³¹. tigapuluh satu

3K 798 210
                                    

Jangan lupa vote sebelum membaca ya chingu🌻 ngga papa mampir ke sini selagi nonton konser 🌝💐

Ayo komen yang banyak biar cepet update 💐💛🧡

~𝙝𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙧𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜~




Satu minggu berlalu dengan cepat. Tiap hari seperti permen kapas besar yang dilimpahkan pada Minji, terasa manis dan memuaskan tatkala Nyonya Shim pulang ke rumah dengan kondisi menyedihkan. Kadang mabuk, kadang frustasi, kadang menangis.

Tidak. Jangan katakan itu cukup dengan penderitaan Minji selama ini, bahkan sangat kurang, setengahnya saja belum cukup, rasa sakit yang Minji rasakan jutaan kali lebih besar dari yang majikannya itu rasakan sekarang.

Meski begitu, Minji lumayan lega wanita paruh baya yang seperti malaikat itu mendapat getahnya walau sedikit.

Pagi ini sudah menjadi rutinitas biasa, nuansa cerah usai menyaksikan pemandangan pagi di mana Nyonya dan Tuan Shim terburu-buru pergi setelah saling bertengkar. Minji tahu, hal paling berharga dari orang kaya adalah harta. Cara paling efektif untuk membuat mereka menderita adalah membuat mereka bangkrut. Tidak hanya harga diri, nama baik juga akan tercoreng di antara kerabat yang lain.

"Kalian rasain sendiri gimana rasanya menderita," gumamnya selagi memotong sayur saat Nyonya baru melewati dapur dengan panik.

"Siapa?"

Suara seseorang dari belakang mengagetkan Minji, hampir saja pisau di genggamannya terlempar ke bawah.

Jake sudah rapi dengan seragam sekolah berdiri di belakangnya. "Siapa yang lo maksud menderita?"

"Bukan siapa-siapa. Kenapa anda pakai seragam?"

"Kenapa lagi? Gue udah cuti seminggu, gue nggak bisa cuti lagi sebelum jadi orang bodoh."

Dengusan Minji keluar. "Kalau anda sekolah, orang lain-"

"Jadi menurut lo kapan gue bisa masuk sekolah? Sebulan lagi? Gue nggak bisa jauh lebih lama dari pelajaran."

"Rumor keluarga anda udah nyebar ke manapun, teman-teman sekolah anda bakal ngejek anda nantinya."

"Emang gitu kenyataannya, kan? Lagian kalau keluarga bangkrut, gue harus malu gitu? Gue masih punya keluarga lain, lo gak perlu khawatir soal gue. Bahkan gue masih bisa bawa lo jalan-jalan ke luar negeri selama yang lo mau."

"Lebih baik jangan sekolah dulu, anda bisa homeschooling, saya panggilin gurunya ke sini."

"Ngapain lo repot-repot? Gue masih bisa pergi sekolah. Kalau lo nggak mau ikut ya udah, gue pergi sendiri sama supir." Cowok itu berbalik pergi, rautnya menunjukkan bahwa dia tidak baik-baik saja. Dia tidak mengatakannya, tapi terlihat jelas dari sorotnya.

Minji melepas apron dari tubuhnya, bergegas berganti pakaian kemudian menyusul Jake yang sudah berada di dalam mobil. Sudah lewat dari lima menit tapi Jake belum pergi padahal tadi mengatakan pergi sendiri, jelas sekali dia menunggu Minji.

Usai menutup pintu, Minji melirik Jake yang duduk menyandar di sebelahnya, memandang kosong ke arah jendela. Tanpa banyak bicara Pak Supir menjalankan mobil, sadar suasana hati majikannya sedang buruk.

"Kalau anda berubah pikiran, kita bisa pulang sekarang."

Tidak ada jawaban, keheningan mengisi mobil. Tidak ada tanda-tanda celotehan Jake yang biasanya membuat telinga Minji panas. Cowok itu hanya diam memperhatikan jalanan tanpa memasang ekspresi apa pun.

Melihat itu, Minji merasa ada yang salah. Jake yang dia kenal terlalu ekspresif, tersenyum lebar sambil menyombongkan semua yang dia miliki, tapi sekarang...? Minji merasa ada yang salah, dia terusik dengan kondisi Jake sekarang. Dia terus menatap Jake yang pancaran matanya tidak secerah biasanya, ada rasa pedih di sana.

Dealova✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang