh Bram yang diam tak mengeluarkan suara apapun.Tak dapat Anjani tahan, kini air matanya bercucuran membasahi kedua pipinya.
"Dia, Nataya, anakmu." Anjani langsung terkulai lemas mendengar jawaban yang keluar dari mulut Bram.
Mona dan juga Kelvin saling memandang bingung. "Anak?" Bisik mereka.
Anjani kehabisan energi sehingga kakinya tak dapat menopang tubuhnya lagi. Ia duduk bersimpuh di lantai.
"Jadi, anak yang setiap minggu periksa ke saya itu adalah anakku sendiri?" Ia terisak. Membayangkan betapa malangnya nasib anak yang ia tinggalkan sejak lahir itu.
Di balik tembok itu, ada Nata yang sudah sejak tadi mendengarkan semua suara-suara yang membuat hatinya menjadi...entahlah. Nata pun saat ini bingung, hatinya terasa sesak namun tak menyangka juga bahwa seorang dokter yang akhir-akhir ini sering ia temui adalah ibu kandungnya sendiri.
"Jadi, semua ini tidak bohong? Ternyata memang gue bukan anak bunda..." Desisnya sembari memegang dadanya yang sesak. Ia kira waktu itu Soraya dan Bram berbohong, ia kira waktu itu Soraya hanya sangat marah kepadanya. Tapi ternyata semuanya itu memang nyata.
Anjani berdiri, dengan cepat ia membuka pintu ruangan milik Nata dirawat. Setelah pintu terbuka, Anjani melihat putrinya duduk di lantai memegang lututnya. Nataya menangis terisak-isak di dalamnya.
Anjani dengan cepat menghampiri dan membawa Nata ke dekapannya. "Maafkan ibu sudah meninggalkanmu, Nak. Maaf karena telah gagal menjadi ibu yang baik. Kau pasti sangat menderita, ya?" Pilu Anjani tak kuasa menahan isak tangisnya.
Dengan hangat dan penuh kelembutan, ia terus mencium kepala Nata tanpa henti. Sedangkan Nata? Anak itu hanya bisa menangis. Mengeluarkan semua jerit tangisnya kepada ibunya. Dengan tangisnya ia menyampaikan bahwa ia sangat menderita hidup tanpa sentuhannya selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
AIR MATA DARI SEMESTA
Teen Fiction"Aku yang berdarah, dia yang kau rawat dengan cinta. Mengapa?" 🦋🦋 "Nata selalu ingin menjadi Nara, agar bunda dan ayah lihat." Start------->30 september 2021