Malam yang Istimewa

3.5K 332 58
                                    


Saya masih belajar menulis dengan baik dan benar. Bila ada salah kata, salah logika, typo, dan semacamnya, mohon dimaklumi. Gaya tulisan ini pendek-pendek, entahlah saya belum bisa merangkai kata seapik penulis yang lebih pro. Terima kasih untuk kalian yang setia membaca kisah KakaSaku saya yang absurd.

Rate : Mature content, seks eksplisit 6 dari 10. Saya membuatnya seminimal mungkin, sih. Untuk pembaca di bawah umur, bijaklah memilih bacaan yang mengandung konten kipas-kipas! Kalian sudah diperingatkan sejak awal! Bila adegan kipas-kipas berlebihan, silakan tinggalkan jejak komentar agar saya evaluasi dan revisi secepatnya. Empat ribu kata ditulis dua jam terakhir tanpa pengendapan, adegan terlalu berlebihan gak sih? Pengen nangis rasanya. Bila suatu saat saya menghapus chapter ini, mohon maaf ya!

***

Kakashi memandang sochu yang diberikan Kenji tanpa gairah, sedangkan Naruto sudah menghabiskan dua cangkir. Melirik pada penguasa Kyuubi yang mulai teler di atas meja jamuan, ia menggelengkan kepala.

"Aku ingin kau membawa pedang kusanagi itu, Kakashi-san," ujar Kenji tiba-tiba.

Kakashi hanya tersenyum samar. "Pedang itu diwariskan untukmu, Kenji-san. Mendiang Tetsuo-sama akan kecewa bila kau tidak mau menyimpannya."

Kenji tersenyum sedih, lalu menyulangkan secangkir sochu pada Kakashi. Laki-laki itu menyesap cangkirnya sendiri. Ia bukan tipe peminum, tapi bukan berarti mudah teler seperti Naruto. Ketahanan tubuh seorang ninja elit tidak perlu diragukan, bahkan ia bisa menghabiskan bercangkir-cangkir sochu dengan memastikan pikiran tetap waras. Namun, ia selalu menghindari kondisi itu. Antisipasi diri lebih baik, alih-alih kewarasannya menghilang hingga menciptakan masalah.

Kakashi tidak pernah menempatkan diri dalam masalah, tapi acap masalah yang selalu mengelilingi dirinya.

"Di mana Sakura-chan?" tanya Naruto dengan pandangan menyelidik ke seluruh penjuru.

Ino menyenggol lengan lelaki berambut kuning itu. "Diamlah, Naruto! Sakura akan muncul sebentar lagi."

Benar apa yang dikatakan Ino sebab Sakura muncul semenit kemudian dari balik pintu aula. Wajah gadis itu terlihat lebih pucat meski Kakashi bisa melihat ada sapuan lipstik warna merah di bibirnya. Sakura tidak pernah memakai make up, Kakashi tidak pernah melihat gadis itu memakai riasan, kecuali momen pernikahan mereka beberapa waktu lalu. Sapuan sederhana malah membuat gadis itu tampak lebih cantik dari biasanya.

"Akhirnya kau datang juga, Jidat," komentar Ino begitu si gadis mendudukkan diri di dekatnya.

"Aku sudah bilang kalau tidak perlu menungguku, 'kan?"

Ino hanya nyengir, sedangkan Sakura membungkukkan tubuh sedikit sebagai penghormatan pada Kenji yang sudah dilantik sebagai pemimpin yang baru. Acara jamuan sudah dimulai beberapa waktu lalu, Sakura memang datang terlambat sebab ia terlalu sibuk menenangkan degup jantungnya yang tidak keruan. Sejak ia memutuskan untuk menuntaskan misi akhir dari Tsunade di pinggiran danau tadi, ia berusaha tidak menatap Kakashi sampai mereka bertemu pada waktu yang tepat.

Ino mengulurkan cangkir sochu pada Sakura sebagai kode. Seringai tipis muncul di wajah Ino yang membuat Sakura mengernyitkan dahi. Ia membaui aroma sochu itu yang tampak nikmat. Bukan berarti ia terlalu naïf, tapi sochu memiliki tingkat alkohol yang lebih tinggi daripada sake. Sungguh, ia harus mempertahankan otaknya tetap berpikir jernih dibandingkan mabuk, bila ia ingin berhasil menjalankan misi terakhir dari Tsunade.

Sedikit sochu langsung mengalir ke tenggorokan Sakura yang mulai terasa panas sehingga gadis itu menjauhkan cangkir sochu. Mereka semua minum dan makan dengan tenang, sesekali berbincang-bincang tentang proses renovasi kuil yang masih berjalan, bahkan Kenji meminta tim Kakashi untuk tinggal lebih lama. Tanpa mengurangi rasa hormat, Kakashi menolaknya dengan sopan. Bagaimanapun misi mereka membawa batu giok tidak berhasil, Tsunade akan marah besar bila mereka tidak kembali lebih cepat.

BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang