⁰³. tiga

5.5K 1.2K 159
                                    

"MINJIIII!!!"

Lagi dan lagi. Sudah tidak terhitung berapa kali namanya dipanggil. Meski begitu Minji yang sedang mencabut rumput di taman segera berlari memasuki rumah, menaiki tangga, dan masuk ke dalam kamar yang luasnya lima kali lipat dari rumah sewanya dulu.

"Iya, Tuan?"

"WOY KAKI LO!" Dia langsung melotot, menunjuk ke arah kaki Minji dengan sorot murka.

Minji menundukkan kepala melihat kakinya sendiri. Pupil matanya membesar. Dia membalikkan badan, melihat jejak kakinya mengotori sepanjang lantai.

"Kenapa sih lo gak pernah beres kalau kerja?! Sekali aja! Gak pernah!"

Gadis itu berdesis, melirik Jake dengan emosi tertahan.

"Apa?! Ngapain lo liatin gue kayak gitu ha?!"

Dia mengeraskan rahang.

"Buruan bersihin!"

Dengan kesal Minji berbalik, tak lama dia kembali sambil membawa kain pel. Padahal dia baru selesai membersihkan setiap sudut rumah yang besarnya bukan main, sekarang dia harus membersihkannya lagi.

"Heh! Gue gak mau ya lo ngepel kamar gue pake kain pel bau yang udah bekas itu! Ambil yang baru!" Cowok itu yang tadinya sedang rebahan di kasur sambil memainkan ponsel merubah posisi menjadi duduk, berteriak sambil menunjuk kain pel yang Minji pegang.

"Tapi, ini baru saya cuci bersih—"

"Nggak usah ngejawab! Sekarang gue minta lo ambil kain pel baru!"

Mengapa ada manusia sejenis Jake di dunia ini? Yang paling dipertanyakan, mengapa Minji harus bertemu dengan cowok itu di antara miliaran penduduk bumi?

Sebelum Jake semakin bertingkah, Minji buru-buru pergi dari hadapannya, menuruti permintaannya yaitu mengambil kain pel baru dari dalam loteng. Tak sampai dua menit dia sudah kembali bersama kain pel yang sudah diberi sebotol pengharum sebelum cowok menyebalkan itu kembali meneriakkan namanya seperti seorang rentenir penagih hutang.

Tapi ternyata, Jake kini sedang mengacak-acak lemari bajunya, tidak tahu apa yang dia perbuat. Tapi harus kalian catat, dia membuang sampah seenaknya. Akan lebih baik jika itu sampah anorganik, kenyataannya yang dia lempar adalah sisa makanannya, pizza! Ya, dia membuangnya begitu saja, mengotori lantai yang baru Minji bersihkan ulang.

Ingin rasanya Minji berteriak kencang dan menyuruh cowok itu yang membersihkan sendiri. Tapi dia sadar dia lah maidnya. Namun biar begitu, bukankah cowok itu sudah keterlaluan sebagai tuan rumah? Pekerjaan Minji masih banyak yang belum selesai. Harusnya dia mengerti.

"Malah ngelamun! Bersihin! Bego ya lo?!"

Berusaha sabar, Minji mulai membersihkan pizza yang sudah menempel di lantai itu lalu memasukkannya ke dalam kantong celana. Biar saja celananya yang kotor, dia terlalu capek memikirkan banyak hal. Dia pun mengepel ulang lantai sebersih mungkin.

Tadinya dia hampir bisa meredam sentimennya, lagi dan lagi kesabarannya itu kembali diuji ketika Jake menumpahkan semua ampas kacang ke lantai, berserakan dimana-mana sampai masuk ke kolong meja. Tanpa rasa bersalah dia melewati Minji, merebahkan diri di kasur dan kembali memainkan ponsel, tidak peduli dengan ekspresi wajah Minji yang sudah semerah termometer bersuhu tinggi.

Walau keadaan sangat memburuk, Minji tetap tabah. Dia tetap membersihkan lantai dengan hati yang penuh. Tanpa meninggalkan noda setitik pun, karena jika ada, cowok menyebalkan itu akan membentaknya lagi.

Setelah membersihkan semua lantai yang berjejak sampai ke lantai bawah, Minji hendak kembali ke taman melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Hal itu menjadi hal yang mustahil tatkala suara teriakan kembali berdesing kesekian kali.

"MINJIII! ENAK BANGET LO LANGSUNG PERGI!"

Tangannya terkepal erat. Benar-benar lelah menghadapi Jake. Seseorang, tolong keluarkan Minji dari kesengsaraan ini.

"Ada apa lagi?" tanya Minji tanpa berbasa-basi, bahkan dia malas menggunakan kata 'Tuan'.

"Tadi gue manggil lo, kan?! Mau makan gaji buta?!"

"Emangnya ngapain?" tanya Minji ulang, raut wajahnya berubah sedatar mungkin.

Jake menyandarkan punggungnya ke kepala kasur, menyilangkan kedua tangan di depan dada sambil menyipitkan mata melihat Minji begitu berani membalas tatapannya. 

"Kalau dipikir-pikir sejak awal lo berani banget ya ngejawab kata-kata gue!"

Minji membola malas, dia memilih memandang jendela daripada bertatapan dengan manik menjengkelkan itu.

"Ambilin charger gue dalem nakas!" titahnya, menunjuk nakas ujung sekitar sepuluh meter dari jarak Minji.

Tanpa banyak bicara Minji mengambilnya, meletakkan di sebelah cowok itu.

"Oke, lo boleh pergi."

Satu jawaban yang membuat Minji membulatkan mata. "Jadi Tuan panggil saya cuma minta ambilkan charger?"

"Ya terus? Lo mau gue nyuruh apa?!"

Maksudnya Minji sampai harus meninggalkan pekerjaan mencabut rumput, mengotori lantai, mengepel ulang, namun cowok itu cuma menyuruhnya mengambil charger?!

Minji menggeleng-gelengkan kepala, dibuat habis akal dengan kelakuan tak bermoral Jake. Dia membalikkan badan, segera meninggalkan tempat itu. Sebelum benar-benar menghilang, Jake kembali bersuara.

"Bawain gue teh! Jangan pahit! Dan satu lagi, gak pake lama! Kalau lewat dari lima menit, jangan harap lo bisa hidup tenang!"


°°°

Jangan lupa vote dan dukungannya 🌻

Jangan lupa vote dan dukungannya 🌻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dealova✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang