³². tigapuluh dua

3.4K 811 279
                                    

Jangan lupa vote sebelum membaca ya chingu🌻

Ini penting banget, ayuk vote yuk, sekalian komen juga biar cepet update🌹

~𝙝𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙧𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜~


"Udah gue olesin alkohol tapi masih sakit, kan? Gue bawa ke rumah sakit aja gimana? Ini sudut bibir lo hampir sobek. Gue bawa ke rumah sakit aja, ya? Ayo!"

Tarikan Jake tidak berarti apa-apa saat Minji menahannya dengan satu tangan. "Tuan, kondisi anda jauh lebih parah!"

"Kondisi lo lebih parah, Minji! Lo liat sudut bibir lo bengkak banget!" Itu benar, sudut bibir Minji bagian kiri terluka parah bahkan pipinya ikut membengkak. Tapi, itu tidak sebanding dengan kondisi Jake.

Minji menggeleng lalu bangkit berdiri mengambil handuk kecil, es batu, sepanci air dari dapur. Sejauh dari yang terlihat, ada banyak pelayan yang tidak bekerja, itu karena Nyonya Shim yang menyuruh mereka pulang selagi perusahaan tidak baik-baik saja.

"Lo ngapain, sih? Jangan ke mana-mana dulu, kondisi lo bisa tambah parah." Jake mengekorinya. "Liat, lo jadi demam!" Dia berteriak ketika menyentuh lengan Minji, padahal tidak separah itu.

Ringisan kecil keluar dari bibir Minji, dia menarik Jake kembali duduk di sofa sebelumnya. "Ngobatin luka nggak cukup alkohol doang." Dia hendak membersihkan luka-luka di wajah Jake.

"Nggak, lo lebih penting!"

"Diem atau lukanya saya tambah?!" bentak Minji, lelah mendengar cerocosan Jake tiada henti.

Untungnya Jake langsung mengunci bibirnya walau dia terlihat ingin menolak apa yang Minji lakukan. Minji sendiri tidak terlalu ambil repot, mulai fokus membersihkan luka-luka membiru di wajah Jake. Dia tidak memedulikan cowok itu yang kini menarik-narik ujung bajunya meminta Minji membersihkan lukanya terlebih dahulu.

"Ck, jangan gerak!" bentak Minji lagi, tarikan cowok itu membuatnya hilang fokus.

Jake langsung diam tanpa melakukan apa pun. Minji mendengus, melanjutkan aktivitasnya dengan raut seserius mungkin.

Tidak terkira seberapa sakit luka-luka itu, terlihat mengerikan seperti tusukan pisau. Setelah perjuangan sampai di rumah, Jake malah kepalang panik memikirkan luka orang lain, berjalan susah payah mengambil kotak p3k untuk mengobati luka Minji lalu mengomentari aksi Minji di sekolah, terus berbicara dan tidak memedulikan lukanya sendiri yang mulai berubah warna dan lebih menyeramkan dari semula. Sekarang Minji akan mengurus luka-luka itu sampai bersih, setidaknya mengurangi rasa bersalah Minji.

Dari jarak sedekat itu, Jake terus memperhatikan keseriusan Minji dalam mengobatinya. Gadis itu berkedip lalu menahan napas melihat betapa mengerikannya lukanya, sesekali dia bergumam lirih beranggapan tentang lebamnya. Tersirat kekhawatiran di wajahnya, membuat jantung Jake berdegub kencang. Apalagi saat Minji bersentuhan dengannya. Tiap sentuhan yang Minji berikan terasa membekas dalam benak dan hatinya.

Jake tidak terlalu menggubris lukanya, dia hanya merasakan degub jantungnya yang semakin lama berdetak tak karuan dan merasakan tiap sentuhan Minji.

Selang beberapa menit, Minji sudah selesai membersihkan semua luka itu, dia segera mengompres menggunakan air es. Jake meringis tatkala handuk menyentuh sudut bibirnya.

"Tahan sebentar aja. Ini mungkin sakit di awal, tapi lama-lama bakal dingin."

"Pelan-pelan." Jake mencekal lengan Minji.

"Iya." Minji perlahan menempelkan handuk itu, mengompres keseluruhan wajah Jake yang dipenuhi lebam, seperti sudut mata, pangkal hidung, juga bagian lainnya.

Dealova✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang