²². duapuluh dua

3.7K 856 119
                                    

Jangan lupa vote sebelum membaca ya chingu🌻

Ini penting banget, ayuk vote yuk🌹

~𝙝𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙧𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜~



Arti dari 'mengamati Jake' sama saja seperti menjadi babu Jake. Secara tidak langsung Nyonya Shim meminta Minji menjadi babunya. Mengamati setiap pergerakannya dan melapor pada Nyonya Shim.

Namun, jangan lupa Minji memiliki tujuan datang ke rumah itu. Dia akan merubah kata 'babu' menjadi 'kepala' yang akan mengatur semua pergerakan Jake.

Gadis itu berdesis, memperhatikan penampilannya sekali lagi. Biasa dia mengenakan seragam pelayannya, kali ini dia menggunakan sweater putih dan juga rok. Barang pemberian Nyonya yang katanya harus Minji pakai. Minji tidak terlalu senang menerima tawaran ini, dia lebih suka menjadi maid.

Tapi, dia tidak bisa menolaknya lagi. Terlebih Jake sudah mengetahuinya.

Cowok itu kini berdiri menyandar di depan kamarnya dengan menyilangkan lengan di depan dada. Senyumnya yang terlalu manis itu mengembang lebar, menatap Minji yang berjalan malas ke arahnya.

"So, sekarang lo udah jadi milik gue sepenuhnya?" Senyum Jake begitu manis, seperti seorang anak kecil polos yang mendapat hadiah robot. Minji tidak pernah melihat senyum itu, biasanya hanya sorot menyebalkan. Tapi dia sama sekali tidak terpesona.

"Ini permintaan Nyonya," jawab Minji kesal sambil meletakkan nampan berisi secangkir teh ke nakas.

"Ah, masa? Bilang aja lo sendiri yang minta, kan? Lo mau deket-deket gue terus?" Dia menyugar rambutnya ke atas dengan senyum yang sama. "Siapa sih yang gak kepincut sama ketampanan gue?"

"Gak usah banyak bicara." Minji mengeluarkan note dan bolpoin dari dalam saku roknya. "Saya udah buat daftar pekerjaan saya. Kalau anda mau tambahin, silakan." Dia menyerahkan note dan bolpoin tersebut.

"Gak adil. Masa lo gak ngelakuin apa-apa selagi gue sekolah?" Jake keberatan selagi membaca catatan Minji.

"Jadi saya harus apa? Ngejagain anda di depan kelas?"

"Tepat sekali. Lo harus ngelakuin itu." Jake hendak menulisnya, Minji segera mencegat.

"Gak mungkin, Tuan. Saya bukan siswa di sekolah anda."

"Kalau gitu lo jadi siswa di sana. Gampang, kan?"

"Jangan omong kosong, saya gak akan ngelakuin itu. Oke, kalau anda mau saya jagain anda terus, saya bakal dateng di jam istirahat dan pulang sekolah."

"Jam istirahat doang?" Bibir Jake membulat, masih belum puas dengan negosiasi Minji.

"Gak denger? Pulang sekolah juga!" tukas Minji tidak sabaran, mulai terbawa emosi.

Jake mengulum senyum, entah mengapa melihat wajah Minji yang kesal sangat menghiburnya. Dia mengelus dagunya sambil bergumam seolah sedang berpikir. "Lo kan, gak kerja lagi di rumah, artinya gak punya kesibukan lain, kan? Kalau lo cuma dateng pas jam istirahat dan pulang, artinya lo kebanyakan makan gaji buta, dong?"

Minji berusaha sabar dan menekan kekesalannya. Dia bisa saja mencekik Jake sampai puas. "Saya gak akan pulang ke rumah, saya tetep ada di kawasan sekolah anda. Cuma, saya gak bisa masuk waktu jam pelajaran."

"Kenapa gak bisa? Gue bisa nyogok kepala sekolah sama guru-guru biar lo bisa keliaran di sekolah."

"Stop pembicaraannya! Jangan ngomongin hal ngawur lagi. Sekarang ayo sarapan." Minji berjalan duluan. Jake yang ditinggalkan menyunggingkan senyum miring kemudian mengimbangi langkah Minji untuk mengoloknya lagi.

Dealova✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang