Semangkuk Rasa

2K 244 62
                                    


Tirai di kamar penginapan itu sudah usang, Sakura menyibaknya pelan agar tidak sobek. Cahaya matahari langsung masuk membuat orang yang berada di belakang gadis itu berjengit sedikit.

"Aku tidak bisa membayangkan manusia bisa betah berada di tempat gelap terus menerus. Udara di kamar ini akan membunuhmu bila kau enggan membuka jendela."

Sasuke mendengarkan, tapi laki-laki yang memakai penutup kepala hitam itu tidak tertarik untuk menyahut. Dibiarkannya Sakura bergerak membuka jendela, lalu ia bisa mendengar langkah gadis itu mendekat. Kira-kira setengah meter dari ranjang, kaki Sakura berhenti.

"Aku tidak tahu sejak kapan Sasuke berubah menjadi orang yang sangat menyebalkan. Suka memerintah, sok bos."

Telinga Sasuke bergerak mendengar ocehan Sakura yang sengaja memancing keributan di pagi hari.

"Kau datang untuk mengobati, bukan mengoceh," tukas Sasuke bosan.

"Cuaca di luar tampak cerah. Kau harus keluar untuk mendapatkan sinar matahari. Berbaring terlalu lama akan membuatmu tidak sehat. Selain itu, kita bisa mencoba apakah penglihatanmu cukup responsif dengan sinar matahari di luar."

"Hnn."

Sakura menghela napas panjang, bergerak hendak meninggalkan Sasuke sampai ia bisa merasakan ada gerakan di atas ranjang. Laki-laki itu meraba sekitar, mencari pegangan. Melihat Sasuke yang bergerak mencari jalan keluar, ia tidak tega. Tentu ia memilih mengalah, mengalah pada empati. Ia bergerak mendekat ke arah laki-laki itu, menyentuh pergelangan tangan Sasuke yang besar dan menempelkannya di pundak sebelah kanan. Ia membiarkan laki-laki itu berada tiga puluh senti di belakang tubuh. Harapannya hanya satu, semoga Sasuke tidak mendengar detak jantung yang mulai menggila. Bagaimanapun ia masih belum bisa beradaptasi dengan keberadaan laki-laki itu. Meski rasa itu tidak sebesar dulu, tapi berada lebih dekat dengan Sasuke mampu meradiasi suhu di sekitar menjadi panas. Membuat wajahnya acap berubah semu kemerahan.

"Berpeganglah pada pundakku!" perintahnya.

Tentu ada sedikit rasa senang sebab ia bisa memerintah Sasuke sekarang. Laki-laki yang terkesan dingin, sombong dan tidak berperasaan itu akan mengikuti perintahnya untuk sementara. Meski ia tidak yakin bahwa Sasuke akan membiarkan ia tetap hidup setelah penglihatannya sembuh total.

Mereka keluar kamar dengan hati-hati hingga Sakura berhenti di tangga teratas. Ia sedikit menoleh saat berkata, "Kita akan menuruni tangga, maka berhati-hatilah!"

"Hn."

Satu, dua, tiga, masih baik-baik saja hingga kaki Sakura agak tergelincir di undakan tangga keempat. Ia nyaris jatuh kalau tangan kanan Sasuke yang berada di pundak tidak segera menarik tubuhnya. Begitu dekat sampai tubuh itu menempel di dada bidang Sasuke, Sakura sangat terkejut sampai tangan yang memegang tangga kayu itu bergetar hebat. Bukan karena kedekatan mereka yang meradiasi, tetapi ia benar-benar hilang akal. Ia nyaris mengalami hal yang paling mengerikan. Ada belasan tangga yang bisa membuatnya keguguran bila benar-benar jatuh.

"Kau baik-baik saja?" bisik Sasuke sehalus beledu di ujung telinga kanan.

Entah perasaannya saja atau benar-benar terjadi, ia yakin Sasuke mengidu aroma rambutnya tadi. Mungkin ia terlalu besar rasa sebab kedekatan mereka yang tidak sengaja tercipta karena insiden kecil itu.

"Maafkan aku. Aku akan lebih berhati-hati," ujar Sakura bergerak lagi.

Tentu tidak ingin mengulang kesalahan kedua kali, Sakura bergerak pelan sekali. Menapak satu tangga ke tangga lain sampai mereka berada di lantai satu. Ia menghembuskan napas lega sekali.

"Sasuke," kata Juugo begitu melihat kehadiran dua orang itu di lantai satu.

"Sasuke!" pekik Karin yang langsung meninggalkan area dapur dan bergerak mendekat, menyerobot posisi Sakura yang berada di depan laki-laki itu.

BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang