Part 9 GV🏍️

8.6K 599 28
                                    

-Happy Reading-

"Papa?"

"Papa, Om Arsen?"

Terlihat kedua Pria dengan pakaian kantor yang berdiri di depan pintu, jalan menghampiri mereka semua.

"Bagaimana, Daven, Melani? Kalian siap menikah minggu depan?" tanya Papa Arsen.

"HAH?" beo mereka berdua, sedangkan Devia dan dua wanita paruh baya cekikikan geli melihat mulut Daven dan Melani yang terbuka sedikit.

"Ap-apa mi-minggu depan, Pa?" tanya Melani tak percaya. Dirinya mengenal Daven baru saja empat hari, bahkan belum genap seminggu, dan sekarang malah disuruh menikah dengan Daven.

"Iya, Saya siap, Om!" ucap Daven penuh keyakinan.

Melani menatap pria disampingnya ini dengan tatapan aneh. Pernikahan bukan hal yang sepele, apalagi prinsip Melani menikah sekali seumur hidup. Dan dengan entengnya Daven mengatakan Iya untuk pernikahan ini.

"Maaf sebelumnya, tapi Mela belum siap. Apalagi Melani sama Daven baru kenal beberapa hari yang lalu." ucap Melani menolak secara lembut.

Sebenarnya Dia tak ingin berbicara panjang seperti ini, tetapi dirinya harus tetap menjaga sopan santun terhadap orang yang lebih tua. Jika Dia hanya berbicara satu atau dua kata saja, itu hanya berlaku untuk teman sebayanya bukan untuk orang yang lebih tua darinya.

Semua orang menatap kearah Melani. Begitu juga Daven menatap Melani penuh tanda tanya dan terpancar raut kecewa dari wajahnya.

"Itu bukan masalah besar. Setelah menikah kalian bisa menjadi lebih dekat dan bisa mengenal satu sama lain tanpa dosa karena sudah sah menjadi suami istri." ucap Papa Daven, namanya Papa David.

"Tapi Om---" ucapan Melani terputus, karena Daven yang menyela ucapannya.

"Apa boleh Daven ngomong berdua sama Melani dulu?" tanya Daven.

"Boleh boleh, ngomong aja sana!" jawab Mama Tania antusias. Sepertinya dia sangat berharap agar Daven yang akan menjadi menantunya.

Setelah mendapat persetujuan, Daven menarik tangan Melani menuju taman belakang rumah. Baru saja selangkah berjalan, Melani sudah berteriak tentang ice cream miliknya.

"Ice cream gue! Daven, bawa ice cream gue!" terpaksa Daven mengambil kantong belanjaan yang berisi ice cream yang Melani beli tadi.

Tangan kiri Daven digunakan untuk menjinjing kantong belanjaan dan tangan kanan digunakan untuk menarik tangan Melani.

Jantung Melani sudah tidak aman rasanya, seperti jedag jedug jedag jedug. Jantungnya berdetak tak karuan disaat seperti ini.

Wajah tampan Daven yang berada di depannya, serta keringat yang ada di pelipis Daven. Menambah kesan cool dirinya.

"Kenapa?" tanya Daven saat mereka sudah sampai di taman belakang. Daven menangkap basah Melani yang terus menatapnya tanpa berkedip.

"Ha?" Beo Melani dengan wajah bodohnya.

"Kenapa lo liatin gue sebegitunya?" tanya Daven lebih jelas.

"Nggak ya! nggak ada gue liatin lo." ucap Melani ngegas. Merasa malu karena tertangkap basah oleh Daven. Bisa turun reputasinya jika ketahuan menatap Ketua Ganar ini.

Jujur saja, wajah Daven memang tampan dan lihatable, bahkan Melani mengakui hal itu. Apalagi rahang tegas pria itu, dan mata tajamnya. Begitu menarik.

"Sellow, jangan ngegas!" ucap Daven mengusap telinganya yang pedas karena suara Melani yang cukup cempreng.

"Silliw, jingin ngigis." ucap Melani menirukan ucapan Daven sebelumnya. Mengganti huruf vokal dengan i.

GAVAL |Ganar & Valentía|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang