Sadness and Sorrow

1.5K 193 71
                                    



"Kakashi-sama, oi!"

Memang panggilan formal itu memakai honorific sebagai penghormatan, tapi Kakashi tahu betul hanya seorang Naruto yang bisa memanggilnya dengan nada tidak sopan macam itu. Meski sebenarnya ia juga tidak begitu peduli dengan aturan sopan santun seperti itu.

Ia membalikkan tubuh dan menyadari bahwa Naruto tidak sendirian sebab ada Iruka yang mendampingi. Sulit untuk mengatakan apakah Iruka ingin menyampaikan sesuatu atau tidak saat ia memperhatikan ekspresi tegang yang diperlihatkan juniornya itu.

"Apakah kau akan menjemput Sakura?" tanya Naruto tidak sabar.

Alis Kakashi mengernyit melihat sikap Naruto yang tidak berubah padahal mereka berada di tempat umum. Ya meski mereka ada di gerbang Desa Konoha dengan beberapa ANBU yang mengawal lawatan hokage, tetap saja Kakashi tidak ingin mendiskusikan masalah pribadi. Mengingat keinginan berkunjung ke Takigakure diluar agenda resmi, maka ia hanya mengangkat sebelah alis sebagai jawaban. Entah bagaimana informasi sepenting itu bisa bocor, diliriknya Tenzou yang pura-pura memandang langit biru Konoha. Dasar pengkhianat! Merasa tidak punya pilihan lain, Kakashi menganggukkan kepala. Setidaknya sikap Naruto lebih baik dibandingkan beberapa waktu lalu saat pria berambut kuning itu benar-benar ingin membunuhnya. Tentu bukan salah Naruto, semua adalah salahnya. Ia menghela napas panjang.

"Ini sesuatu yang tidak bisa kita diskusikan di sini, Naruto," peringatnya pada sang mantan murid itu.

"Sensei," ujar Naruto yang mengembalikan panggilan lama, mendekat pada Kakashi yang lebih tinggi darinya, "tolong ijinkan aku ikut denganmu. Aku ingin melihat Sakura-chan."

Kakashi menghela napas sebelum menyahut tegas, "Kau tahu bahwa jawabannya tidak akan berubah, Naruto. Kau masih tidak diizinkan keluar desa. Tenanglah, kau akan segera melihatnya kembali. Percayalah padaku!"

Bahkan dua kata terakhir terdengar agak asing di telinga Kakashi sendiri. Bagaimana ia bisa meminta Naruto percaya kepadanya setelah apa yang ia lakukan pada rekan setim mereka! Ya, ia memang bersalah. Namun, apa yang terjadi antara ia dan Sakura adalah sesuatu yang diluar rencana. Terlalu terlambat untuk menyesali apa yang telah terjadi, bukan?

Naruto memejamkan mata sebentar, mendengkus dan mendesah frustasi. Bagai terkurung dalam penjara, ia tetap akan berada di desa untuk waktu yang lama.

"Kalau begitu, kau harus segera membawa Sakura pulang. Aku sangat merindukannya."

Mendengar perkataan Naruto, Kakashi memilih diam seribu bahasa. Merindukan Sakura, eh? Ia pun sama. Namun, ia merasa ada kegetiran dalam dada saat membayangkan kata pertama yang akan meluncur dari bibirnya nanti. Bertemu Sakura merupakan keinginan terbesar, tapi ia tidak tahu harus melakukan apa. Memberikan penjelasan panjang lebar pun, ia tahu bahwa kenyataan tidak akan berubah. Bahwa Sakura hanya punya waktu yang terbatas sampai ia melahirkan, ia mencengkeram erat jubah hokage itu. Ia enggan menghitung sebab ia sadar bahwa waktunya tidak lebih dari seratus hari mulai sekarang.

"Tentu," akhirnya ia menjawab sekadarnya, tidak begitu yakin apakah Sakura mau kembali ke desa, tapi harus.

Naruto mengangguk, kemudian Iruka memandang Kakashi lebih lama. Berkata dengan nada yang agak mengiritasi telinga Kakashi, "Tolong bawa Sakura kembali, Kakashi-sama."

Jelas Kakashi belum melupakan usaha Iruka untuk mendekati Sakura beberapa bulan yang lalu, tapi pria bermarga Hatake itu hanya tersenyum. Melupakan konfrontasi lama, toh Iruka tidak bertindak terlalu jauh saat menyadari bahwa ia kalah selangkah. Bila Sakura tidak lebih dulu berhubungan dengannya, mungkin saja gadis itu akan tertarik pada Iruka mengingat pria itu memiliki sikap ramah dan hangat dibandingkan dirinya. Memikirkan kemungkinan itu membuat harga diri Kakashi agak terluka.

BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang