Akhirnya pilihan saya jatuh pada Umino Iruka dengan pertimbangan ia belum pernah ada dalam cerita KakaSaku. Selain itu, saya butuh tokoh pendukung yang memiliki umur diatas Sakura. Iruka lebih muda dari Kakashi, 'kan? Cocoklah. Genma Shiranui oke sih, tapi ia bakal lebih banyak lawak sebab saya masih ingat karakternya yang tukang kompor di Scandal. Ditulis sebentar saja, kalau ada typo bisa di-noted ya!
***
Kakashi tiba di depan pintu saat gadis itu berencana makan siang bersama Ino. Ia terkesiap, kemudian memundurkan tubuh ke belakang.
"Apakah kita ada janji bertemu, Sen—Kakashi?" tanya Sakura menjauhkan kata sensei itu lagi.
Kakashi melambaikan tangan. "Aku baru saja dari tempat Shizune dan ia bilang bahwa aku harus bertemu dengan dokter yang bertanggungjawab dengan operasi ini langsung."
Alis Sakura berkumpul di tengah, lalu menghela napas panjang. "Operasi?"
Kakashi melenggang masuk lebih dulu, kemudian duduk di kursi depan meja Sakura. Tidak ingin memperkeruh suasana, Sakura kembali menutup pintu sembari menenangkan degup jantung yang terasa meningkat. Sudah dua hari ia tidak bertemu Kakashi sejak mereka membicarakan beberapa hal di kedai dekat perbatasan. Kesibukan kembali ke rumah sakit menyita perhatian sehingga ia melupakan kesepakatan dengan Kakashi. Memang ia sempat bertemu Shizune dan mendiskusikan rencana vasektomi jounin elit, kemudian ia masih bisa mendengar pesan Tsunade untuk membujuk Kakashi dengan narasi persuasif agar laki-laki itu membatalkan rencana.
Menatap Kakashi yang duduk santai di kursi pasien yang acap berdiskusi dengannya, Sakura ragu kalau pembicaraan mereka akan membuahkan hasil. Ditatapnya laki-laki itu sejenak, kemudian ia mengalihkan perhatian pada lemari berisi dokumen penting di pojok ruangan.
"Hmm ..., aku sudah bilang pada Shizune-senpai bahwa ia yang akan menanganimu, Kakashi."
Kakashi berdecak. "Apa pelayanan rumah sakit Konoha sudah berubah? Suka melempar pasien seperti bola pingpong?"
Sakura ikut berdecak. Mengumpat kesal pada sang senpai yang membuat Kakashi mendatangi kantornya pada jam makan siang. Bukankah ia bilang pada Shizune bahwa ia tidak ingin menangani vasektomi Kakashi. Perut yang kelaparan tidak lagi membuat ia tertarik menyentuh makanan bila teringat apa yang terjadi di Takigakure. Mungkinkah malam itu terjadi sesuatu? Ia bisa merasakan nyeri, tapi ada yang lebih menyakitkan daripada kenyataan bahwa ia tidak bisa mengingat malam itu dengan kesadaran penuh. Sial!
"Baiklah. Kita akan mendiskusikan masalah ini sekali lagi. Aku perlu menanyakan keseriusanmu untuk melakukan prosedur vasektomi ini."
"Kan, aku sudah mengatakan kebenaran sejak sebulan lalu atau lebih?"
Sakura menunduk. "Bahwa kamu butuh seks, bukan istri dan anak. Aku masih mengingatnya dengan baik."
Kakashi tertawa, tapi Sakura bisa merasakan ada nada canggung dalam tawa itu. Mungkinkah laki-laki itu mulai meragu? Sudah saatnya mengeluarkan jurus jitu persuasif seperti perintah Tsunade. Ia memandang Kakashi dengan bola mata giok hijau yang penuh empati. Berusaha menawarkan solusi terbaik untuk kesehatan sang pasien. Itu tugas utamanya.
"Sekali lagi, vasektomi merupakan metode kontrasepsi yang bersifat permanen. Sterilisasi."
"Itu artinya aku tidak akan pernah memiliki anak, bukan?"
Sakura memandang bola mata sekelam malam milik Kakashi. Membuatnya terpaku sejenak pada keindahan bola mata itu sebelum menyadari bahwa ia tidak boleh tertipu. Ia harus meyakinkan Kakashi untuk tidak melakukan prosedur sterilisasi ini. Ia harus ingat bahwa laki-laki itu merupakan salah satu penerus terakhir klan Hatake yang ada di Konohagakure. Bila Kakashi tidak menikah atau setidaknya memiliki anak dengan siapa pun, maka desa kehilangan klan yang paling kuat selain Hyuuga, kecuali Uchiha ikut dihitung menilik Sasuke telah dicap sebagai pengkhianat Konoha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue
FanfictionSaat Hatake Kakashi menolak perintah pernikahan dari Godaime, Sakura harus mencari cara agar pria itu mau memberikan sperma demi kelangsungan klan Hatake. Berawal dari pil biru pemberian Tsunade, Sakura harus menerima imbasnya. Rate M +18