Jangan lupa vote sebelum membaca 🌻
~𝙝𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙧𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜~
"Teh gue mana?" Baru mendudukkan bokong di sofa, Jake langsung melontarkan pertanyaan.
Sudah tahu kebiasaan Jake meminum teh di pagi hari, lima menit sebelumnya Minji sudah gesit menyeduhnya. Sehingga dia bisa langsung memberikan pada Jake yang sedang bersandar dan memainkan ponsel.
"Pake gula, kan?" tanya cowok itu tanpa menoleh.
"Iya, Tuan."
"Berapa sendok?"
"Enam sendok teh."
Jake meraih cangkir itu lalu menyesapnya pelan. Setelah meletakkan di meja, dia lanjut memainkan ponsel. "Ambilin ransel gue di kamar."
Tanpa membantah Minji pergi ke lantai atas, menyusuri koridor menuju pintu berwarna putih di paling ujung. Dia menarik knopnya, tidak bisa terbuka karena terkunci, sedangkan kuncinya tidak ada.
Dia mengeraskan rahang. Berusaha sabar, dia kembali turun ke lantai bawah menghadap Jake. "Kunci kamar, Tuan?"
Jake menyipitkan mata. "Ngapain lo minta kunci kamar gue? Mau macem-macem?"
"Saya mau ambil ransel anda."
"Lo gak punya mata?" Dia menunjuk sebelahnya. "Nih. Ransel gue ada di sini."
Minji mengepalkan buku-buku jari, emosi. Daripada harus menggubris Jake lagi, dia berbalik ingin melanjutkan pekerjaannya di dapur. Namun baru lima langkah, suara Jake menginterupsi.
"Bawain gue lima bungkus biskuit."
"Untuk apa?"
"Untuk apa untuk apa," ulangnya meniru ucapan Minji. "Gak usah banyak tanya, bawa ke sini."
Sebelum gunung meletus dalam pikiran Minji meledak, dia segera beranjak ke dapur. Mengambil perintah Tuannya dari dalam laci.
"Semangat ya ngadepinnya, Minji-shi," ucap Bi Yeri di sela memotong sayur.
"Iya, Bi. Pasti." Dia keluar dari dapur sambil membawa lima bungkus biskuit di atas nampan agar kejadian 'menggendeng camilan' tidak terulang lagi.
Jake meletakkan ponselnya begitu Minji datang meletakkan nampan di atas meja. Cowok itu membuka salah satu bungkusnya kemudian membuka semuanya. Setelah selesai, dia melirik Minji yang berdiri di sebelahnya.
"Sekarang makan."
"Ha? Makan? Saya, Tuan?"
"Iya. Lo. Buruan makan, semuanya."
"Semuanya?"
"Ck, budek lo." Tanpa aba-aba Jake menarik pergelangan tangan Minji sampai terduduk di lantai. Dia menyuapi biskuit itu ke mulut Minji dengan cepat. Bahkan sebelum Minji selesai mengunyah, dia terus menyuapinya.
"Sebentar, Tuan," cicit Minji yang hampir tersedak. Nihil, tampang Jake sekarang iblis bertanduk dua, kejam, dia terus memasukkan biskuit-biskuit itu ke dalam mulut Minji sampai penuh sambil tertawa.
Saat mulut Minji sudah tidak bisa menerima muatan lagi, dia langsung terbatuk-batuk dan mengeluarkan semuanya. Sedangkan Jake semakin tertawa.
Tangan Minji terkepal. Tidak bisa. Ini bukan hal yang bisa dimaklumi lagi. Ini sudah kelewat batas, dia diperlakukan seperti bukan manusia. Cowok itu sudah keterlaluan.
Saat gadis itu hendak membalas perbuatan Jake, dia teringat kata-kata Bibi. Ditambah wajah adiknya yang masih berusia 7 tahun terlintas di benaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dealova✓
FanfictionShim Jake, cowok jenius yang paling perfeksionis dalam segala hal. Cerdas, tampan, dan keras kepala. Sifat angkuh dan kenakalannya menjadi nilai minus dari dirinya. Kim Minji, gadis berusia 17 tahun yang menjadi pembantu di rumah keluarga Shim. Dia...