Pulang

1.6K 176 110
                                    


Jika suatu saat kalian menemukan kata-kata, ide atau bahasa yang sama dari semua fanfic saya di platform lain, bisa jadi emang saya yang menulisnya. Saya menulis di banyak platform yang sebagian discontinue, sebagian tamat dengan banyak nama pena. :D

Oh ya, Blue terasa agak hambar tidak, ya? Terkadang otak saya menjadi macet menulis model angst kayak gini. Suatu saat nanti, saya berharap bisa menulis cerita romcom KakaSaku kayak Scandal yang lebih ringan dan banyak humor biar kepala nggak pusing. Fix, enam chapter lagi selesai (sudah saya buat scene per scene sampai selesai, semoga tidak ada perubahan}. Masih serius mempertimbangkan sad ending atau happy ending. Kita lihat saja nanti.

Btw, selamat menikmati akhir tahun, ya. Semoga tahun depan kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik. See you next year.

***

Taki selalu mendung sehingga sulit menemukan langit bersih seperti di Konoha. Lebih seiring arakan awan hitam menggantung di langit. Namun, malam itu tidak ada tanda-tanda hujan akan datang lagi. Mungkin langit ingin memberikan jeda pada bumi sehingga Sakura bisa mengawasi langit malam yang sempurna. Meski tidak ada gemerlap bintang seperti Konoha, tapi setidaknya ia bisa melihat bulan yang mengintip dari balik awan. Hanya terlihat separuh, seolah separuhnya hilang. Tidak baik-baik saja seperti hatinya, seandainya ia boleh berkata jujur.

Di sampingnya, Hatake Kakashi duduk dengan bahu yang tegang terlihat dari rahang kokoh pria itu yang mengeras, hela napas pendek yang ia hembuskan, kedua tangan yang bertautan di atas paha, dan pandangan lurus ke depan. Dengan sedikit keberanian yang Sakura miliki untuk melawan momen canggung sejak mereka menangis bersama di atas kano sore tadi, ia menyentuh pundak Kakashi lembut.

"Otot-ototmu kaku sekali," ucap Sakura membuat perhatian Kakashi teralihkan.

"Aku hanya ...," jeda Kakashi, mengangkat bahu singkat, hanya resah dan bingung.

"Oleh sebab itu, aku membuat ocha hangat tadi. Minumlah," tawar Sakura mengulurkan cangkir ocha pada Kakashi.

Lelaki itu menerimanya, lalu menyesap ocha hangat yang kini mengalir melalui tenggorokan. Ia tersenyum tipis mengiakan ucapan Sakura bahwa ia hanya perlu minum. Mungkin ia harus minum sake agar tidak sakit kepala, tapi ia butuh pikiran jernih untuk hari-hari kedepan.

"Saat ototmu terasa tegang, pijat chakra bisa membantumu lebih rileks. Sayang sekali, aku tidak bisa melakukannya sekarang," ujar Sakura yang memandang kedua tangan dengan sendu.

Ia berusaha menguarkan chakra medis berwarna hijau, tapi chakra yang keluar hanya berpendar sekali, tampak lemah kemudian lenyap.

"Maafkan aku," tambah Sakura lagi.

Kakashi meletakkan cangkir ocha di samping kiri, meraup oksigen lebih banyak dan mengembuskannya perlahan. Terasa berat di dalam dadanya. Mungkin chakra itu akan lenyap selamanya. Ia mengenyahkan pikiran itu. Menyadari bahwa ialah yang mungkin menyebabkan hal itu terjadi, rasanya ingin memukul sesuatu sampai berdarah.

"Apakah kau ingin makan sesuatu?" tanya Kakashi mencoba menghilangkan suasana sedih yang telah membuat suhu udara di antara mereka lenyap beberapa derajat. Dingin dan suram.

"Memangnya kenapa? Bukankah kita sudah makan malam tadi? Apa kau lapar lagi?" tanya Sakura balik yang membuat alis Kakashi terangkat.

Kakashi memandang bulan, kemudian mengalihkan pandangan pada Sakura yang menunggu jawaban.

"Kau pasti pernah menginginkan sesuatu selama mengandungnya, 'kan? Aku tidak begitu paham dengan ngidam atau semacamnya. Mungkin kau ingin makan dango, sushi, takoyaki, atau lain-lain. Aku akan mencarikannya."

BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang