⁰². dua

5.7K 1.2K 183
                                    

"Sarapan gue mana?"

Pertanyaan konyol itu entah ditujukan kepada siapa. Masalahnya sudah jelas beragam menu makanan ada di depan matanya, dia masih bertanya lagi.

"Sarapan gue mana?!" Dia mengulang pertanyaan yang sama dengan nada sarkastis.

"SARAPAN GUE MANA?!"

BRAK!

Minji terlonjak kaget mendengar gebrakan meja yang begitu nyaring. Bunyi sendok dan piring beradu menjadi satu, untungnya tidak sampai jatuh ke lantai.

"Ada apa, Tuan?" Minji datang dari kegiatannya membersihkan loteng.

"Lo gak liat pake mata lo? Sarapan gue mana?!"

"I-itu ada banyak makanan di meja—"

"Semalem gue bilang apa? Gue nyuruh lo nyiapin sandwich! Terus sandwichnya mana?!"

"Tuan, Minji lagi membersihkan loteng. Biar Bi Yeri saja yang siapkan sandwichnya, ya?" Seorang wanita paruh baya menyela.

"Saya gak mau," tolak Jake mentah-mentah.

"Gak mau? Tuan berubah pikiran soal makan sandwich?"

"Saya mau dia yang buatkan!" tukasnya sambil menunjuk Minji dengan gurat nyalang. Seperti hendak mengajak tawuran.

"Kenapa harus saya, Tuan?" Dalam hati Minji menggeram, dia tahu anak majikannya itu tidak suka dia bekerja di sana.

"Karena gue mau lo yang buat!" bentaknya.

Rumah itu memang tidak pernah sunyi senyap, bentakan dan bentakan selalu terdengar tiap menitnya. Tentu saja disebabkan oleh anak majikan tidak tahu diri itu.

Tidak mau memperpanjang masalah, Minji segera membuatkan sandwich tersebut. Tangannya selalu terkepal bila berhadapan dengan Jake. Bila Ibu Peri itu sungguh ada, Minji akan meminta satu keinginan yaitu meniadakan Jake dari dunia ini. Ah tidak, untuk apa Minji menyia-nyiakan satu kesempatannya untuk cowok menyebalkan itu? Lebih baik dia meminta jadi orang kaya lalu Jake pembantunya. Dia akan memperlakukan hal yang sama kepada cowok itu.

"Buruan! Gue bisa telat sekolah!"

Sengaja, Minji menuangkan banyak saus cabe ke dalam. Tak tanggung-tanggung, dia juga menuangkan banyak mayonaise dimana cowok itu sangat benci mayonaise.

Dia meletakkan makanan buatannya yang sudah jadi ke hadapan cowok itu.

Saat Jake melahap sandwich tersebut, dia langsung melepehkannya lalu muntah-muntah.

Melihatnya yang seperti itu, refleks Minji tertawa, merasa begitu puas. Jake yang melihat langsung melotot.

"LO SENGAJA HAH?!"

Minji langsung merubah rautnya menjadi pura-pura tidak tahu. "Ada yang salah ya, Tuan? Saya pikir itu saus tomat dan krim."

Jake melayangkan gurat tajam. "Lo pikir gue bodoh?! Lo sengaja, kan?!"

"Saya benar-benar tidak tahu, Tuan. Mohon maafkan saya..."

BRAK!

"Kurang ajar ya lo jadi pembantu!" bentaknya sambil menunjuk-nunjuk Minji.

Tok tok

Pintu dapur diketuk, supir yang biasa mengantar Jake ke sekolah merunduk dalam. "Maaf, Tuan. Ini sudah pukul delapan. Tuan bisa telat ke seko—"

"KALIAN SEMUA SAMA AJA!" bentaknya lebih menggelegar. Dia menatap para pelayan di sekitar secara bergilir, saat berhenti di Minji, dia semakin menajamkan pandangan. "Gue gak akan biarin lo hidup dengan tenang!"

Minji memilih membungkuk, menghindari tatapan pisau dari Jake.

"Liat aja, kelakuan lo ini gue aduin ke Mama! Lo bakalan dipecat! Berani banget ngerjain seorang Shim Jaeyoon! Biar lo tahu siapa gue sebenernya!"

Tanpa menggubris Minji masih tetap merunduk.

"LO DENGER GAK?!"

"Iya, Tuan," jawab semua pelayan, minus Minji.

"BUKAN KALIAN! LO DENGER?!"

Kali ini gadis itu mendongak sedikit. Saat maniknya bertemu dengan manik berkilat itu, dia merunduk lagi. "Iya, Tuan."

Jake langsung mengambil ranselnya dari atas meja, berjalan cepat keluar dari dapur setelah menendang kursi di sebelah Minji.

"Kampungan."

°°°

"Kamu kerja di sini karena adik kamu, ya?"

Saat sedang mengupas buah, perhatian Minji teralih oleh Bi Yeri yang tiba-tiba bertanya. Meski sudah beberapa hari bekerja, dia masih belum terlalu dekat dengan beberapa pelayan di sana. Terutama pada ketua pelayannya itu, dia masih belum terlalu akrab sekadar diajak berbicara.

"Iya Bi, saya kerja di sini karena adik saya yang sakit kronis. Saya mencari nafkah untuk kehidupan saya dan adik saya."

"Wah, mulia sekali tujuan kamu. Padahal kamu masih sangat muda. Saya sebagai kepala pelayan, meminta maaf atas kelakukan Tuan Jaeyoon. Sejak kecil dia selalu dimanja jadi tidak pernah menghargai siapa pun. Tapi setelah Tuan Shim meninggal, Nyonya Shim tidak pernah memanjakannya lagi. Dia dididik jadi lebih tegas, tapi sia-sia, karena bagaimana pun, kebiasaan buruk itu sudah melekat dalam dirinya. Dia tidak pernah menghargai siapa pun, termasuk orang tua atau orang muda."

Minji terdiam. "Pasti sering nyusahin anggota keluarga ya, Bi?"

Wanita paruh baya berkepala empat itu terkekeh. "Terlalu sering. Tapi Tuan tidak pernah kurang ajar. Dia tidak pernah melukai orang."

"Secara fisik mungkin gak pernah, tapi secara mental?" Minji menyunggingkan senyum tipis. "Pasti sering kan, Bi?"

Kali ini Bi Yeri tertawa renyah. "Seperti yang kamu rasakan sekarang. Tuan memang ahli dalam bersilat lidah."

Keduanya kembali fokus melakukan tugas masing-masing. Minji sekarang membersihkan pantri, sedangkan Bibi mencuci piring.

Saat sedang menyimpan buah-buahan ke dalam kulkas, Minji teringat sesuatu. "Oh iya Bi."

Wanita paruh baya tersebut menoleh. "Iya?"

"Tadi Bibi bilang Tuan Shim ... udah meninggal? Bukannya Tuan—"

"Iya benar. Nyonya menikah lagi. Dengan adik Tuan Shim yang sebelumnya."

Gadis itu menahan napas sejenak, kemudian tersenyum tipis lalu kembali melanjutkan pekerjaan.

Dia bergegas menyelesaikan semua pekerjaannya sebelum Jake pulang dari sekolah. Karena jika cowok menyebalkan itu sudah menginjakkan kakinya di pekarangan rumah, nama Minji lah yang pertama kali dia teriakkan untuk membawa ranselnya. Setelah itu dia akan menyuruh Minji menyediakan air panas di bathup agar dia bisa berendam. Menyeduh teh, menyiapkan makanan, menyapu halaman yang jelas-jelas masih bersih dan banyak lagi. Intinya Minji tidak akan dibiarkan tenang sampai larut malam.

Sekarang Minji sedang memindahkan barang-barang tidak terpakai dari kamar Nyonya Shim ke dalam gudang. Selagi melakukan tugasnya, beberapa pertanyaan tiba-tiba muncul dalam benaknya, memikirkan kata-kata Bibi di dapur tadi.

°°°

Jangan lupa vote dan dukungannya 🌻

Jangan lupa vote dan dukungannya 🌻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dealova✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang