3

1.9K 124 4
                                    

Minggu depan sudah mulai UTS. huft. Anna bahkan belum menyicil belajar apapun. Belum lagi membeli bahan-bahan untuk UTS Prakarya.

"Ada yang tau bahan-bahan untuk Prakarya gaaaa? Kasih tau dong woy." Teriak Kafka dari sebelah Anna sambil berdiri.

"Buset, gausah pake tereak juga keles. Tau ga, suara lo teh kayak pake toa" bentak Anna tidak kalah kencang.

"Bahan-bahannya kayak yang kemaren praktek terakhir, Kaf. Yang bikin bunga itu. Kawat, solatip hijau, dan kawan kawannya" Balas Gaby tiba-tiba sambil tersenyum.

"Oke, thanks, Gab." Jawab Kafka.

Anna hanya melirik Gaby sekilas. Tadinya, ia ingin menanyakan sesuatu soal PR. Namun, hal tersebut ia urungkan ketika melihat Gaby yang sekarang sedang menggoda Calvin.

Samar-samar, Anna mendengar percakapan Calvin dengan Gaby.

"Cal, lo suka sama siapa sih?"

"Gatau."

"Menurut lo cewe tercantik di kelas kita siapa? Gue kan?"

"Gatau."

"Cal, besok sabtu nonton yuk, filmnya lagi bagus-bagus semua loh..."

"Hari sabtu gue mau latihan basket di sekolah."

"Yaudah deh, minggunya aja gimana?"

"Males. Pengen istirahat."

Dan blablabla.

Anna hanya tersenyum mendengar percakapan mereka. Sebenarnya sih ingin ketawa, tapi kan masa orang lagi pdkt malah diketawain.

"Napa lo senyam-senyum mulu?" Tanya Kafka tiba-tiba. "Kepo deh lo." Jawab Anna seenaknya. "Yaampun, Na. Daritadi lo masih nomor 1?!?! Buruan atuh... tugasnya bentar lagi udah mau pulang dan dikumpulin" ujar Kafka sambil mengguncang-guncang tubuh Anna. "Yaelah, woles bang. Gue gatau jawabannya." Jawab Anna dengan santai. "Nih, salin punya gue aja." Kafka lalu menyodorkan buku tulisnya pada Anna. Anna langsung tersenyum berterimakasih lalu menyalin jawaban-jawaban itu dengan sigap. Untungnya sedang tidak ada guru.

Kriiiiiing

"Makasih banget Kaf hehehehehe" kata Anna sambil tersenyum lebar. "Sama-sama, say" ucap Kafka spontan.

.....say? Sayang?

"Hah?" Anna langsung menoleh ke arah Kafka dengan bingung. Kafka yang sedang mengangkat kursi menoleh ke Anna sambil tersenyum lebar.

Apa tadi Kafka beneran bilang gitu? Ah, mungkin dia hanya bercanda saja. Batin Anna.

****

Waktu berjalan sungguh cepat. Hari ini adalah hari senin. Hari pertama UTS. IPA. UTS yang pertama IPA. Walaupun Anna sudah belajar semalaman, namun tetap saja ia merasa gugup. Apalagi saat soal dibagikan. Keringat dingin mulai keluar dari badannya.

Ternyata dugaannya memang benar. Soalnya benar-benar sulit. Apalagi bagian pilihan gandanya. Duh, bisa merah inimah. Batin Anna. Ia benar-benar bingung saat ini.

Saat tengah berpikir, tiba-tiba ia merasakan ada yang menepuk-nepuk pundaknya. Anna pun menoleh, ternyata Kafka.

"Kenapa?"

"Tinggal nomor berapa aja yang belom?"

"Banyak banget, Kaf."

"Nomor berapa aja?"

"Yang PG nomor 5, 7, 23, 27, 35. Kenapa?"

"Bentar... oh itu gampang. Salin nih, C, A, C, B, D."

"Hah?"

"Itu jawabannya...secara berurutan"

"Oh, oke"

"Makasih?"

"Gue kan gaminta, lo yang ngasih"

"Ih?"

"Iyadeh sama-sama"

Anna hanya tersenyum jahil lalu melanjutkan mengerjakan ulangannya. Menurutnya, jawaban yang diberikan Kafka sih biasanya benar. Buktinya, nilainya saja sekarang naik drastis akibat sering kerjasama. Tapi yang ia bingung, ia bahkan tidak meminta jawaban pada Kafka. Mengapa Kafka begitu mudahnya langsung memberikan jawaban ya? Jangan-jangan ada maunya...

***

"Na, cari bahan Prakarya yok. Gue belom beli nih. Please dong." Pinta Kafka dengan menunjukan muka memelasnya.

"Gue lagi ga ada yang nganter Kaf. Sorry ya." Anna memang sedang tidak ada yang mengantar pulang jadi ia harus langsung pulang. Apalagi sekarang masih UTS, masa mau muter-muter di mall?

"Ayolah, gue anter kok. Bentar aja, Na. Jam 5 langsung balik deh." Pinta Kafka tanpa menyerah.

"Oke, tapi ada beberapa syarat ya..." Anna tersenyum jahil sambil melihat Kafka. Ia ingin tahu apa responnya. Ternyata Kafka hanya mengangkat salah satu alisnya, menandakan ia ingin tahu apa syarat-syaratnya. Dengan kode itu, Anna melanjutkan kalimatnya sambil masih tersenyum jahil.

"Yang pertama, lo harus anterin gue pulang sampe depan pager rumah gue. Kedua, traktir gue es krim. Ketiga, bayarin bahan-bahan Prakarya karena gue juga belom beli. Gimana? Setuju gak?" Tanya Anna sambil menatap Kafka dalam-dalam.

Kafka hanya menghela napas dengan berat, bertanda ia sedang memikirkan apa yang dikatakan Anna. Tak lama kemudian, ia mengeluarkan dompet dan mengecek isinya. Anna sempat melirik sekilas ke arah dompet Kafka dan ia langsung melihat barisan beberapa lembar uang berwarna Pink. Warna kesukaannya.

"Wih, banyak tuh, Kaf, uangnya..." Anna tidak sadar bergumam.

"Heh, ngintip-ngintip aja lo. Ntar matanya bintitan mampus! HAHAHAHA" Kafka tertawa terbahak-bahak sampai perutnya mulas. Anna merasa tidak ada yang lucu hanya menatap Kafka bingung.

"Jadi gimana? Setuju gak nih? Kalo ga, gue pulang sekarang deh." Ujar Anna sambil mengambil tasnya yang tergeletak diatas meja.

"Oke oke, gue setuju deh. Ayo dah langsung aja, supir gue udah nunggu di depan." Kata Kafka sambil menarik tangan Anna.

***

Keesokan harinya...

Anna dan teman-temannya kini sedang mengikuti UTS prakarya dengan serius. Pasalnya, benda yang harus dibuat tidaklah mudah. Mereka juga harus mengingat serta mencatat langkah demi langkah pembuatan bunga berbahan plastik tersebut. Belum lagi, waktu yang diberikan hanya dua jam. Padahal, terakhir praktek, mereka diberikan waktu dua kali pertemuan, yang berarti 4 jam.

Lima menit sebelum dikumpulkan, Anna baru selesai mengerjakannya. Memang tidak terlalu bagus sih. Tapi ya tidak jelek juga. Lumayanlah.

Kelas mulai ribut, padahal UTS Prakarya baru akan berakhir lima menit lagi. Namun, guru-guru pun mulai tidak peduli dengan keramaian kelas. Anna yang baru selesai membuat segera merapihkan mejanya yang berantakan. Potongan plastik dan beberapa kawat masih tertinggal di atas meja dan beberapa jatuh ke lantai.

Saat sedang membereskan mejanya, tiba-tiba Kafka menepuk-nepuk pundaknya. Ia pun segera menoleh dan dengan cepat ia berkata, "Ap..." Sebelum Anna menyelesaikan kalimatnya, Kafka dengan sigap memotongnya. "Nih..." Kafka menjulurkan tangannya tepat di depan muka Anna. Di tangannya ada kawat yang telah dibentuk menjadi bentuk hati. Anna bingung harus memberikan respon apa. "Buat lo." Ujar Kafka lagi dengan tangan masih berada di depan mukanya.

Anna menatap Kafka. Ia melihat senyum tulus dari bibirnya. Ia pun dengan senang hati menerima kawat itu dan berterima kasih padanya lalu menghadap depan lagi sambil tersenyum.

Namun sebuah pertanyaan melintas di otaknya tiba-tiba. Anna pun menoleh lagi ke belakang dan hendak bertanya mengapa dan untuk apa Kafka memberikan kawat berbentuk hati ini. Namun, sebelum ia sempat berkata apapun, ia mendengar namanya dipanggil. Akhirnya, Anna tidak jadi bertanya dan dengan tergopoh-gopoh, ia membawa hasil prakaryanya ke depan untuk dikumpulkan.

Menurut kalian, kenapa Kafka memberikan Kawat berbentuk hati itu kepada Anna?

The Ugly TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang