¹³. tigabelas

4.4K 1K 243
                                    

Jangan lupa vote sebelum membaca 🌻

~𝙝𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙧𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜~



Keluarga Shim tidak pernah makan secara bersama. Nyonya maupun Tuan kerap makan di luar. Mungkin sesekali makan di rumah, namun tidak pernah satu meja dengan Jake.

Jake hanya makan sendirian di meja yang terbilang besar sejak kecil. Pagi hari dia sarapan, lalu pergi sekolah diantar supir, pulang sekolah juga dijemput supir, sesampai di rumah dia langsung mandi, mengerjakan tugas, makan malam, kemudian tidur. Keesokan harinya dia mengulang hal yang sama. Dia tidak diizinkan keluar rumah. Hanya saat kepentingan darurat baru diizinkan, itu juga diawasi oleh supir.

Aktivitas Jake di rumah saja. Meski semua prasarana diberikan padanya dimulai dari mobil, motor, dan lainnya, dia tidak pernah menggunakan sebelum meminta izin pada Mama. Dia selalu dikurung di rumah. Itu sebabnya dia memiliki hobi meracau orang-orang di rumahnya.

Kebiasaan itu muncul saat dia menginjak kelas 4 sekolah dasar, dia jadi sering menyuruh dan membentak pelayannya. Dia merasa hobi barunya itu menyenangkan karena mendapat respons luar biasa, berhasil membuat orang-orang itu kesal. Dia terus melakukannya sekadar menarik perhatian, hingga sampai saat ini dia masih melakukannya.

Namun seumur hidup, dia tidak pernah bertemu pelayan seperti Minji.

"Minji buka pintunya, tangan lo berdarah!" Jake terus mengetuk pintu dengan tak sabaran. "Bodoh jangan kelewatan. Buka pintunya sekarang!"

Suara isak tangis terdengar dari dalam, walau kecil Jake dapat mendengarnya.

"Apaan sih lo tiba-tiba nangis, buka pintunya gue bilang! Gue gak mau rumah gue dijadiin TKP pembunuhan kalau lo mati kehabisan darah."

Sekarang isak tangis itu menghilang digantikan keheningan. Jake mengubah ketukannya menjadi gebrakan. "Denger gak? Buka pintunya! Kalau gue ambil kunci cadangan terus buka sendiri, jangan harap lo lepas dari hukuman!"

"Minji!" Masih belum ada sahutan.

Baru saja Jake akan meneriaki nama pelayan lain untuk mengambil kunci cadangan, pintu di hadapannya langsung terbuka menampilkan wajah Minji yang sembab dan memerah.

"Ada apa?" ketus Minji tanpa berbasa-basi.

"Tangan lo." Napas Jake tertahan melihat tangan gadis itu terus meneteskan darah. Dia sudah menduga, Minji terlalu bodoh menyadari tangannya terluka. "Tolol!" Tanpa aba-aba Jake menarik lengan Minji, baru dua langkah tangannya ditepis.

"Anda ngapain?" Kerutan di dahi Minji tampak jelas, sorot matanya yang tidak suka juga terpampang.

"Tangan lo berdarah!"

Bentakan tersebut membuat Minji melirik tangannya sendiri. Dia terkejut menemukan darah dimana-mana yang bersumber dari telapak tangan kanannya. Rasa perih mulai menjalar, padahal sebelumnya dia tidak merasakan apapun.

"Makanya jadi orang pinteran dikit, lo udah kelewat bodoh!" Jake kembali menarik pergelangan Minji. Si empu tangan terlalu speechless sehingga tidak bisa membantah. Dia mengikuti arah tarikan Jake menuju dapur.

Tidak banyak bicara Jake membasuh tangan Minji di wastafel. Setelah terbasuh semua, dia mengambil handuk kecil, membalutnya dengan pelan agar darah tidak bisa mengalir. Dia gesit mengambil kotak p3k setelah membawa Minji ke ruang tamu.

Para pelayan sudah berkerubung melihat apa yang terjadi dengan Minji. Jake membuka handuk kecil tadi, meletakkan obat merah ke bagian luka gores yang hampir memenuhi telapak, kemudian melilit perban dengan kencang agar darah tidak mengalir lagi.

Dealova✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang