Yamata meliukkan tujuh kepala yang lain, sedangkan kepala paling besar masih bergerak menghajar Kakashi tanpa ampun. Tak ingin menunggu lebih lama, Sakura sudah bergerak mendekat. Jaraknya hanya beberapa meter dari bunshin Kakashi yang bergerak pada masing-masing kepala. Ekor si naga berkelit menghantam siapa saja yang mencoba mendekat. Rasanya sulit untuk memotong ekor agar pedang Kusanagi kembali.
Meski agak pucat, Sakura mengumpulkan chakra di kedua kaki, lalu memijak air danau dengan cepat. Sekali lompatan saja, ia berhasil berada di udara yang sejajar dengan kepala Yamata. Bola mata naga itu berwarna semerah darah, lalu meluncurkan napas api yang bisa membakar apa saja, termasuk pagar pembatas di sekeliling danau. Tak ingin gegabah dan salah langkah, ia membuat dua bunshin tambahan untuk mengecoh kepala naga paling besar itu. Memberi waktu pada Kakashi yang asli untuk bergerak menuju ke bagian ekor yang gesit.
"Shannaro!" Tinju Sakura terkepal erat dan telah berisi chakra penuh, lalu ia hantamkan ke kepala naga paling besar dengan cepat. Seperti kilat, tak terbaca.
Darah muncrat dari mulut naga yang paling besar, jatuh ke danau dengan bunyi byur keras-keras. Cukup sulit mengendalikan delapan kepala yang ganas, Sakura paham sekali hal itu. Ia kurang perhitungan saat ekor naga dengan cepat menghantam lengan kanannya. Memukul mundur tubuhnya ke depan dengan cepat, hampir terkena semburan api dari kepala naga yang lain kalau Kakashi tidak sigap meloncat ke belakang tubuhnya. Menopangnya agar tidak jatuh ke dalam air.
"Sakura, kau tidak apa-apa?" Kilat mata Kakashi terlihat panik melihat bekas merah kehitaman di lengan kanan sang murid.
"Ekor itu bertanduk, seperti duri," balas Sakura berusaha menopang tubuhnya sendiri. Ia segera mengalirkan chakra medis ke bagian lengan yang terluka terkena sabetan ekor Yamata.
"Kita tidak bisa mengendalikan siluman itu dengan tenaga seperti ini, Kakashi," saran Sakura.
Kakashi mengangguk. "Aku tahu. Kuharap Pakkun bisa sampai ke Konoha lebih cepat. Setidaknya Hokage memiliki jutsu yang bisa mengantar bantuan dalam hitungan detik saja. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah menahan Yamata semaksimal mungkin."
Mata Sakura terbeliak, tapi ia memahami maksud Kakashi. Mereka hanya perlu bertarung sebaik mungkin. Berusaha mencegah Yamata membuat kerusakan yang lebih parah di sekitar kuil itu. Tekad api tampak di mata Sakura yang berwarna emerald, membuat Kakashi agak terpana.
Jika mereka mati konyol, ah ... ia tidak tahu. Bukankah seorang shinobi siap mati kapan saja? Apa yang ia takutkan? Mereka saling berpandangan sejenak, lalu menatap bunshin-bunshin yang berkutat dengan setiap kepala.
"Sakura ...," ujar Kakashi pelan, lalu menatap gadis yang belum genap berusia dua puluh tahun itu, "aku tidak menjamin kita akan selamat, tapi—"
"Sebagai ninja elit Konoha, kau pasti bisa menaklukkan misi ini," potong Sakura cepat.
"Aku—"
Biasanya Kakashi lebih suka memotong pembicaraan dengan Sakura yang bertele-tele, tapi gadis itu punya keberanian dua kali lipat sekarang.
"Kita akan kembali ke Konoha dengan selamat. "
Kakashi mengangguk. Sebagai mentor, ia akan melindungi muridnya. Ia akan melindungi Sakura, bahkan dengan nyawanya sekalipun.
***
Mengabaikan kekacauan yang ada di atas permukaan danau, dua orang laki-laki berusia lebih dari setengah abad berada puluhan meter dari permukaan danau. Tubuh mereka melayang di udara, seolah ada pijakan tak kasat mata yang menahan keduanya. Baik Tetsuo dan Yu, mata mereka sama-sama memicing.
"Kau tidak pernah berubah, Tetsuo."
"Ya, seharusnya aku berubah sejak dulu, Yu. Seharusnya aku mengubah persepsi bahwa orang yang jahat akan selalu menyimpan niat buruk meski hanya sebiji kacang pun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue
أدب الهواةSaat Hatake Kakashi menolak perintah pernikahan dari Godaime, Sakura harus mencari cara agar pria itu mau memberikan sperma demi kelangsungan klan Hatake. Berawal dari pil biru pemberian Tsunade, Sakura harus menerima imbasnya. Rate M +18