Beberapa waktu lalu, si suami sakit. Waktu periksa sih, katanya omicron dan beneran nular ke saya. Benar-benar kayak flu, tapi semua sendi sakit semua. Ia sudah libur kerja lebih dari sepuluh hari, sedangkan saya benar-benar tepar lima hari. Gak doyan makan, kepala pusing dan agak susah napas. Sekarang saya udah sembuh, tapi suami kena asam lambung. Sebulan ini benar-benar hectic banget. Jadi, maaf belum sempat menulis KakaSaku lagi. Semoga kelanjutan kisah ini mengobati rindumu, bahkan rindu saya pada Kakashi. Hahaha.
Sebisa mungkin saya akan meluangkan waktu untuk membalas pesan dan komentar yang masuk. Kalau gak sempat, maafin ya. Lagi sibuk proyek renovasi rumah, kerjaan lagi banyak. Doain ya, saya punya tempat kerja yang asyik di rumah supaya ide-ide KakaSaku lebih mengalir lagi. :D
Di mana pun kalian berada, semoga kesehatan dan kebahagiaan selalu bersama kalian.
***
"Ayolah, Sakura. Aku akan tinggal di sini sampai besok pagi kalau kau menolakku."
Sakura melengos. "Terserah kau saja. Tidurlah di sini sampai esok."
Ino menarik tangan Sakura dengan kuat. "Ayolah, Akira yang kebagian menjaga bar malam ini. Aku sudah memesan dua tempat untuk kita."
"Bahkan kita belum genap dua puluh tahun, Ino."
Ino nyengir. "Hanya kurang beberapa bulan lagi. Sekali ini saja, aku mohon."
Sakura masih tidak tertarik. Gadis itu merebahkan tubuh di atas ranjang, kemudian memejamkan mata rapat-rapat. Ada banyak hal yang mengganggu pikirannya. Kepergian Kakashi beberapa waktu lalu masih menyisakan aroma di mana-mana. Mungkinkah candu itu nyata? Ia kembali menghela napas panjang.
"Apakah ada yang mengganggu pikiranmu?"
Sakura mengangkat sebelah alis, lalu kembali menarik dan menghembuskan napas lebih berat.
"Tidak ada."
Ino terkikik geli. "Kau berkali-kali mengambil napas seperti itu. Kau mungkin bisa berbohong pada Naruto, tapi tidak denganku. Jadi, ceritakanlah harimu!"
Sakura menatap Ino lagi. "Tidak terjadi apa-apa, Ino. Aku sibuk melakukan vaksinasi di akademi, kemudian Iruka-san mengajakku makan di ke—"
"Tunggu dulu! Iruka-sensei mengajakmu?"
Sakura kembali mengalihkan pandangan ke sudut lain. "Sebagai ucapan terima kasih karena aku membantunya. Padahal itu memang tugasku, sih."
Pupil Ino tampak lebih melebar, kemudian ia mendekatkan diri ke samping Sakura. Gadis Yamanaka itu menarik kedua tangan Sakura, kemudian mereka sudah lenyap dalam hitungan detik.
***
"Ino, kau gila! Aku tidak ingin bersenang-senang. Operasi Kakashi akan dilangsungkan besok dan kau memaksaku datang ke sini."
Ino tertawa saat menarik lengan Sakura menuju ke tempat hiburan yang memiliki bentuk bangunan sederhana dengan nuansa kayu coklat dari luar. Tidak ada papan nama di depan tempat itu, kecuali beberapa lampu temaram yang menghiasi eksterior. Bila tidak hafal tempat-tempat di pusat desa, mungkin orang tidak akan tahu bahwa bar itu cukup terkenal dikalangan para shinobi.
"Kau bilang kalau kau bukan penanggungjawab operasinya. Lalu, kenapa kau repot memikirkannya, Sakura, kecuali ....," kata Ino menyelidik.
Ekspresi wajah Ino yang setengah menggoda membuat wajah Sakura merah padam. Gadis itu menenangkan diri agak lama, lalu menyahut pelan, "Ya, bagaimanapun aku gagal memenuhi permintaan Tsunade-sama, 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue
FanfictionSaat Hatake Kakashi menolak perintah pernikahan dari Godaime, Sakura harus mencari cara agar pria itu mau memberikan sperma demi kelangsungan klan Hatake. Berawal dari pil biru pemberian Tsunade, Sakura harus menerima imbasnya. Rate M +18