Sudah balik kerja, semoga dua ribu kata cukup mengobati rindu. Minus Kakashi di chap ini, biarkan ia menikmati kegalauannya dulu. Next chapter, bisa jadi ada tokoh baru yang nongol. Yeah, tokoh yang digandrungi ciwi-ciwi, Sasuke-kun bakal mampir dikitlah. See you next chapter yang entah kapan bakal up. :p
***
Musim gugur di Konoha sudah berlangsung sejak beberapa hari terakhir. Angin yang dingin membuat Sakura mengeratkan pakaian hangat yang membalut tubuh. Bila tidak memakai pakaian yang cukup tebal, ia bisa terserang mual dan muntah lagi. Sebenarnya, ia punya beberapa asumsi, tapi otaknya mencoba memberi sugesti yang lebih masuk akal. Kondisi tubuhnya kurang fit sehingga ia mungkin lebih mudah masuk angin. Ia mengeratkan syal yang diberikan Iruka kemarin dan berencana mengembalikan benda itu pada sang pemilik.
Begitu tiba di gedung akademi, Sakura menunggu kedatangan Iruka. Mereka tidak janjian sebelumnya sebab ia tidak sempat mengucapkan banyak kata semalam. Tubuhnya terlalu lemah, bahkan ia belum sempat mengucapkan terima kasih secara layak pada Iruka. Laki-laki itu mengantar sampai ke rumah, membuatkan teh dan membantunya istirahat. Meski ia menyadari ada kemungkinan Iruka mengharapkan lebih, tapi ia sangat menghargai sikap sang mantan guru akademi itu. Tidak ada istilah mencuri kesempatan dalam kesempitan. Pertemanan yang ditawarkan Iruka sangat murni. Demi menjaga profesionalitas sesama shinobi Konoha, mungkin begitu. Ia hanya perlu berpikir positif alih-alih sekadar besar rasa semata.
"Ohayou, Iruka-san," sapa Sakura begitu ia melihat Iruka datang dengan setumpuk buku di dekapan.
"Hai, ohayou, Sakura-chan. Ada sesuatu yang membawamu ke sini sepagi ini?" tanya Iruka yang mengernyit dalam.
Sakura tersenyum lembut. "Aku hanya ingin menemuimu untuk mengucapkan terima kasih atas bantuanmu semalam."
Iruka menautkan alis, lalu ia tertawa renyah. "Sesama shinobi harus saling membantu, 'kan?"
Sakura ikut tertular tawa itu. "Kau benar. Oh ya, kelas akan dimulai setengah jam lagi, tapi kau sudah datang. Benar-benar guru teladan, ya! Pantas Tsunade-sama mempromosikan dirimu sebagai kepala akademi yang baru."
Tawa Iruka terdengar canggung. Laki-laki yang memiliki bekas luka di hidung memperhatikan Sakura, lalu tersenyum tipis.
"Kau sudah sarapan?" tanya Iruka penuh harap.
Sebenarnya, Sakura belum sarapan. Namun, ia tidak ingin membuat Iruka terlambat mengajar bila mereka terpaksa sarapan. Setengah jam waktu yang cukup untuk sarapan, tapi ia tidak ingin mengambil risiko.
"Aku sudah sarapan, kok," dustanya.
"Oh, sayang sekali," balas Iruka yang tidak bisa menutupi rasa kecewa.
Sakura mengambil syal hijau dari dalam tas kecil yang ada di pinggang, lalu menyerahkannya pada Iruka yang tampak kaget.
"Terima kasih atas pinjaman syalmu kemarin. Aku kembalikan kepadamu."
Iruka menerima syal rajut warna hijau itu dengan senyum yang tampak kurang ikhlas. Ditatapnya syal hijau itu sekali lagi, lalu ia meletakkan buku di dekat pintu kelas. Tanpa aba-aba yang bisa diduga Sakura, laki-laki itu memasangkan syal di leher Sakura kembali. Membuat si gadis tampak kaget, tapi ia tidak memalingkan muka. Gerakan tangan Iruka yang berhenti sejenak di bahu membuat ia merasa kikuk. Tangan Iruka yang terasa hangat atau memang udara Konoha yang begitu dingin, ia tidak benar-benar mengerti. Ia masih berusaha tidak mendongak atau memandang ke sudut mana saja, asal tidak menatap wajah Iruka yang tampak lebih dekat. Rasa canggung dalam jarak yang tinggal sejengkal membuat jantungnya bertalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue
FanfictionSaat Hatake Kakashi menolak perintah pernikahan dari Godaime, Sakura harus mencari cara agar pria itu mau memberikan sperma demi kelangsungan klan Hatake. Berawal dari pil biru pemberian Tsunade, Sakura harus menerima imbasnya. Rate M +18