¹². duabelas

4.1K 1K 125
                                    

Jangan lupa vote sebelum membaca 🌻

~𝙝𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙧𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜~



Ada hal yang harus disyukuri pagi ini, Jake tidak meneriaki namanya seperti biasa—seperti seorang rentenir penagih hutang yang sudah menunggak satu tahun. Dari pukul lima pagi sampai pukul tujuh belum ada tanda-tanda cowok itu meracaunya.

Namun salah jika Minji berpikir hal itu benar. Nyatanya baru menginjakkan kaki di taman, dia mulai mengerti kenapa cowok itu tidak mengganggunya. Empat cowok termasuk Jake sedang tiduran di atas rumput sambil mengerjakan tugas. Pandangan Minji langsung terkunci pada cowok putih tinggi bernama Sunghoon yang sedang membaca buku dengan posisi tengkurap.

Keempatnya mengenakan seragam sekolah. Padahal hampir pukul delapan tapi mereka masih di rumah. Apa tidak terlambat pergi sekolah? Minji menggeleng tidak ingin peduli. Dia berjalan melewati mereka sembari menenteng sebakul pakaian yang akan disetrika.

Dia pun mulai melakukan tugasnya menyetrika pakaian. Hampir setengah jam, pekerjaannya tinggal sedikit lagi, keringat sudah mengucur dari pelipisnya karena gerah serta kepanasan.

"Oh, jadi ini kerjaan baru lo."

Minji terlonjak mendengar celetukan tersebut, langsung bangkit berdiri.

Sunghoon tersenyum manis seraya melirik setumpuk lipatan baju yang sudah Minji setrika. Dia mengambil salah satu baju, sebuah kaos putih milik Jake yang tidak sengaja Minji ambil dari jemuran.

"Kenapa sih lo kabur dari rumah gue? Lo jadi harus ngurus orang lain."

"Jangan mendekat!" Minji dengan wajah pucat berteriak, perlahan dia mundur.

Dengan anteng Sunghoon mengedikkan bahu, semakin lama semakin maju ke arah Minji. "Selama ini gue nyariin lo. Ternyata lo ada di sini. Terus kenapa nomor hape lo non-aktif?"

"Jangan mendekat!" teriak Minji lagi saat Sunghoon hendak menyentuhnya.

"Hei ssst, jangan keras-keras, kalau Jake tahu rahasia kita berdua, lo bisa dipecat."

Seluruh tubuh Minji berguncang hebat. Karena di belakangnya sudah tembok, dia jatuh meluruh ke bawah penuh kepucatan. Sunghoon di depannya tertawa puas.

"Kok takut? Gue gak bakal ngapa-ngapain lo, kok."

Sontak Minji menelungkupkan wajahnya ke lipatan kaki sambil menutup kedua telinganya.

Entah sudah berapa lama berada di posisi itu, Minji terus menutup wajahnya dengan penuh rasa ketakutan.

"Jangan sentuh saya!" Dia menepis lengan yang baru menyentuh pundaknya. Saat mengetahui itu bukan Sunghoon, Minji benar-benar speechless.

"Lo udah gila, ya?" tuding Jake, berkacak pinggang. "Duduk di pojokan, setrika dibiarin gitu aja. Kalau korsleting terus rumah ini kebakar gimana?!"

Deru napas Minji naik-turun, dia celingukan kesana-kemari memastikan Sunghoon tidak lagi berada di sekitar.

Alis Jake berkerut. "Nyari siapa? Setan?"

Tersadar Jake berada di hadapannya, Minji menghentikan aksi pencarian.

"Buatin gue teh kayak biasa! Buruan, sekalian temen-temen gue juga. Gue tunggu di taman." Cowok itu kembali pergi meninggalkan Minji yang mematung di tempat.

°°°

"Dibiarin sekali lama-lama ngelunjak!" Jake berjalan cepat dari pintu masuk menuju dapur dimana Minji berada.

Minji sama sekali tidak memedulikan kedatangan Jake, dia tetap memarut wortel sembari menulikan pendengaran.

"Minji!" sentaknya, Minji tetap tidak menoleh padanya. "Kim Minji!"

Setiba di hadapan Minji, Jake mencekal kedua lengannya agar menatapnya. "Tadi gue bilang apa? Buatin teh! Sampe temen-temen gue pulang lo masih belum nganterin tehnya! Dan liat udah jam berapa sekarang, jam dua belas siang!"

Dengan kasar Minji menepis lengan Jake kemudian lanjut mengiris bawang tidak menggubris keberadaan cowok itu. Jake melotot lebar. Seumur hidup, tidak ada yang berani menepis lengannya. Dan tadi, barusan Minji melakukannya dengan sangat mudah.

"Lo bener-bener jadi orang! Dibaikin salah dijahatin juga salah, mau lo apa?!"

"Jangan pernah ganggu saya."

"Giliran ditanya gini baru jawab, otak lo dimana?"

Minji menggeram, telinganya akan tuli mendengar bentakan terus-menerus. Dia mulai menyeduh teh sesuai perintah Jake lalu menyodorkan pada cowok itu tanpa minat.

"Gue mintanya tadi! Bukan sekarang!"

Minji hendak mengambil teh itu lagi namun Jake lebih dulu menepis lengannya. "Kayak gini cara lo kerja?! Gue ini majikan lo! Yang sopan dikit kalau nyeduh teh!"

"Teh anda, Tuan. Silakan dinikmati," ulang Minji sambil menyodorkan gelang tersebut.

"Pake senyum!"

"Teh anda, Tuan." Kali ini Minji melengkungkan bibirnya secara paksa hingga terbentuk seringai menyeramkan.

"Ck, mending gak usah senyum kalau modelan lo gitu." Jake mengambil teh hijau kesukaannya itu, menyesapnya perlahan. Begitu dia meletakkan gelasnya ke meja, Minji sudah fokus mengiris bawang.

"Awas kalau lain kali lo gini lagi. Kalau majikan minta sesuatu itu langsung diturutin!" Dia duduk di kursi dekat pantry, mengamati aktivitas Minji.

Tiba-tiba saja lampu padam. Jake dapat melihat perubahan raut yang begitu kentara dari wajah Minji. Gadis itu celingukan dengan panik kemudian melangkah mundur ke belakang. Alis Jake bertautan, dia ikut celingukan karena Minji seperti kalang kabut.

Masih pukul dua belas siang, walau lampu padam, masih ada sedikit cahaya dari celah jendela sehingga situasi tidak terlalu gelap, namun Minji sangat ketakutan.

"Minji?" panggil Jake, merasa sorot gadis itu semakin pucat pasi. Jake berjalan mendekat saat Minji terduduk di pojok dapur sambil memeluk diri sendiri.

Jake ikut berjongkok. "Lo kenap—"

"Enggak! Jangan!" jeritnya sambil menutupi kedua telinganya.

Kerutan di dahi Jake tampak jelas, apalagi saat Minji mendongak dengan wajah ketakutan bersama air matanya yang sudah mengalir.

Belum sempat Jake mengulang pertanyaan, gadis itu lebih dulu berlari pergi, menyisakan Jake yang dipenuhi tanda tanya.

Dua menit berpikir, tak sengaja Jake menemukan pisau di tempat Minji tadi.

Deg

Benda tajam itu berlumur darah. Itu artinya Minji merematnya tanpa sadar. Sontak Jake bangkit berdiri.

"Minji, tangan lo berdarah!" Kali ini Jake berteriak menemukan tetes darah di setiap lantai.

°°°

Jangan lupa vote dan dukungannya 🌻💛

Jangan lupa vote dan dukungannya 🌻💛

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dealova✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang