Batas yang Jelas

1.7K 256 50
                                    


Jadi, saya baru pindah rumah. Bukan rumah baru sih, rumah lama yang sudah dibangun sejak tahun 2014, kemudian baru bisa renovasi sekarang biar lebih layak huni. Seperti kehidupan tetangga baru pada umumnya, butuh waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Tinggal di kota bukan sesuatu yang menyenangkan sebab saya tipe orang yang suka sosialisasi. Padahal saya tinggal di kota kecil, bukan kota besar macam Jakarta, Bandung atau Surabaya.

Sebagai emak yang berstatus freelancer, saya selalu berada di rumah. Yes, kesepian. Yah, tetangga sibuk bekerja di luar sana, paling ketemu beberapa doang. Memang benar kata orang, semakin kita dewasa maka circle kita akan semakin kecil. Fokus kita sudah berubah tentang sekarang dan masa depan. Ya ampun, saya masih kepala tiga tapi merasa sudah tua banget.

Kalau tinggal di kampung, saya lebih bahagia. Bisa melihatb bukit, sawah, minimal lihat pohon-pohon hijau, bisa ternak ayam dan kambing sama sosialisasi yang cukup baik di pedesaan. Keluar dari zona nyaman, mungkin orang bilang begitu. Tinggal di kota bikin saya agak irit beberapa waktu belakangan. Air aja beli, 'kan? Hihihi. Sometimes saya berpikir, tidak aneh bila orang-orang yang tinggal di kota besar sudah hilang kepedulian dengan orang lain. Tetangga kiri kanan aja jarang saling sapa. Ini hanya ngomongin sebagian saja. Mungkin ada banyak orang yang peduli dengan sesama di luar sana, saya harap saya dan kalian termasuk ke dalam orang-orang itu, ya!

Selain itu, saya belum balik kerja. Jadi, masih punya banyak waktu luang. Rara baru masuk SD, belum ambil les tambahan. Daripada nganggur tidak ada kerjaan, saya update saja. Bisa jadi, saya bakal lama nongol lagi, 'kan? Melihat komen dan DM kalian cukup mengibur saya meski hanya dunia maya. Setidaknya saya merasa masih punya teman tidak terpengaruh sebagian komen yang agak menjengkelkan. Semoga kalian selalu sehat, bahagia dan semangat di mana pun berada. :D Abaikan curcol sialan ini.

***

"Kalian mau pergi?" tanya Kakashi basa-basi begitu ia tiba di hadapan Naruto dan Sakura.

Naruto tersenyum lebar. "Sebenarnya, kami mau melakukan perayaan kecil."

"Perayaan?" ulang Kakashi memandang Naruto penasaran, tapi Sakura bisa melihat ekor mata itu meliriknya sebentar tadi.

Senyum Naruto begitu menjengkelkan sampai Sakura bersumpah akan menghajarnya nanti. Seandainya ia bisa lenyap dari pertemuan tidak sengaja itu, maka ia mengeluh lagi. Meski ia cukup bersyukur melihat Naruto yang polos seperti biasa dan tidak memahami ada sikap canggung antara ia dan Kakashi.

"Yeah, aku lulus ujian jounin," ujar Naruto bersemangat.

"Baru tes teori, Naruto," koreksi Sakura yang memandang jalanan Konoha.

"Setidaknya aku sudah berhasil mengerjakan soal-soal membosankan itu. Tsunade-sama membisikkan sesuatu padaku," ujar Naruto sedikit menurunkan nada bicara, lalu memandang sekitar yang tampak aman dan melanjutkan, "ia akan meluluskanku pada tes praktik."

Sakura memandang Naruto dengan ekspresi sebal. "Kau tidak bisa berbuat curang dan aku percaya Tsunade-sama tidak akan pilih kasih dalam uji tes jounin."

Naruto menggelengkan kepala tidak setuju hingga suara Kakashi terdengar menengahi, "Naruto akan lulus ujian praktik, Sakura. Senior dikalangan shinobi akan meluluskannya dengan mudah. Bukan karena Naruto pernah menyelamatkan desa saat invasi pain waktu itu, tapi Naruto memang layak mendapatkannya. Ia memiliki kemampuan di atas rata-rata. Itu fakta."

Sakura memandang Kakashi untuk pertama kali, lalu menyadari bahwa mereka saling bertatapan, maka ia mengalihkan perhatian cepat-cepat. Kakashi sedikit mengedikkan bahu, kemudian memandang Naruto yang tampak lebih puas dari sebelumnya. Ada pembela, pasti begitu batinnya.

BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang