⁰⁸. delapan

4.6K 1K 72
                                    

Jadi ini udah aku tulis sejak kemarin, baru inget belum di-update.

Jangan lupa vote sebelum membaca 🌻

~𝙝𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙧𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜~

"Masak apa?"

Minji terlonjak saat tiba-tiba Jake muncul dari belakangnya. Untung sendok penggorengan di genggamannya tidak melayang. Jika iya, masalah lain bisa menimpanya.

"Ayam bakar atau ayam gosong?" Dia menilai makanan yang baru Minji sajikan di pantri, mencicipi sedikit, lalu buru-buru meneguk secangkir air. "Pedes."

Tentu saja pedas, Minji sengaja memoles sambal ke ayam tersebut atas perintah Nyonya Shim yang suka rasa itu. Lagipula makanan yang dia masak ditujukan untuk Tuan dan Nyonya, bukan untuk cowok menyebalkan itu.

Tanpa peduli keberadaan Jake, Minji tetap fokus menggoreng udang kesukaan Tuan Shim.

"Ewh, sup iga nya juga kurang mateng. Lo gak bisa masak, ya?!" Dia menilai lagi pada sup buatan Minji.

Penuh kesabaran Minji menjawab. "Emangnya sup bisa kurang mateng?"

"Maksud gue kurang lama direbusnya. Bodoh banget sih gak paham bahasa manusia. Harusnya langsung ngerti!"

Bahasa manusia katanya, cis. Jadi Minji bukan manusia? Minji mengangkat udang gorengnya, memindahkan ke atas piring yang sudah dialas tisu.

Jake mendudukkan bokong di kursi, memperhatikan Minji yang sekarang sibuk memotong wortel, kubis, serta sayuran lainnya. Masih mending jika dia mengunci bibirnya, ini tidak, dia terus bercoletah tentang hal-hal yang Minji lakukan. Seperti sekarang.

"Potongan wortel lo kurang tipis! Kalau direbus, bisa-bisa bukan jadi kudapan, yang ada makanan kelinci!"

Menuruti perkataannya, Minji memotong wortel lebih tipis.

"Kubisnya dicuci dulu! Lo pikir orang-orang di sini kampungan gak sehat macem lo? Cuci bersih!"

Minji tetap menuruti perkataan cowok itu.

"Daun seledrinya mana? Pantesan makanan lo gak ada gurihnya sama sekali!"

Mengambil daun seledri dari dalam kulkas, Minji melanjutkan kegiatan menyiapkan bumbu halus.

"Astaga, lo pake ketumbar? Pantes gak enak! Lo tuh, iiih, itu gak diperluin!" Jake berdiri, merebut pisau dari tangan Minji. "Kenapa sih lo gak tahu apa-apa? Gunanya lo sebagai pembantu apa?"

"Tuan ngapain sih di sini? Sekarang udah jam delapan pagi, kenapa belum pergi sekolah?"

Sentilan mendarat di kening Minji, sontak dia menutupi keningnya.

"Selain gak bisa nulis, lo buta huruf juga ya, gak bisa baca kalender? Hari sabtu!"

"Mau sabtu, mau minggu, mau senin, Tuan ngapain di sini? Ini masih pagi, jangan ganggu saya, pekerjaan saya harus segera diselesain."

"Wah, wah. Cuma lo maid di dunia ini yang berani ngelawan majikannya."

"Majikan? Anda yang gaji saya? Bukan. Anda bukan majikan saya." Minji mengambil pisau baru dan melanjutkan pekerjaannya menyiapkan bumbu.

Jake menyipitkan mata. Selang dua menit, dia menusuk satu bawang bombai dari atas meja menggunakan pisau dan menyatukannya ke pipi Minji. Karena Minji menekuk alis dan menyorotnya tajam, Jake tertawa, menekan bawang itu hingga semakin menempel pada pipi Minji.

"Kembar."

"Pipi saya bisa berdarah!" Refleks Minji menjitak kening Jake.

Sedetik setelahnya si empu kening melotot, begitu juga Minji yang tangannya tergantung di udara serta bibirnya terbuka setengah.

"M-maaf, saya gak sengaja." Dia menurunkan tangannya.

"Lo...." Cowok itu menyipitkan matanya lagi.

Bertepatan dengan suara oven berbunyi menandakan yang dipanggang sudah matang.

"Bolu gulung saya udah jadi." Minji berjalan menjauh, mengenakan sarung tangan, dan mengambil loyang panas di dalam oven, kemudian pura-pura fokus menata bolu dengan beragam hiasan, mengabaikan Jake yang masih menyipitkan mata ke arahnya.

°°°

"Minjiii! Liat hoodie gue, nggak?!"

Gadis bercepol itu sedang membetulkan kabel rusak di halaman. Mendengar teriakan yang lagi-lagi memanggilnya, dia meninggalkan pekerjaannya, segera memasuki rumah, menaiki tangga menuju kamar Jake. Tak lupa meneguhkan kesabaran, menyiapkan hati menghadapi tingkah luar binasa cowok itu.

"Kenapa lagi?"

"Lo liat hoodie merah gue?" Keringat mengucur dari pelipisnya, seisi kamarnya berantakan oleh baju-bajunya.

"Hoodie merah? Yang kemarin anda suruh buang?"

"Buang?! Sejak kapan gue suruh buang?!"

"Kemarin anda suruh buang yang paperbag biru."

"Paperbag biru?" Selang beberapa detik berpikir, dia melotot. "Itu maksudnya paperbagnya doang yang lo buang, hoodienya ya lo keluarin, begoo!"

Minji mengerut dahi. "Gitu? Udah saya buang."

Jake mencak-mencak di tempat. "Sekarang lo ambil dari tong sampah! Cuci! Gosok! Jangan sampe ada noda satu pun!"

"Truk sampah udah dateng tadi pagi. Semua sampah udah diangkut."

Cowok itu melotot lalu berteriak marah. "MINJIIII ITU DARI CEWEK GUEEE!"

"Ya udah beli aja yang baru."

"Nggak bisa! Seenak lo aja! Yang ada gue diganggu seharian!"

Diganggu seharian? Minji berharap itu kenyataan.

"Sekarang gue mau lo samperin tempat pembuangan sampah, cari hoodie gue sampe ketemu!"

Dia bercanda? Mencari sebuah hoodie di seisi pembuangan sampah? Yang benar saja.

"Gini, saya juga punya hoodie, warnanya sama. Kalau saya kasih itu ke anda, lunas ya?"

Perkataan Minji barusan sukses membuat Jake melotot lebar. "Lo samain hoodie punya lo sama hoodie cewek gue?! MINJIII!"

Minji meringis, lelah mendengar bentakan terus. Dia juga yakin, semut pun ikut tuli mendengarnya.

°°°

Jangan lupa vote dan dukungannya 🌻

Jangan lupa vote dan dukungannya 🌻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dealova✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang